Kerajaan Majapahit
1293-1527
Ibukota : Majapahit, Wilwatikta (Trowulan)
Bahasa : Jawa kuno, Sansekerta
Agama : Siwa-Budha (Hindu dan Budha)Kejawen, Animisme
Pemerintahan : Monarki
Sejarah
Penobatan Raden Wijaya : (10 November 1293)
Invasi Demak : 1527
Mata Uang : Koin Emas dan Perak, Kepeng ( Koin perunggu yang diimpor dari Tiongkok)
Letak Geografis Kerajaan Majapahit
Secara geografis letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena adanya di daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo, serta anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu.
Demikianlah mula-mulanya penarukan tanah rimba orang Tarik. Pada saat ditaruka oleh orang Madura, oleh karena kekurangan bekal pada saat sedang membabad, orang-orang memakan buah maja, tetapi kepahitan, lalu melempar semua buah maja yang mereka petik itu. Maka terkenallah, bahwa di sana timbul buah maja yang sangat pahit rasanya, sungguhlah itu sebabnya maka tempat itu lalu dinamai Majapahit.
Sejarah Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Dingasari telah menjadi kerjaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan penguasa dari Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan bernama Meng Chi ke Singasari umtuk menuntut upeti Kertanegara, Penguasa terakhir Singasari mendadak untuk membayar upeti dan malah ia mempermalukan utusan Kubilai Khan itu dengan memotong telinganya Kubilai Khan menjadi marah lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa pada tahun 1293.
Ketika itu Jayakatwang (Adipati Kediri) sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara, atas Saran Aria Wiraraja. Jayakatwang member ampun kepada Raden Wijaya (menantu Kertanegara) yang datang menyerahkan dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban surat itu disambut dengan senang hati kemudin Raden Wijaya diberi hadiah berupa hutan Tarik.
Raden Wijaya kemudin membuka dan membangun Desa yang ia beri nama “Majapahit” ia member nama itu atas dasar ketika ia sedang membuka hutan Tarik dan salah satu dari prajuritnya beristirahat lalu memakan sebuah buah maja tetapi setelah ia merasakan rasa pahit dari buah itu.
Pada saat pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutunya sehingga memaksa menarik pulang kembali pasukannya secara kalang kabut karena mereka berada di negeri asing.
Kelahiran Kerajaan Majapahit adalah hari dimana dinobatkannya Raden Wijaya sebagai Raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.
Arsitektur Kerajaan Majapahit Kota Majapahit di Trowulan
Kakawin Nagarakretagama, pupuh VIII-XII, merupakan sumber tertulis yang penting untuk mengetahui gambaran Kota Majapahit sekitar tahun 1350 M. Kota pada masa itu bukanlah kota dalam arti modern, demikian pernyataan Pigeaud (1962), ahli sejarah kebangsaan Belanda, dalam kajiannya terhadap Nagarakretagama karya Prapanca. Ia menyimpulkan, Majapahit bukan kota yang dikelilingi tembok, melainkan sebuah komplek permukiman besar yang meliputi sejumlah komplek yang lebih kecil, di mana satu sama lain dipisahkan oleh lapangan terbuka. Tanah-tanah lapang digunakan untuk kepentingan publik, seperti pasar dan tempat-tempat pertemuan. Tembok batu merah tebal lagi tinggi mengitari keraton. Itulah benteng Keraton Majapahit. Pintu besar di sebelah barat yang disebut "Purawuktra" menghadap ke lapangan luas. Di tengah lapangan itu mengalir parit yang mengelilingi lapangan. Di tepi benteng "Brahmastana”, berderet-deret memanjang dan berbagai-bagai bentuknya. Di situlah tempat tunggu para perwira yang sedang meronda menjaga Paseban.
Sistem Perairan Masa Majapahit
Bangunan air yang ditemukan di masa Majapahit adalah waduk, kanal, kolam, dan saluran air, yang sampai sekarang masih ditemukan sisa-sisanya. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa pemerintah Majapahit membuat bangunan air tersebut untuk kepentingan irigasi pertanian dan sarana mengalirkan air sungai ke waduk: penampungan dan penyimpanan air, serta pengendali banjir. Hasil penelitian membuktikan terdapat sekitar 20 waduk kuno yang tersebar di dataran sebelah utara daerah Gunung Anjasmoro, Welirang, dan Arjuno. Waduk Baureno, Kumitir, Domas, Temon, Kraton, dan Kedung Wulan adalah waduk-waduk yang berhubungan dengan Kota Majapahit yang letaknya di antara Kali Gunting di sebelah barat dengan Kali Brangkal di sebelah timur. Hanya waduk Kedung Wulan yang tidak ditemukan lagi sisa-sisa bangunannya, baik dari foto udara maupun di lapangan.
Waduk Baureo adalah waduk terbesar yang terletak 0,5 km dari pertemuan Kali Boro dengan Kali Landean. Bendungannya dikenal dengan sebutan Candi Lima. Tidak jauh dari Candi Lima, gabungan sungai tersebut bersatu dengan Kali Pikatan, membentuk Kali Brangkal. Bekas waduk ini sekarang merupakan cekungan alamiah yang ukurannya besar dan dialiri oleh beberapa sungai. Seperti halnya Waduk Baureno, waduk-waduk lainnya sekarang telah rusak dan yang terlihat hanya berupa cekungan alamiah, misalnya Waduk Domas yang terletak di utara Waduk Baureno; Waduk Kumitir (Rawa Kumitir) yang terletak di sebelah barat Waduk Baureno; Waduk Kraton yang terletak di utara Gapura Bajangratu; dan Waduk Temon yang terletak di selatan Waduk Kraton dan di barat daya Waduk Kumitir.
Di samping waduk-waduk tersebut, di Trowulan terdapat tiga kolam buatan yang letaknya berdekatan, yaitu Segaran, Balong Bunder, dan Balong Dowo. Kolam Segaran memperoleh air dari saluran yang berasal dari Waduk Kraton. Balong Bunder sekarang merupakan rawa yang terletak 250 meter di sebelah selatan Kolam Segaran. Balong Dowo juga merupakan rawa yang terletak 125 meter di sebelah barat daya Kolam Segaran. Hanya Kolam Segaran yang diperkuat dengan dinding-dinding tebal di keempat sisinya, sehingga terlihat merupakan bangunan air paling monumental di Kota Majapahit.
Kolam Segaran pertama kali ditemukan oleh Maclaine Pont pada 1926. Kolam ini berukuran panjang 375 meter dan lebar 175 meter dan dalamnya sekitar 3 meter, membujur arah timurlaut–baratdaya. Dindingnya dibuat dari bata yang direkatkan tanpa bahan perekat. Ketebalan dinding 1,60 meter. Di sisi tenggara terdapat saluran masuk, sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran keluar menuju ke Balong Dowo dan Balong Bunder. Foto udara yang dibuat pada tahun 1970-an di wilayah Trowulan dan sekitarnya memperlihatkan dengan jelas adanya kanal-kanal berupa jalur-jalur yang bersilangan saling tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan barat-timur. Juga terdapat jalur-jalur yang agak menyerong dengan lebar bervariasi, antara 35-45 m atau hanya 12 m, dan bahkan 94 m yang kemungkinan disebabkan oleh aktivitas penduduk masa kini.
Kanal-kanal di daerah pemukiman, berdasarkan pengeboran yang pernah dilakukan, memperlihatkan adanya lapisan sedimentasi sedalam 4 m; dan pernah ditemukan susunan bata setinggi 2,5 meter yang memberi kesan bahwa dahulu kanal-kanal tersebut diberi tanggul, seperti di tepi kanal yang terletak di daerah Kedaton yang lebarnya 26 meter diberi tanggul. Kanal-kanal itu ada yang ujungnya, berakhir di Waduk Temon dan Kali Gunting; dan sekurang-kurangnya tiga kanal berakhir di Kali Kepiting, di selatan Kota Majapahit. Kanal-kanal yang cukup lebar menimbulkan dugaan bahwa fungsinya bukan sekadar untuk mengairi sawah (irigasi), tetapi mungkin juga untuk sarana transportasi yang dapat dilalui oleh perahu kecil.
Kanal, waduk, dan kolam buatan ini didukung pula oleh saluran-saluran air yang lebih kecil, yang merupakan bagian dari sistem jaringan air di Majapahit. Di wilayah Trowulan, gorong-gorong yang dibangun dari bata sering ditemukan dengan ukurannya cukup besar, yang memungkinkan orang dewasa untuk masuk ke dalamnya. Candi Tikus yang merupakan pemandian (petirtaan) misalnya, mempunyai gorong-gorong yang besar untuk menyalurkan airnya ke dalam dan ke luar candi. Selain gorong-gorong atau saluran bawah tanah, banyak pula ditemukan saluran terbuka untuk mengairi sawah-sawah, serta temuan pipa-pipa terakota yang kemungkinan besar digunakan untuk menyalurkan air ke rumah-rumah, serta selokan-selokan dari susunan bata di antara sisa-sisa rumah-rumah kuno. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Majapahit telah mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sanitasi dan pengendalian air. Melihat banyak dan besarnya bangunan-bangunan air, dapat diperkirakan bahwa pembangunan dan pemeliharaannya membutuhkan suatu sistem organisasi yang teratur. Hal ini terbukti dari pengetahuan dana teknologi yang mereka miliki, yang memungkinkan mereka mampu mengendalikan banjir dan menjadikan pusat kota terlindungi serta aman dihuni.
Sampai sekarang, baik dari prasasti maupun naskah kuno, tidak diperoleh keterangan mengenai kapan waduk dan kanal-kanal tersebut dibangun serta berapa lama berfungsinya. Rusaknya bangunan-bangunan air tersebut mungkin diawali oleh letusan Gunung Anjasmoro tahun 1451, yang membawa lapisan lahar tebal yang membobol Waduk Baureno dan merusak sistem jaringan air yang ada. Candi Tikus yang letaknya di antara Waduk Kumitir dan Waduk Kraton bahkan seluruhnya pernah tertutup oleh lahar.
Keadaan kerajaan yang kacau karena perebutan kekuasaan ditambah dengana munculnya kekuasaan baru di daerah pesisir, mengakibatkan kerusakan bangunan air tidak dapat diperbaiki seperti sediakala. Erosi dan banjir yang terus menerus mengakibatkan daerah ini tidak layak huni dan perlahan-lahan ditinggalkan oleh penghuninya.
Kota-kota Besar Kerajaan
Perkampungan dan Dusun
Tidak diketahui secara pasti bagaimana bentuk rumah tradisional peninggalan Kerajaan Majapahit yang sesungguhnya. Dari sejumlah artefak yang ditemukan yang berkaitan dengan okupasi kerajaan, sulit rasanya untuk memberikan contoh baku prototipe rumah zaman Majapahit. Namun, ada segopok artefak dari tanah liat bakar berupa miniatur rumah dan temuan struktur bangunan yang diduga sebagai tipikal rumah Majapahit.
Ekskavasi di Trowulan tahun 1995 menunjukkan adanya struktur bangunan berupa kaki dari tanah yang diperkuat dengan susunan batu yang berspesi tanah setebal 1 cm, membentuk sebuah batur rumah. Denah batur berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran 5,20 x 2,15 meter dan tinggi sekitar 60 cm. Di sisi utara terdapat sebuah struktur tangga bata yang terdiri dari 3 anak tangga. Dari keberadaan dan tata letak tangga, dapat disimpulkan bahwa rumah ini menghadap ke utara dengan deviasi sekitar 90 55 derajat ke timur, seperti juga orientasi hampir dari semua arah struktur bangunan yang ada di Situs Trowulan.
Pada kedua sisi kaki bangunan terdapat selokan terbuka selebar 8 cm dan dalam 10 cm. Depan kaki bangunan selokan itu mengikuti bentuk denah bangunan tangga. Selokan tersebut dibangun dari satuan-satuan bata sehingga struktur selokan lebih kuat, dan airnya bisa mengalir lebih cepat. Di sekitar kaki bangunan ditemukan lebih dari 200 pecahan genteng dan 70 pecahan bubungan dan kemuncak, serta ukel (hiasan dari terakota yang ditempatkan di bawah jurai atap bangunan).
Struktur halaman bangunannya amat menarik dan unik. Tanah halaman ditutup dengan struktur yang berkotak-kotak, dan masing-masing kotak dibatasi dengan bata yang dipasang rebah di keempat sisinya, dan di dalam kotak berbingkai bata tersebut dipasang batu-batu bulat memenuhi seluruh bidang. Tutupan semacam ini berfungsi untuk menghindari bila halaman menjadi becek ketika hujan turun. Belum pernah ditemukan penutup halaman yang semacam ini, kecuali yang agak serupa ditemukan di selatan situs Segaran II. Dari temuan itu dapat diasumsikan bahwa tubuh bangunan didirikan di atas batur setinggi 60 cm. Kemungkinan bangunan dibuat dari kayu (papan) dan bukan dari bata karena di sekitar areal bangunan tidak ditemukan bata dalam jumlah yang besar sesuai dengan volume bangunannya. Mungkin tubuh bangunan dibuat dari kayu (papan) atau anyaman bambu jenis gedek atau bilik. Tiang-tiang kayu penyangga atap tentunya sudah hancur, agaknya tidak dilandasi oleh umpak-umpak batu yang justru banyak ditemukan di Situs Trowulan, karena tak ada satu pun umpak yang ditemukan di sekitar bangunan.
Tiang-tiang rumah mungkin diletakkan langsung pada lantai yang melapisi permukaan batur. Atap bangunan diperkirakan memunyai sudut kemiringan antara 35-60 derajat, ditutup dengan susunan genteng berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 24 x 13 x 0,9 cm dengan jumlah sekitar 800 -1.000 keping genteng yang menutupinya. Bagian atas atap dilengkapi dengan bubungan dan kemuncak, serta pada ujung-ujung jurainya dipasang hiasan ukel.
Rekonstruksi bangunan rumah yang didasarkan atas bukti yang ditemukan di situs tersebut, dapat dilengkapi melalui perbandingan dengan bentuk-bentuk rumah beserta unsur-unsurnya yang dapat kita lihat wujudnya dalam:
(1) artefak sezaman seperti pada relief candi, model-model bangunan yang dibuat dari terakota, jenis-jenis penutup atap berbentuk genteng, sirap, bambu, ijuk;
(2) rumah-rumah sederhana milik penduduk sekarang di Trowulan; dan
(3) rumah-rumah di Bali.
Lepas dari status sosial penghuni rumah ini, ada hal lain yang menarik, yaitu penduduk Majapahit di Trowulan, atau setidak-tidaknya penghuni rumah ini, telah menggabungkan antara segi fungsi dengan estetika. Halaman rumah ditata sedemikian rupa untuk menghindari genangan air dengan cara diperkeras dengan krakal bulat dalam bingkai bata. Di sekeliling bangunan terdapat selokan terbuka yang bagian dasarnya berlapis bata untuk mengalirkan air dari halaman. Dilengkapi pula dengan sebuah jambangan air dari terakota yang besar dan kendi berhias, yang memberikan kesan sebuah halaman rumah yang tertata apik. Di sebelah timur terdapat beberapa struktur bata yang belum berhasil diidentifikasi. Mungkin rumah yang ukurannya relatif kecil ini hanya merupakan salah satu komplek. Bangunan yang berada dalam satu halaman seluas 200-an meter persegi tersebut dikelilingi oleh pagar seperti yang dapat kita saksikan di Bali sekarang.
Kondisi sosial - politik
Pada awalnya, wilayah Majapahit hanya meliputi wilayah Daha dan Singasari saja, kemudian dalam perkembangannya, wilayah Kerajaan Majapahit mengalami perluasan. Kebijakan perluasan wilayah itu semakin mantab ketika Gadjah Mada diangkat sebagai Mahapati Amang Kubumi pada masa pemerintahan Tribhuana Tunggadewi. Dari beberapa sumber itu pula dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dengan Raja-raja Majapahit maupun raja-raja yang berkuasa atas kerajaan-kerajaan yang pernah ada sebelumnya.
Struktur pemerintahan kerajaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat kekuasaan yang bersifat teritorial dengan birokrasi yang terperinci. Pada prasasti Sukamerta (penanggungan) yang bertarikh 1296 M menyebutkan struktur pemerintahan antara Majapahit dan Daha saja. Isi prasasti tersebut mengungkapkan pada awal berdirinya, kerajaan Majapahit hanya memiliki satu negara bawahan yaitu Daha. Selain jumlah negara bawahan yang bertambah banyak, pejabat yang berada dalam struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit semakin kompleks. Raja dan keratonnya pada masa keemasan Kerajaan Majapahit merupakan pusat segala aktivitas kerajaan baik yang bersifat sakral maupun profan.
Stratifikasi sosial pada masa Majapahit tentu berlatar belakang agama Hindu dan Buddha yang biasanya terkait dengan konsep catur asrama dan catur warna. Konsep sosial seperti ini banyak ditemukan di sumber-sumber sejarah dari Kerajaan Majapahit seperti prasasti Kudadu yang bertarikh 1294 M, prasasti Tuhanyaru yang bertarikh 1323 M, prasasti Biluluk yang bertarikh 1395 M, prasasti Waringin Pitu yang bertarikh 1447 M, Nagarakertagama, dan juga kitab hukum Kutaramanawadharmasastra.
Keadaan social kerajaan majapahit
Pada umumnya, rakyat Majapahit adalah petani, sisanya pedagang dan pengrajin. Selain pertanian, Majapahit juga mengembangkan perdagangan dan pelayaran. Hal ini bisa disimpulkan dari wilayah kekuasaan Majapahit yang meliputi Nusantara bahkan Asia Tenggara.Barang utama yang diperdagangkan antara lain rempah-rempah, beras, gading, timah, besi, intan, dan kayu cendana. Sejumlah pelabuhan terpenting pada masa itu adalah Hujung Galuh, Tuban, dan Gresik.
Majapahit memegang dua peranan penting dalam dunia perdagangan. Pertama, Majapahit adalah sebagai kerajaan produsen yang menghasilkan barang-barang yang laku di pasaran. Hal ini bisa dilihat dari wilayah Majapahit yang demikian luas dan meliputi daerah-daerah yang subur. Kedua, peranan Majapahit adalah sebagai perantara dalam membawa hasil bumi dari daerah satu ke daerah yang lain.
Perkembangan perdagangan Majapahit didukung pula oleh hubungan baik yang dibangun penguasa Majapahit dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Barang-barang dari luar negeri dapat dipasarkan di pelabuhan-pelabuhan Majapahit. Dan sebaliknya, barang-barang Majapahit dapat diperdagangkan di negara-negara tetangga. Hubungan sedemikian tentu sangat menguntungkan perekonomian Majapahit.
Kondisi ekonomi kerajaan majapahit
Fase imperial Kerajaan Majapahit juga dapat dibuktikan dengan semakin pesatnya kegiatan perekonomian kerajaan. Perdagangan menjadi salah satu faktor penggerak perekonomian kerajaan dan berlangung dalam segala yang masif. Tidak hanya antar daerah-daerah Nusantara saja, melainkan juga berskala Internasional. Sistem moneter yang berlaku dalam perdagangan antar kerajaan ditandai dengan penggunaan mata uang Cina yang mendominasi. Beras merupakan hasil utama Kerajaan Majapahit dan komoditi penting yang menjadikan Kerajaan tersebut sebagai salah satu pusat perdagangan Internasional di Asia. Kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat Majapahit di masa Hayam Wuruk membuat semakin banyak barang-barang mahal yang di datangkan dari Cina beredar di wilayah Kerajaan tersebut. Apalagi karena terdapat beberapa kebijakan raja yang menganuhgrahkan hak istimewa kepada kelompok masyarakat tertentu untuk memiliki barang yang di masa lalu hanya boleh dimiliki oleh Raja dan keluarganya saja. Keistimewaan yang diberikan Hayam Wuruk kepada kelompok tersebut tercatat dalam prasati Canggu yang bertarikh 1358 M. Dengan adanya keistimewaan khusus di peruntukkan bagi komunitas di daerah aliran sungai Brantas itu memperlihatkan peranan komunitas tersebut yang strategis bagi Kerajaan Majapahit. Jalur sungai memegang peranan penting bagi terciptanya kemakmuran di wilayah kerajaan.
Ekonomi
- Merupakan Negara agraris dan sekaligus perdagangan pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai.
- Ekonomi Jawa sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
- Sekitar tahun 1300 pada masa pemerintahan Raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi. Keping uang dalam negeri diganti dengan uang “Kepeng”yaitu uang tembaga impor dari dari China.
- Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo.
- Macam poekerjaan : Pengrajin emas dan perak penjual minuman dan juga atau tukang dagang.
- Komunitas ekspor Jawa : lada, garam, kain dan burung kakak tua.
- Komuditas Impor : mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi.
- Mata uang dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dam tembaga.
- Kemakmuran Majapahit diduga karena :
- Lembah sungai Brantas dan Bengawan solo didaratan rrendah Jawa Timur utara sangat cocok umtuk pertanian Padi.
- Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di Pantai Utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan Pangkalan untuk mendapatkan Komuditas rempah-rempah Maluku pajak yang dikenakan pada komuditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting.
- Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap Semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan Internasional.
Struktur Pemerintah
- Raja memegang otoritas politik tertinggi
- Aparat Birokrasi
1. Pemerintah raja biasanya diturunkan ke aparat/pejabat.
Sistem Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kerajaan Majapahit
Masyarakat Majapahit relative hidup rukun, aman, dan tenteram. Majapahit menjalin hubungan baik dan bersahabat dengan Negara tetangga, di antaranya dengan Syangka (Muangthai), Dharma Negara, Kalingga (Raja Putera), Singhanagari (Singapura), Campadan Annam (Vietnam), sertaKamboja. Negara−negara sahabat ini disebut dengan Mitreka Satata. Disebutkan bahwa pada masa Hayam Wuruk, penganut agama Hindu Siwadan Buddha dapat bekerjasama. Hal ini diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam Sutasoma atau Purusadashanta yang berbunyi “bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa” yang artinya: “di antara puspa ragam agama adalah kesatuan pada agama yang mendua
BUDAYA MASA KERAJAAN MAJAPAHIT
Kerajaan majapahit yang dibangun raden wijaya 1293-1309 M hingga mencapai masa kejayaan Hayam Wuruk 1350-1389 M mampu melahirkan seni budaya yang bernilai seni maupun historis yang tinggi. Seni budaya masa majapahit tersebut beragam jumlahnya sebut saja tarian, wayang beber, jatilan dan beberapa kesenian khas majapahit hingga kini masih bertahan, bahkan seni budaya majapahit tidak hanya mampu melahirkan kesenian semata melainkan juga seni sastra, puisi hingga seni terakota, seni pahat serta seni patung. Seni budaya dimasa majapahit muncul ke permukaan yang jumlahnya beragam mencapai puluhan seperti: tarian bedhana surya, tarian bentengan, tarian golek sedayung dan puluhan lainnya.
Menariknya seni budaya majapahit mampu menciptakan kesenian rakyat atau tradisional bersifat adi luhung diantaranya: kesenian reog misalnya terbentuk bermula dari sikap ki ageng sunu yang memberontak bhre kerthabumi kemudian membentuk kesenian reog selanjutnya wayang beber yang juga kesenian peninggalan majapahit. Wayang beber berbentuk lembaran bergambar kemudian dibeberkan selanjutnya jatilan sekilas seperti drama tari yang melukiskan kegagahan prajurit majapahit dalam berperang dipadu dengan magis atau kesurupan.
Kesenian yang mengacu pada majapapit jumlahnya cukup banyak, namun kebanyakan kesenian-kesenian tersebut bersifat hiburan meski beberapa kesenian masa majapahit adalah sebuah gambaran dalam suatu peristiwa reog, jatilan, tarian wedhana surya majapahit misalnya kemudian dikembangkan dalam bentuk rangkaian gerakan tarian dipadu irama musik yang unik sehingga membentuk drama tari yang eksotif. Selain tarian pada masa kerajaan majapahit juga memberi perhatian terhadap seni budaya lainnya, bahkan seni budaya ini berkembang pesat dizamannya seni sastra yang jumlahnya cukup banyak seperti kitab kakawin negarakertagama karya empu prapanca misalnya yang berisi tentang keadaan ibukota majapahit, daerah jajahan majajahit dan kitab ini umumnya berbentuk puisi kuno berbahasa jawa kawi.
Sementara kitab-kitab lain sebut saja kitab pararathon, kitab sutasoma apalagi kitab maupun seni prosa, seni puisi kala itu tumbuh subur dimasa hayam wuruk sehingga tak heran bila beragam kitab hasil kebudayaan hayam wuruk dijadikan sumber sejarah oleh para ilmuwan hingga kini. Uniknya kemajuan seni budaya masa majapahit tidak terpaku pada bentuk seni tarian,puisi,sastra saja tetapi seni lain juga diberi ruang gerak yang luas yakni seni terakota ,sebuah kerajinan rakyat masa majapahit yang berbahan dasar tanah liat kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni yang bernilai citra rasa tinggi. Seni terakota masa majapahit maju pesat mampu menciptakan anekaragam kerajinan tanah liat diantaranya: jambangan bunga, celengan, kendi, genting, batu bata dan lainnya.
Seni terakota ketika itu mampu menembus pasaran mancanegara sehingga tak heran kerajinan tanah liat ini memberi nilai plus bagi ekonomi rakyat selanjutnya seni pahat. Seni pahat masa majapahit mengalami kemajuan yang berarti terlihat ratusan ragam pahat telah banyak dihasilkan baik berbentuk arca, patung, candi tikus, candi kedhaton, gapura, relief yang indah eksotif dan sisa peninggalan tersebut dapat dijumpai dalam kawasan triwulan.
Seni budaya masa majapahit memang berkembang pesat dizaman pemerintahan hayam wuruk, namun sayangnya pasca majapahit mundur seni budaya masa majapahit sekarang hampir punah sebut saja tarian khas majapahit hingga kini tidak berbekas hanya tarian werdhana surya, golek sedayung diduga tarian khas majapahit yang masih bertahan. Sementara seni budaya lain kesenian tradisional khas majapahit yang masih eksis bisa dihitung dengan jari sebut saja reog ponorogo, wayang beber gunung kidul, jatilan dan beberapa kesenian tradisional lainnya kemudian seni terakota, seni pahat, seni patung kini masih dapat ditemui dalam kawasan Trowulan, mojokerto, jawa timur mengingat berlangsung turun temurun.
Budaya Majapahit
- Peristiwa utama dalam kalender tata Negara digeser tiap hari pertam bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah tahlukkan Majapahit datang ke Istana untuk membayar upeti.
- Ibukota di Trowulan (Kota besar dan dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakn).
- Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata.
- Contoh Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokero.
- Raja (Jawa) memiliki bawahan tujuh raja bermahkota memiliki Pulau denga penduduk yang banyak.
MASA KEJAYAAN MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara. Pada masa ini daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah pindah ke daerah Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan seorang penguasa yang disebut Raja pula. Kebesaran kerajaan ditunjang oleh pertanian sudah teratur, perdagangan lancar dan maju, memiliki Armada angkutan laut yang kuat serta dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada. Di bawah patih Gajah Mada Majapahit banyak menaklukkan daerah lain. Dengan semangat persatuan yang dimilikinya, dan membuatkan Sumpah Palapa yang berbunyi “Ia tidak akan makan buah palapa sebelum berhasil menyatukan seluruh wilayah Nusantara”. Mpu Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama menceritakan tentang zaman gemilang kerajaan di masa Hayam Wuruk dan juga silsilah raja sebelumnya tahun 1364 Gajah Mada meninggal disusun oleh Hayam Wuruk di tahun 1389 dan kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran.
Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa. Beberapa prasasti dan arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru dan juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan Gunung tersebut adalah tempat bersemayam para Dewa dan hanya keturunan Raja yang boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7 abad.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnyaWirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan]) hingga tahun 1527. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
Majapahit menurut pendapat para warga Desa Trowulan
Agama
Upacara keagamaan adalah suatu bentuk pemnuhan kebutuhan religi manusia yang pada dasarnya merupkan fenomen yang menggabungkan unsure social dan budaya. Pada masa majapahit ada tiga agama yang diakui sebagai agama negara, yaitu Agama Siwa ( Hindu) yang diurus Dharmadiyaksa Kasaiwan, Budha yang diurus Dharmadiyaksa Kasogatan. Aliran Karsyan ( pertapa ) yang diurus Menteri Herhaji.
Surya Majapahit
Merupakan salah satu cirri khas kesenian peninggalan Kerajaan Majapahit yang pada bagian dalamnya terdapat sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut “Dewata Nawa Sanga”. Dewa utama yang berada di lingkaran utama terdiri dari : Siwa (pusat), Iswara (timur), Mahadewa (barat daya), mahesora (tenggara), dan sangkara (barat laut). Sedangkan dewa minor berada pada sinar yang memancar yang terdiri dari : Indra (hujan/petir), Agni (api), Yama (maut), Nrrt (kesedihan), Baruna (laut), Bayu(angin), Isana (kekuatan alam).
Nandiswara
Nandiswara merupakan salah satu pengiring dewa siwa yang mempunyai kekutan sebagai penolak balak seperti halnya Mahakala. Biasanya digambarkan bertangan dua, tangan kiri memegang sampur, tangan kanan bertumpu pada miniatur bagnunan.
Nandi
Nandi merupakan lembu yang menjadi wahana atau kendaraan Dewa Siwa dalam mitologi Hindu, candying memiliki rca nandi adalah candi yang digunkan untuk Hindu-Siwa dan biasanya ditempatkan diruangan suci sebuah candi ( garbhaghra ). Nandi biasanya digambarkan diposisi mendekam.
Kolm Segaran
Bangunan kolam segaran dikelilingi tembok dari bata dengan tinggi dinding 3,16 meter dan lebar 1,6 meter. Pintu masuk ada disebelah barat. Fungsi dari kolam ini sebagai waduk penampung air, tetpi menurut berita Cina dan cerita rakyat, kolam ini sebagai tempat rekreasi dan menjmu tamu dari luar negeri. Diceritakan juga bila perjamuan selasai peralatan perjamuan seperti piring, sendok, dan sebagainnya dibuang dalam kolam untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang kaya. Tetapi, menurut cerita didalam kolam tersebut terdapat jaring yang membentang sepanjang kolam. Jadi ketika tamu majapahit yang dari mancanegara sudah kembali ke negrinya, maka barang-barang yang sudah dibuang tadi akan diambil kembali.
Ketika masa Majapahit dulu, dipojok-pojok kolam terdapat pintu-pintu untuk aliran air. Tetapi sekarang ditutup, suopaya tidak ditumbuhi rumput. Didalam kolam segaran sekarang tidak terdapat filter. Maka, apabila hujan terus menerus air dalam kolam tersebut akan mongering.
Candi Tikus
Candi Tikus ditemukan ditahun 1914 oleh Adipati Aryo Kromojoyo secara tidak sengaja. Penemuan tersebut diawali laporan bahwa didaerah itu terjangkit wabah tikius yang bersarang pada sebuah gundukan. Ketika gundukan itu dsibongkar ternyata didsalamnya ada sebuah candi yang dikelilingi delapan miniature candi lain yang menggambarkan gunung mahameru sebuah gunung suci yang merupakan sumber kehidupoan dengna dilambangkn oleh air yang mengalir dari btu candi.
Sumpah Amerta Palapa
“lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seran, tanjung pura, ring haru, ring oahang, pompo, ring bali, sunda, Palembang, tumasik, samana insun amukti palapa”. “setelah tunduk palapa saya akan beristirahat setelah kalah guru, seran, tanjung pura, haru, Pahang, pompo, bali, sunda, Palembang, tumasik, barulah saya akan beristirahat”.
Kesenian-kesenian (kearifan lokal) masyarakat majapahit diantaranya :
- Blencong
Merupakan wayang kulit, yaitu salah satu seni pertunjukan pada masa Majapahit. Cerita diambil dari epos Mahabarata dan Ramayana. Pertunjukan di mulai setelah matahari tenggelam. - Adanya lampu
Penerangan menggunakan lampu yang berbahan minyak kelapa, minyak jarak dan lemak hewan. - Hiasan pintu yang memiliki bentuk yang beraneka ragam.
- Alat rumah tangga
Sesuai dengan perkembanganmata pencaharian (sendok sayur, gayung, teko). - Adanya mata uang
Nama-nama mata uang ( ma, kepeng, gobog besar, gobog kecil) yang menandakan bahwa Majapahit sudah menjalin hubungan dengan Negara tetangga. - Prasasti Alasantan
Terdapat 4 lempeng yang dipahat pada salah satu sisi. Isinya mengisahkan pada tanggal 5 Kresnapaksa bulan Badrawada tahun 861 Saka, Sri Maharaja Halu Dyah Sendok Sri Isana Wikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan di bawah kekuasaan Bawang Mapapan ( ibu dari Rakyan Mapatih I Halu Dyah Sahasta) diberi hak otonom menjadi tanah sima. - Sumur Jobong : untuk pengairan sawah.
Sumur Bata Lengkung : untuk rumah tangga
Sumur Bata Kotak : merupakan sumur suci. - Perlengkapan ritual agama
Pedupan, cermin, bejana/ guci armetha.
Hayam Wuruk sendiri memiliki strategi untuk menyatukan Nusantaradengan cara menyatukan dua asrama antara Gajah Mada (Majapahit) dengan Dyah Pitaloka (Padjadjaran). Penyatuan nusantara sendiri dilambangkan dengan lingga dan yoni. Kerajaan Majapahit sendiri dikelilingi oleh sungai Br Lokasi keraton jarang ditemukan sedangkan bangunan candi berada di mana-mana, itu karena keraton terbuat dari bahan yang tidak seawet bahan yang diperuntukkan untuk bangunan candi. Manusia pada saat itu menempatkan candi pada daerah yang subur serta dapat memilih abtuan yang tepat. Dari sini dapat diambil niali-nilai kerifan lokal berupa tata letak dan pemilihan bahan yang tepat dan strategis.
Pada candi di jawa timur banyak yang hanya menggunakan batu bata yang hanya disusun tidan menggunakan tambahan bahan lain, dan uniknya batu bata tersebut dapat terjaga sampai sekarang. Dikatakan bahwa batu bata tersebut berasal dari bahan tanah yang ada akar serabutnya karna peda tanah tersebut tanahnya terurai sehingga jika dibakar dan direndam air semakin lama akan semakin awet dan menjadi bahan batu bata yang berkaualiatas. Candi di jawa tengah lebih menarik dari segi bentuk dari pada candi di jawa timur itu karena candi di jawa tengah dibangun dalam satu wangsa sedangkan di jawa timur berbeda-beda wangsa.
Konsep-konsep kubudayaan yang sakral seperti upacara dll sampai sekarangpun masih dilestarikan, hanya saja konsep pelaksanaannya yang berbeda dengan zaman dahulu. Upacara-upacara tersebur pada saat sekarang di realisasikan dalam bentuk kegiatan grebeg sura, da juga melalui bangunan dengan pendirian museum. Pelakunya bukan berarti harus orang hindu justru yang melakukan tersebut adalah orang-orang islam kejawen.antas dan empat gunung.
Sumber :
Djafar, Hasan.2013.Masa Akhir Majapahit:Gindrawarddhana&masalahnya:Komunitas Bambu
Drake, Earl.2012.Majapahit:Sandyakala Rajasawangs.Yogyakarta:Ombak
Komandoko,Gamal.2009.The Truel History of Majapahit:Diva Press
Sang, Siwi.2013.GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit.Temanggung:Pena Ananda Indie Publishing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar