WILAYAH KEKUASAAN KERAJAAN MAJAPAHIT
(Parwa ka-1)
Perwujudan Cakrawala Mandala Nusantara
Majapahit dalam abad 14 merupakan
kekuasaan besar di Asia Tenggara, menggantikan Mataram dan Sriwijaya,
dua buah Negara yang berbeda dasarnya, yang pertama merupakan Negara
pertanian, yang kedua adalah Negara maritim, kedua ciri itu dimiliki
oleh Majapahit.
Visi dan keinginan kuat untuk membangun kerajaan yang mengedepankan kekuatan maritim dan agraria telah menjadi tekad Raden Wijaya, anak menantu Kertanegara.
Visi itu diwujudkan dengan memilih lokasi
ibukota Kerajaan Majapahit di daerah Trik/Tarik di hilir sungai Brantas
dengan maksud memudahkan pengawasan perdagangan pesisir dan sekaligus
dapat mengendalikan produksi pertanian di pedalaman, selain itu
perluasan cakrawala mandala ke luar Pulau Jawa, yang meliputi daerah seluruh dwipantara.
Puncak kejayaan bahari tercapai pada abad
ke-14 ketika Majapahit menguasai seluruh Nusantara bahkan pengaruhnya
meluas sampai ke negara-negara asing tetangganya. Kerajaan Majapahit di
bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada, dan yang berada di
ujung terdepan armada laut Kerajaan Majapahit adalah Kapal Perang
Kerajaan yang dipimpin oleh Senapati Sarwajala (Laksamana Laut) Mpu
Nala; telah berkembang pesat menjadi kerajaan besar yang mampu
memberikan jaminan bagi keamanan perdagangan di wilayah Nusantara.
Penyatuan Nusantara oleh Majapahit melalui ekspedisi-ekspedisi bahari dimulai tak lama setelah Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa yang terkenal itu pada tahun 1334:
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun
huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring
Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Ekspansi bahari ini tercatat dalam Negara Kertagama anggitan Mpu Prapanca pada tahun 1365. Menurut kitab Pujasatra Nāgarakṛtāgama pupuh XIII dan XIV, berikut adalah daerah-daerah nusa pranusa pramuka “pulau demi pulau sebagai negara” bawahan Majapahit disebut sebagai mañcanagara.
Negara-negara taklukan di Jawa tidak disebut karena masih dianggap sebagai bagian dari “mandala” kerajaan.
Hal yang menarik adalah tidak disebutkan
sama sekali mengenai Kerajaan Sunda dan Madura. Perlu pula disadari
bahwa nama-nama di bawah ini adalah berdasarkan klaim Majapahit dan
belum pernah ditemukan bukti mengenai pengakuan suatu daerah atas
kekuasaan negara itu.
Dalam daftar ini diberikan pula nama modern suatu tempat bila sudah disepakati sebagian besar ahli sejarah.
Buku ini membagi wilayah kekuasaan Majapahit dalam empat kelompok wilayah:
I. Wilayah-wilayah Sumatra.
Sumatra disebut di Nāgarakṛtāgama sebagai “Melayu”
- Jambi.
- Palembang.
- Keritang, sekarang kecamatan Keritang Indragiri Hilir.
- Teba (Batak Toba).
- Darmasraya (Kerajaan Malayu Dharmasraya).
- Kandis.
- Kahwas.
- Minangkabau (masyarakat periode pra-Pagaruyung).
- Siak, masyarakat pra-Kesultanan Siak.
- Rokan (Rokan Hilir dan Rokan Hulu).
- Kampar.
- Pane (Panai).
- Kampe (Pulau Kampai, pulau di Kabupaten Langkat sekarang).
- Haru (atau Aru, berpusat di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang sekarang).
- Mandsailing.
- Tamihang (Aceh Tamiang).
- Perlak (Peureulak).
- Padang Lawas.
- Samudra.
- Lamuri (pusatnya sekarang berupa desa di Kabupaten Aceh Besar).
- Bantan (Pulau Bintan).
- Lampung.
- Barus (atau Pancur, kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah sekarang).
II. Wilayah-wilayah di Tanjung Negara (Kalimantan) dan Tringgano (Trengganu) .
Kalimantan disebut di Nāgarakṛtāgama sebagai “Nusa Tanjungnegara” dan/atau “Pulau Tanjungpura”
- Kapuas-Katingan (sekarang Kabupaten Kapuas-Kabupaten Katingan di Kalimantan Tengah).
- Sampit (sekarang ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur).
- Kuta Lingga (artinya kota Lingga, situs Candi Laras?/Kerajaan Negara Dipa)
- Kuta Waringin (artinya kota beringin, masyarakat pra-Kerajaan Kotawaringin, sekarang Kabupaten Kotawaringin Barat).
- Sambas (Kerajaan Sambas Kuno, sekarang Kanupaten Sambas).
- Lawai (hulu sungai Kapuas).
- Kadandangan (sekarang kecamatan Kendawangan, Ketapang).
- Landa (Kerajaan Landak, sekarang Kabupaten Landak).
- Samadang (Semandang, wilayah Kerajaan Tanjungpura)
- Tirem (Tirun/Kerajaan Tidung, sekarang Kota Tarakan?)
- Sedu (di Serawak).
- Barune (sekarang negara Brunai).
- Kalka
- Saludung (Kingdom of Maynila), sekarang Kota Manila, Filipina)
- Solot (kerajaan masyarakat [Dayak]-Buranun, penduduk pegunungan di Kepulauan Sulu cikal bakal suku Suluk/Kesultanan Sulu).
- Pasir (masyarakat pra-Kesultanan Pasir, sekarang Kabupaten Paser).
- Barito (sekarang Kabupaten Barito Utara).
- Sawaku (Sawakung – Berau kuno atau kecamatan Pulau Sebuku, Kota Baru).
- Tabalung (sekarang Kabupaten Tabalong dengan kotanya Tanjungpuri di tepi sungai Tabalong, ibukota pertama Kesultanan Banjar pada era Hindu).
- Tanjung Kutei (Kesultanan Kutrai Kartanagara, Tanjung = Berau kuno)
- Malano (“di Nusa Tanjungpura”, masyarakat suku Melanau di Serawak dan Kalimantan Barat).
III. Wilayah-wilayah di sekitar Tumasik (Singapura)
Semenanjung Malaya: Wilayah yang sekarang dikenal sebagai Malaysia Barat ini disebut di Nāgarakṛtāgama sebagai “Hujung Medini”
- Pahang, negara bagian Pahang, Malaysia.
- Langkasuka.
- Saimwang.
- Kelantan.
- Terengganu.
- Johor.
- Paka, sekarang cuma merupakan desa nelayan.
- Muar, sekarang distrik di Johor.
- Dungun, sekarang adalah desa nelayan di Terengganu
- Tumasik, sekarang menjadi negara Singapura.
- Kelang, (Selangor).
- Kedah.
- Jerai.
- Kanjapiniran.
IV. Wilayah-wilayah di sebelah timur Pulau Jawa (Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai Irian).
- Bali (yang disebut adalah Bedahulu dan Lawagajah (Lilowang, Negara).
- Sukun.
- Taliwang (di Pulau Sumbawa).
- Pulau Sapi.
- Dompo (Dompu).
- Sang Hyang Api (Gunung Api, Sangeang).
- Hutan Kendali (Pula Buru).
- Pulau Gurun (Gorong), atau Lombok Mirah (Lombok Timur).
- Sasak (dikatakan “diperintah seluruhnya”).
- Sulawesi yaitu Batayan (Bontain, Bantaeng?).
- Luwuk (Kesultanan Luwu).
- Udamakatraya dan pulau lain-lainnya.
- “Pulau” Makasar.
- Pulau Butun (Buton, Kesultanan Buton).
- Pulau Banggawi (Kepulauan Banggai).
- Kunir (P. Kunyit).
- Galian.
- Salaya (Saleier), Salayar (Pulau Selayar).
- Sumba.
- Bima.
- Solot (Solor).
- Maluku yaitu Muar (Kei).
- Wanda(n) (Kepulauan Banda).
- Ambon atau pulau Maluku.
- Ternate.
- Wanin (Onin, daerah Kabupaten Fakfak).
- Seran (Pulau Seram, Irian bagian Selatan).
- Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Bahkan juga terungkap dalam catatan sejarah bahwa pengaruh dalam kaitan sebagai negara-negara Mitreka Satata, Kerajaan Majapahit telah sampai kepada beberapa wilayah negara asing, antara lain:
a. Syangkayodhyapura (Ayutthaya dari Thailand),
b. Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat),
c. Marutma,
d. Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar),
e. Kerajaan Champa (Kamboja),
f. Yawana
g. (Annam),
sebagai negara aliansi Majapahit, selain itu terdapat beberapa negara yang menjalin kemitraan dengan Majapahit adalah:b. Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat),
c. Marutma,
d. Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar),
e. Kerajaan Champa (Kamboja),
f. Yawana
g. (Annam),
a. Lagor,
b. India,
c. Filipina, dan
d. Cina
b. India,
c. Filipina, dan
d. Cina
Keberhasilan Kerajaan Majapahit
mewujudkan visi Sumpah Palapa, selain dibakar semangat kebangsaan
patriotik di bawah komando Mahapatih Gajah Mada, juga banyak disumbang
oleh keberhasilan Majapahit dalam mengembangkan teknologi bahari berupa
kapal bercadik yang menjadi tumpuan utama kekuatan armada lautnya.
Gambaran model konstruksi kapal bercadik
sejak zaman Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit telah terpahat rapih
pada relief Candi Borobudur.
Armada laut Majapahit ini didukung oleh
persenjataan andalan berupa meriam hasil rampasan dari bala tentara
Kubilai Khan ketika menyerang Kediri (atas tipudaya Raden Wijaya) yang
ditiru Majapahit dari peralatan perang Kubilai Khan itu.
Wilayah kekuasaaan langsung
Semua kebesaran itu diawali di sebuah
wilayah di Jawa Timur, bernama Trowulan, Mojokerto. Di sini dijumpai
peninggalan-peninggalan budaya Majapahit yang eksotis yang bersifat
monumental maupun artefak.
Wilayah Majapahit yang terletak di lembah
sungai Brantas di sebelah tenggara kota Mojokerto, di daerah Tarik,
sebuah kota kecil di persimpangan kali Mas dan kali Porong. Diperkirakan
pada akhir tahun 1292 tempat itu masih merupakan hutan belantara, penuh
dengan pohon maja seperti kebanyakan dengan daerah lainnya di sungai
Berantas.
Dengan bantuan Adipati Wiraraja dari
sumenep yang mengirim orang dari Madura, berhasil ditebang untuk
dijadikan pemukiman dan dinamakan Majapahit.
Pada bulan ketiga tahun 1293, setelah
seluruh pasukan Tartar dibawah pimpinan Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing
berkumpul di mulut sungai Kali Mas, penyerbuan ke kerajaan Singasari
mulai dilancarkan.
Kekuatan kerajaan Singasari di sungai
tersebut dapat dilumpuhkan, lebih dari 100 kapal berdekorasi kepala
raksasa dapat disita karena seluruh prajurit dan pejabat yang
mempertahankannya melarikan diri untuk bergabung dengan pasukan
induknya.
Peperangan besar baru terjadi pada hari
ke-15, bila dihitung semenjak pasukan Mongol mendarat dan membangun
kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara gabungan Mongol dengan
Raden Wijaya berhasil mengalahkan pasukan Singasari.
Kekalahan ini menyebabkan sisa pasukan
kembali melarikan diri untuk berkumpul di Daha, ibukota Singasari.
Pasukan Ike Mese, Kau Hsing, dan Raden Wijaya melakukan pengejaran dan
berhasil memasuki Daha beberapa hari kemudian. Pada hari ke-19 terjadi
peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Singasari.
Dilindungi oleh lebih dari 10.000 pasukan
raja Jayakatwang berusaha memenangkan pertempuran mulai dari pagi
hingga siang hari. Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol
menggunakan meriam yang pada zaman itu masih tergolong langka di dunia.
Terjadi tiga kali pertempuran besar
antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan
dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Singasari terpecah dua,
sebagian menuju sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh
orang-orang Mongol, sedang sebagian lagi sebanyak lebih kurang 5.000
dalam keadaan panik akhirnya terbunuh setelah bertempur dengan tentara
gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak Jayakatwang yang
melarikan diri ke perbukitan di sekitar ibukota dapat ditangkap dan
ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu orang.
Jayakatwang menyadari kekalahannya, ia
mundur dan bertahan di dalam kota yang dikelilingi benteng. Pada sore
harinya ia memutuskan keluar dan menyerah karena tidak melihat
kemungkinan untuk mampu bertahan.
Kemenangan pasukan gabungan ini
menyenangkan bangsa Mongol. Seluruh anggota keluarga raja dan pejabat
tinggi Singasari berikut anak-anak mereka ditahan oleh bangsa Mongol.
Sejarah Cina mencatat bahwa sebulan
kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya memberontak dan membunuh
200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit untuk menyiapkan
persembahan kepada Kaisar Kubilai Khan.
Adalah Sora dan Ranggalawe, dua panglima
perang Majapahit yang sempat membantu orang-orang Mongol menjatuhkan
Jayakatwang, melakukan penumpasan itu.
Setelah itu, dengan membawa pasukan yang
lebih besar, Raden Wijaya menyerang balik orang-orang Mongol dan memaksa
mereka keluar dari Pulau Jawa.
Shih Pi dan Kau Hsing yang terpisah dari
pasukannya itu harus melarikan diri sampai sejauh 300 li (± 130
kilometer), sebelum akhirnya dapat bergabung kembali dengan sisa pasukan
yang menunggunya di pesisir utara. Dari sini ia berlayar selama 68 hari
kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou.
Setelah Daha runtuh pada bulan April
tahun 1293 oleh serbuan tentara tartar dan bantuan Sanggramawijaya, desa
Majapahit dijadikan pusat pemerintahan kerajaan baru yang disebut
kerajaan Majapahit.
Pada waktu itu wilayah Majapahit meliputi
kerajaan lama Singasari, hanya sebagian besar dari jawa timur.
Sepeninggal Rangga Lawe pada tahun 1295, atas bantuan Wiraraja dengan
janji Sanggramawijaya, kerajaan Majapahit dibelah menjadi dua.
Bagian timur, yang meliputi daerah
Lumajang, diserahkan kepada Wiraraja. Pada akhir abad tigabelas kerajaan
Majapahit meliputi Kediri, Singasari, Janggala (Surabaya), dan Pulau
Madura.
Penumpasan Nambi pada tahun 1316 daerah
Lumajang bergabung lagi dengan Majapahit yang tercatat dalam Lamongan.
Maka sejak tahun 1331 wilayah Majapahit diperluas berkat penundukan
Sadeng, ditepi sungai Badadung dan Keta di pantai Utara dekat Panarukan
yang diberitakan dalam Nagarakertagama pupuh XLVIII (48):2, XLIX (49):3
dan dalam Pararaton.
Pada waktu itu wilayah kerajaan Majapahit meliputi seluruh Jawa Timur dan Pulau Madura.
Uraian Nāgarakṛtāgama pupuh XLVIII (48):2, XLIX (49):3 adalah sebagai berikut:Nāgarakṛtāgama pupuh XLVIII (48) : 2
ring sakakala mukti-guna-paksa-rupa madhumesa ta pwa caritan
sri jayanagara n’umangkat anghilangaken musuh ri lamajang
bhrasta pu nambi sak sakulagotra ri pajarakan kutanya kapugut
wrinwrin ares tikang jagat I kaprawiran ira sang narendra siniwi.
sri jayanagara n’umangkat anghilangaken musuh ri lamajang
bhrasta pu nambi sak sakulagotra ri pajarakan kutanya kapugut
wrinwrin ares tikang jagat I kaprawiran ira sang narendra siniwi.
(Tersebut pada tahun ring sakakala
mukti-guna-paksa-rupa (1238Ç) bulan Madu, Baginda Jayanagara berangkat
ke Lumajang menyirnakan musuh,
Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan,
Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda.)
Nāgarakṛtāgama pupuh XLIX (49) . 3Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan,
Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda.)
ring agniswari saka tang satru sirnna
sadeng mwang ketalah dinon ing swabhrtya
tewek ning jagad raksana bwatnya sumrah
ri sang mantry anama madatyanta wijna.
sadeng mwang ketalah dinon ing swabhrtya
tewek ning jagad raksana bwatnya sumrah
ri sang mantry anama madatyanta wijna.
(Tahun ring agniswari saka (1253Ç), Sirna musuh
di Sadeng, Keta diserang,
Selama bertakhta, semua terserah,
Kepada menteri bijak, Mada namanya.)
Wilayah otonomi luasdi Sadeng, Keta diserang,
Selama bertakhta, semua terserah,
Kepada menteri bijak, Mada namanya.)
Wilayah kerajaan Majapahit, khususnya di
Jawa dibagi menjadi sejumlah propinsi yang membawahi sejumlah penguasa
lokal: bupati, akuwu, dan demang. Para penguasa lokal ini menerima
kekuasaan dari raja.
Namun ia harus melakukan kewajiban
seperti menyediakan tenaga untuk keperluan raja dan kepentingan militer
jika diperlukan, dan membayar pajak. Pada saat-saat tertentu mereka
menghadap ke ibukota atau ke istana untuk menyatakan kesetiaan.
Dalam perkembangan pemerintahan
selanjutnya, setelah wilayah Majapahit semakin luas, raja dijadikan
sebagai pusat kosmis. Untuk itu diangkatlah keluarga raja menjadi
adhipati atau gubernur pada negara-negara atau propinsi sebagai
penghubung antara raja dan masyarakat desa.
Dalam konteks demikian Raja Hayam Wuruk
mengukuhkan undang-undang pemerintahan dan ditetapkannya hari jadi
pemerintahan nagara setingkat provinsi di Jawa Timur dalam struktur
pemerintahan kerajaan Majapahit pada tanggal 27 Maret 1365 M.
Dari informasi yang ditemukan secara vertikal struktur pemerintahan Majapahit dari atas ke bawah adalah sebagai berikut: Bhumi, Nagara, Watek, Kuwu, Wanua, dan Kabuyutan
Wilayah propinsi pada Kerajaan Majapahit yang semula pada abad XIV berdasarkan pemberitaan Nāgarakṛtāgama berjumlah dua belas, yaitu:
- Kahuripan (Janggala): di bawah pemerintahan Tribhuwanatunggadewi — Ibu Raja.
- Daha (Kediri): di bawah pemerintahan Rajadewi Maharajasa — Bibi/Mertua.
- Singasari: di bawah pemerintahan Kertawardhana — Ayah Raja.
- Wengker (Ponorogo): di bawah pemerintahan Wijayarajasa — Paman/Mertua.
- Matahun (Bojonegoro): di bawah pemerintahan Rajasawardhana Suami Bhre, Lasem — sepupu Prabu Hayam Wuruk.
- Wirabhumi (Blambanagan): di bawah pemerintahan Nagarawardhani — Kemenakan Prabu Hayam Wuruk.
- Paguhan: di bawah pemerintahan Sangawardhana — Ipar Prabu Hayam Wuruk.
- Kabalan: di bawah pemerintahan Kusumawardhani — Anak perempuan.
- Pawanuan: di bawah pemerintahan Surawardhani.
- Lasem (Jawa Tengah): di bawah pemerintahan Rajasaduhita Indudewi — Sepupu Hayam Wuruk.
- Pajang (dekat Solo): di bawah pemerintahan Rajasaduhitaiswari — Saudara perempuan Prabu Hayam Wuruk,
- Mataram (Yogyakarta): di bawah pemerintahan Wikramawardhana — Kemenakan perempuan Prabu Hayam Wuruk.
Keempat belas daerah dan natha tersebut adalah:
Dalam Prasasti Waringin Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seorang yang bergelar bhre.
Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu: Daha, Jagaraga, Kabalan, Wengker, Kahuripan, Keling, Kelinggapura, Kembang Jenar, Matahun, Pajang, Singhapura, Tanjungpura, Tumapel, dan Wirabhumi.
- Kahuripan (Janggala): di bawah pemerintahan Rajasawardhana Dyah Wijayakumara.
- Daha (Kadiri): di bawah pemerintahan Jayawardhani Dyah Iswara.
- Wengker (Ponorogo): di bawah pemerintahan Girisawardhana Dyah Suryawikrama.
- Tumapel (Singhasari): di bawah pemerintahan Singawikramawardhana Dyah Suraprabawa.
- Wirabhumi (Blambangan): di bawah pemerintahan Wijayaparekraman Dyah Samarawijaya.
- Wirabhumi (Blambangan): di bawah pemerintahan Rajasawardhana Indudewi Dyah Pureswari. [Terdapat satu daerah yang dikuasi oleh duia orang, yakni Blambangan (?)]
- Jagaraga (Ngawi): di bawah pemerintahan Wijayaindudewi Dyah Wijayaduhita.
- Kling (Timur Kadiri): di bawah pemerintahan Girindrawardhana Dyah Wijayakarana.
- Singapura: di bawah pemerintahan Rajasawardhanadewi Dyah Sripura.
- Kalinghapura: di bawah pemerintahan Kamalawarnadewi Dyah Sudayitra.
- Kembang Jenar: di bawah pemerintahan Rajanandeswari Dyah Sudarmini.
- Kabalan: di bawah pemerintahan Mahamahisi Dyah Sawitri.
- Pajang (dekat Solo): di bawah pemerintahan Dyah Sura Iswari.
- Tanjungpura: di bawah pemerintahan Mangalawardhani Dyah Suragharini.
Pujasastra Nāgarakṛtāgama (khususnya pupuh VIII-XII) merupakan sumber tertulis yang penting untuk mengetahui gambaran kota Majapahit sekitar tahun 1350.
Kota pada masa itu bukanlah kota dalam
arti kota modern, demikian pernyataan Pigeaud (1962), ahli sejarah
bangsa Belanda, dalam kajiannya terhadap Pujasastra Nāgarakṛtāgama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.
Ia menyimpulkan, Majapahit bukan kota
yang dikelilingi tembok, melainkan sebuah kompleks permukiman besar yang
meliputi sejumlah kompleks yang lebih kecil, satu sama lain dipisahkan
oleh lapangan terbuka. Tanah-tanah lapang digunakan untuk kepentingan
publik, seperti pasar dan tempat-tempat pertemuan.
Maclaine Pont (1924-1926), seorang arsitek Belanda, coba menghubungkan gambaran kota Majapahit yang tercatat dalam Pujasastra Nāgarakṛtāgama dengan peninggalan situs arkeologi di daerah Trowulan.
Hasilnya adalah sebuah sketsa tata kota
Majapahit, setelah dipadukan dengan bangunan-bangunan purbakala yang
terdapat di Situs Trowulan.
Benteng kota Majapahit digambarkan dalam bentuk jaringan jalan dan tembok keliling yang membentuk blok-blok empat persegi.
Pada tahun 1981 keberadaan kanal-kanal
dan waduk-waduk di Situs Trowulan semakin pasti diketahui melalui studi
foto udara yang ditunjang oleh pengamatan di lapangan dengan pendugaan
geoelektrik dan geomagnetik.
Hasil penelitian kerja sama Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan
Ditlinbinjarah, UGM, ITB, dan Lapan itu diketahui bahwa Situs Trowulan
berada di ujung kipas aluvial vulkanik yang sangat luas, memiliki
permukaan tanah yang landai dan baik sekali bagi tata guna tanah.
Waduk-waduk Baureno, Kumitir, Domas,
Kraton, Kedungwulan, Temon, dan kolam-kolam buatan seperti Segaran,
Balong Dowo, dan Balong Bunder, yang semuanya terdapat di Situs
Trowulan, letaknya dekat dengan pangkal kipas aluvial Jatirejo.
Melalui pengamatan foto udara inframerah,
ternyata di Situs Trowulan dan sekitarnya terlihat adanya jalur-jalur
yang berpotongan tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan
timur-barat. Jalur-jalur yang membujur timur-barat terdiri atas delapan
jalur, sedangkan jalur-jalur yang melintang utara-selatan terdiri atas
enam jalur.
Selain jalur-jalur yang bersilangan tegak
lurus, ditemukan pula dua jalur yang agak menyerong. Berdasarkan uji
lapangan pada jalur-jalur dari foto udara, ternyata jalur-jalur tersebut
adalah kanal-kanal, sebagian masih ditemukan tembok penguat tepi kanal
dari susunan bata.
Lebar kanal-kanal berkisar 35-45 meter.
Kanal yang terpendek panjangnya 146 meter, yaitu jalur yang melintang
utara-selatan yang terletak di daerah Pesantren, sedangkan kanal yang
terpanjang adalah kanal yang berhulu di sebelah timur di daerah Candi
Tikus dan berakhir di Kali Gunting (di Dukuh Pandean) di daerah
baratnya.
Kanal ini panjangnya sekitar 5 kilometer.
Hal yang menarik, sebagian besar situs-situs di Trowulan dikelilingi
oleh kanal-kanal yang saling berpotongan, membentuk sebuah denah segi
empat yang luas, dibagi lagi oleh beberapa bidang segi empat yang lebih
kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar