KERAJAAN SAUNGGALAH I (KUNINGAN)
Awal kisah di mulai dari Kerajaan Saunggalah I (Wilayah Kuningan sekarang)
yang sebenarnya telah eksis sejak awal abad 8M; seperti yang terinformasikan
dalam naskah lama Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa dengan nama Saunggalah.
Rajanya bernama Resiguru Demunawan kakak kandung Purbasora (Raja di Galuh
716-732M). Ayahnyalah (Rahyang Sempakwaja yaitu Penguasa Galunggung) yang mendudukkannya
menjadi raja di Saunggalah I.
Tokoh yang mempunyai gelar Resiguru dalam sejarah Sunda hanya dipunyai oleh
tiga tokoh, yaitu Resiguru Manikmaya (Raja di Kendan, 536-568M), Resiguru
Demunawan (di Saunggalah I/Kuningan, awal abad 8M) dan Resiguru Niskala Wastu
Kancana (Raja di Kawali, 1371-1475M). Resiguru adalah gelar yang sangat
terhormat bagi seorang raja yang telah membuat/menurunkan suatu “AJARAN” (visi
hidup, teh way of live) bagi acuan hidup keturunannya (mungkin yang disebut
dalam naskah kuna dengan istilah Sanghyang Linggawesi?).
Bila demikian halnya, maka tidak ayal lagi Resiguru Demunawan, tokoh cikal
bakal Kerajaan Saunggalah I pun mempunyai atau membuat suatu “AJARAN”.
Keyakinan ini dibuktikan oleh seorang keturunannya yang juga menjadi Raja di
Saunggalah I (Kuningan) dan kemudian pindah menjadi raja di Saunggalah II
(Mangunreja/Sukapura) yaitu PRABUGURU DARMASIKSA (1175-1297 M) yang memerintah
selama 122 tahun (!).
Prabuguru Darmasiksa pertama kali memerintah di Saunggalah I (persisnya
sekarang di desa Ciherang, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan selama beberapa tahun)
yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari istrinya yang berasal dari
Darma Agung, yang bernama Prabu Purana (Premana?).
KERAJAAN SAUNGGALAH II (MANGUNREJA - SUKAPURA - TASIKMALAYA)
Kemudian Prabuguru Darmasiksa pindah ke Saunggalah II (sekarang daerah
Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya), yang nantinya
kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu Ragasuci. Adapun
Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Karajaan Sunda (Pakuan) sampai
akhir hayatnya.
Setelah ditelusuri, ternyata Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang
meletakkan dasar-dasar Pandangan Hidu/Visi ajaran hidup secara tertulis berupa
nasehat. Naskahnya disebut sebagai AMANAT DARI GALUNGGUNG, disebut juga sebagai
NASKAH CIBURUY (nama tempat di Garut Selatan tempat ditemukan naskah Galunggung
tsb) atau disebut pula KROPAK No.632, ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar
yang terdiri atas 12 halaman; menggunakan aksara Sunda Kuna.
Dalam naskah Amanat Dari Galunggung diharapkan kita akan dapat menyebutnya
sebagai “AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA” yang hanya terdiri dari 6 lembar daun
nipah. Didalam amanat ini tersirat secara lengkap apa visi hidup yang harus
dijadikan pegangan masyarakat dan menjadi citra jatidiri kita (khususnya
Sukapura/Tasikmalaya), lebih makronya lagi bagi orang Sunda yang kemudian
mungkin merupakan kontribusi bagi kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang berwawasaan Nusantara.
Di bawah rangkuman amanat-amanat Prabuguru Darmasiksa dari setiap halaman
(yang diberi nomor sesuai dengan terjemahan Saleh Danasasmita dkk, 1987).
Sistematika rangkuman tersebut terbagi dalam 4 point:
1. Amanat yang bersifat
pegangan hidup /cecekelan hirup.
2. Amanat yang bersifat
perilaku yang negatif (non etis) ditandai dengan kata penafian “ulah” (jangan).
3. Amanat yang bersifat
perilaku yang positif (etis) ditandai dengan kata imperatif “kudu” (harus).
4. Kandungan nilai,
sebagai interpretasi penulis.
AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA
Terjemahan bebas
HALAMAN 1
Pegangan Hidup:
Prabu Darmasiksa menyebutkan lebih dulu
9 nama-nama raja leluhurnya.
Darmasiksa memberi amanat ini adalah
sebagai nasihat kepada: anak, cucu, umpi (turunan ke-3), cicip (ke-4), muning
(ke-5), anggasantana (ke-6), kulasantana (ke-7), pretisantana (ke-8), wit wekas
( ke-9, hilang jejak), sanak saudara, dan semuanya.
Kandungan Nilai:
Mengisyaratkan kepada kita bahwa harus
menghormati/mengetahui siapa para leluhur kita. Ini kesadaran akan sejarah
diri.
Mengisyaratkan pula kesadaran untuk
menjaga kualitas (SDM) keturunannya dan seluruh insan-insan masyarakatnya.
HALAMAN 2
Pegangan Hidup:
Perlu mempunyai kewaspadaan akan
kemungkinan dapat direbutnya kemuliaan (kewibawaan dan kekuasaan) serta
kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan merasa diri yang paling benar,
paling jujur, paling lurus.
Jangan menikah dengan saudara.
Jangan membunuh yang tidak berdosa.
Jangan merampas hak orang lain.
Jangan menyakiti orang yang tidak
bersalah.
Jangan saling mencurigai.
Kandungan Nilai:
Sebagai suatu bangsa (Sunda) harus tetap
waspada, tidak boleh lengah jangan sampai kekuasaan dan kemuliaan kita/Sunda
direbut/didominasi oleh orang asing.
Kebenaran bukan untuk diperdebatkan tapi
untuk diaktualisasikan.
Pernikahan dengan saudara dekat tidak
sehat.
Segala sesuatu harus mengandung nilai
moral.
HALAMAN 3
Pegangan Hidup:
Harus dijaga kemungkinan orang asing
dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan).
Siapa saja yang dapat menduduki tanah
yang disakralkan (Galunggung), akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya,
bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
Bila terjadi perang, pertahankanlah
kabuyutan yang disucikan itu.
Cegahlah kabuyutan (tanah yang
disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing.
Lebih berharga kulit lasun (musang) yang
berada di tempat sampah dari pada raja putra yang tidak bisa mempertahankan
kabuyutan/tanah airnya.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan memarahi orang yang tidak
bersalah.
Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang
telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.
Kandungan Nilai:
Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan,
bisa dikonotasikan sebagai tanah air (lemah cai, ibu pertiwi). Untuk orang
Sunda adalah Tatar Sunda-lah tanah yang disucikannya (kabuyutannya). Untuk
orang Sukapura/Tasikmalaya ya wilayahnya itulah tanah yang disucikannya.
Siapa yang bisa menjaga tanah airnya
akan hidup bahagia.
Pertahankanlah eksistensi tanah air kita
itu. Jangan sampai dikuasai orang asing.
Alangkah hinanya seorang anak bangsa,
jauh lebih hina dan menjijikan dibandingkan dengan kulit musang (yang berbau
busuk) yang tercampak di tempat samah (tempat hina dan berbau busuk), bila anak
bangsa tsb tidak mampu mempertahankan tanah airnya.
Hidup harus mempunyai etika.
HALAMAN 4
Pegangan Hidup:
Hindarilah sikap tidak mengindahkan
aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri.
Orang yang melanggar aturan, tidak tahu
batas, tidak menyadari akan nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab
diserang musuh yang “halus”.
Orang yang keras kepala, yaitu orang
yang ingin menang sendiri, tidak mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak
mengindahkan ajaran moral (patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi
tegal.
Kandungan Nilai:
Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk
mentaati “pantangan” diri sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar
hukum, bermoral; tahu batas dan dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Orang yang moralnya rusak sulit
diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang
keras kepala.
HALAMAN 5
Pegangan Hidup:
Orang yang mendengarkan nasihat
leluhurnya akan tenteram hidupnya, berjaya. Orang yang tetap hati seibarat
telah sampai di puncak gunung.
Bila kita tidak saling bertengkar dan
tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia
akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening
airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh.
Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan
hidup kita semua.
Jangan kosong (tidak mengetahui) dan
jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur.
Semua yang dinasihatkan bagi kita semua
ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.
Kandungan Nilai:
Manusia harus rendah hati jangan angkuh.
Agama sebagai pegangan hidup harus
ditegakkan.
Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan
para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.
HALAMAN 6
Pegangan Hidup:
Sang Raja Purana merasa bangga dengan
ayahandanya (Rakeyan Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang
lengkap dan sempurna.
Bila ajaran Darmasiksa ini tetap
dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi:
- Raja pun akan tenteram dalam
menjalankan tugasnya;
- Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar
mengumpulkan bahan makanan.
- Ahli strategi akan unggul perangnya.-
Pertanian akan subur.- Panjang umur.
§
SANG RAMA (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas
kemakmuran hidup.
§ SANG RESI (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab
atas kesejahteraan.
§ SANG PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas
kelancaran pemerintahan.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan berebut kedudukan.
Jangan berebut penghasilan.
Jangan berebut hadiah.
Perilaku Yang Positif:
Harus bersama- sama mengerjakan
kemuliaan, melalui: perbuatan, ucapan dan itikad yang bijaksana.
Kandungan Nilai:
Seorang ayah/orang tua harus menjadi
kebangagan puteranya/keturunannya.
Melaksanakan ajaran yang benar secara
konsisten akan mewujudkan ketenteraman dan keadil-makmuran.
Bila tokoh yang tiga (Rama, Resi dan
Prabu), biasa disebut dengan Tri Tangtu di Bumi (Tiga penentu di Dunia),
berfungsi dengan baik, maka kehidupan pun akan sejahtera.
Hidup jangan serakah.
Kemuliaan itu akan tercapai bila
dilandasi dengan tekad, ucap dan lampah yang baik dan benar.
HALAMAN 7
Pegangan Hidup:
Kita akan menjadi orang terhormat dan
merasa senang bila mampu menegakkan agama/ajaran.
Kita akan menjadi orang
terhormat/bangsawan bila dapat menghubungkan kasih sayang/silaturahmi dengan
sesama manusia.
Itulah manusia yang mulia.
Dalam ajaran patikrama (etika), yang
disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan.
Buruk amalnya ya buruk pula tapanya,
sedang amalnya ya sedang pula tapanya; sempurna amalnya/kerjanya ya sempurna
tapanya.
Kita menjadi kaya karena kita bekerja,
berhasil tapanya.
Orang lainlah yang akan menilai
pekerjaan/tapa kita.
Perilaku Yang Positif:
Perbuatan, ucapan dan tekad harus
bijaksana.
Harus bersifat hakiki,
bersungguh-sungguh, memikat hati, suka mengalah, murah senyum, berseri hati dan
mantap bicara.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan berkata berteriak, berkata
menyindir-nyindir, menjelekkan sesama orang dan jangan berbicara mengada-ada.
Kandungan Nilai:
Manusia yang mulia itu adalah yang taat
melaksanakan agama/ajaran dan mempererat silaturahmi dengan sesama orang.
Dalam budaya Sunda, yang disebut bertapa
itu adalah beramal/bekerja/berkarya.
Etika dan tatakrama dalam bermasyarakat
perlu digunakan.
HALAMAN 8
Pegangan Hidup:
Bila orang lain menyebut kerja kita
jelek, yang harus disesali adalah diri kita sendiri.
Tidak benar, karena takut dicela orang,
lalu kita tidak bekerja/bertapa.
Tidak benar pula bila kita berkeja hanya
karena ingin dipuji orang.
Orang yang mulia itu adalah yang
sempurna amalnya, dia akan kaya karena hasil tapanya itu.
Camkan ujaran para orang tua agar masuk
surga di kahiyangan.
Kejujuran dan kebenaran itu ada pada
diri sendiri.
Itulah yang disebut dengan kita
menyengaja berbuat baik.
Perilaku Yang Positif:
Yang disebut berkemampuan itu
adalah:
Harus cekatan, terampil, terampil, tulus
hati, rajin dan tekun, bertawakal, tangkas, bersemangat, s perwira/berjiwa
pahlawan, cermat, teliti, penuh keutamaan dan berani tampil. Yang dikatakan
semua ini itulah yang disebut orang yang BERHASIL TAPANYA, BENAR-BENAR KAYA,
KESEMPURNAAN AMAL YANG MULIA.
Kandungan Nilai:
Manusia perlu introspeksi dan
retrospeksi.
Jangan menyalahkan orang lain.
Berkerja harus iklas jangan karena ingin
dipuji orang.
Orang yang mulia itu adalah orang yang
bekerja/beramal/berkarya.
Kejujuran dan kebenaran ada di dalam
diri pribadi, itu adalah hati nurani.Manusia yang mulia itu adalah yang
mempunyai kualitas SDM prima.
HALAMAN 9
Pegangan Hidup:
Perlu diketahui bahwa yang mengisi
neraka itu adalah manusia yang suka mengeluh karena malas beramal; banyak yang
diinginkannya tetapi tidak tersedia di rumahnya; akhirnya meminta-minta kepada
orang lain.
Perilaku Yang Negatif:
Arwah yang masuk ke neraka itu dalam
tiga gelombang, berupa manusia yang pemalas, keras kepala, pandir/bodoh,
pemenung, pemalu, mudah tersinggung/babarian, lamban, kurang semangat, gemar tiduran,
lengah, tidak tertib, mudah lupa, tidak punya keberanian/pengecut, mudah
kecewa, keterlaluan/luar dari kebiasaan, selalau berdusta, bersungut-sungut,
menggerutu, mudah bosan, segan mengalah, ambisius, mudah terpengaruh, mudah
percaya padangan omongan orang lain, tidak teguh memegang amanat, sulit hat,
rumit mengesalkan, aib dan ista.
Kandungan Nilai:
Manusia perlu menyadari keadaan dirinya.
Jangan konsumtif tetapi harus produktif
dan pro aktif, beretos kerja tinggi serta mempunyai kepribadian dan berkarakater
yang positif.
Karater yang negatif membawa
kesengsaraan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
HALAMAN 10
Pegangan Hidup:
Orang pemalas tetapi banyak yang
diinginkannya selalu akan meminta dikasihani orang lain. Itu sangat tercela.
Orang pemalas seperti air di daun talas,
plin-plan namanya. Jadilah dia manusia pengiri melihat keutamaan orang lain.
Amal yang baik seperti ilmu padi makin
lama makin merunduk karena penuh bernas.
Bila setiap orang berilmu padi maka
kehidupan masyarakat pun akan seperti itu.
Janganlah meniru padi yang hampa,
tengadah tapi tanpa isi.
Jangan pula meniru padi rebah muda,
hasilnya nihil, karena tidak dapat dipetik hasilnya.
Kandungan Nilai:
Minta dikasihani orang itu adalah
tercela.
Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan
dan berakhlak mulia, sehingga kualitas dirinya prima, seperti padi yang bernas.
Orang yang pongah, tidak berilmu dan
berkarakter rendah tak ubahnya seperti padi hampa.
HALAMAN 11
Pegangan Hidup:
Orang yang berwatak rendah, pasti tidak
akan hidup lama.
Sayangilah orang tua, oleh karena itu
hati-hatilah dalam memilih isteri, memilih hamba agar hati orang tua tidak
tersakiti.
Bertanyalah kepada orang-orang tua
tentang agama hukum para leluhur, agar hirup tidak tersesat.
Ada dahulu (masa lampau) maka ada
sekarang (masa kini), tidak akan ada masa sekarang kalau tidak ada masa yang
terdahulu.
Ada pokok (pohon) ada pula batangnya,
tidak akan ada batang kalau tidak ada pokoknya.
Bila ada tunggulnya maka tentu akan ada
batang (catang)-nya.
Ada jasa tentu ada anugerahnya. Tidak
ada jasa tidak akan ada anugerahnya.
Perbuatan yang berlebihan akan menjadi
sia-sia.
Kandungan Nilai:
Orang berwatak rendah akan dibenci orang
mungkin dibunuh orang, hidupnya tidak akan lama, namanya pun tidak dikenang
orang dengan baik.
Hormatilah dan senangkanlah ahti orang
tua.
Banyak bertanya agar hidup tidak
tersesat.
Kesadaran akan waktu dan sejarah.
Kesadaran akan adanya “reward” yang harus
diimbangi dengan jasa/kerja
HALAMAN 12
Pegangan Hidup:
Perbuatan yang berlebihan akan menjadi
sia- sia, dan akhirnya sama saja dengan tidak beramal yang baik.
Orang yang terlalu banyak keinginannya,
ingin kaya sekaya-kayanya, tetapi tidak berkarya yang baik, maka keinginannya
itu tidak akan tercapai.
Ketidak-pastian dan kesemerawutan keadaan
dunia ini disebabkan karena salah perilaku dan salah tindak dari para orang
terkemuka, penguasa, para cerdik pandai, para orang kaya; semuanya salah
bertindak, termasuk para raja di seluruh dunia.
Bila tidak mempunyai rumah/kekayaan yang
banyak ya jangan beristri banyak.
Bila tidak mampu berproses menjadi orang
suci, ya jangan bertapa.
Kandungan Nilai:
Pekerjaan yang sia-sia sama saja dengan
tidak berkarya.
Tanpa berkarya tak akan tercapai
cita-cita.
Ketidak tenteraman di masyarakat karena
para cerdik pandai, birokrat dan orang-orang kaya salah dalam berperilaku dan
bertindak.
Pandailah mengukur kemampuan diri, agar
tidak sia-sia.
HALAMAN 13
Pegangan Hidup:
Keinginan tidak akan tercapai tanpa
berkarya, tidak punya keterampilan, tidak rajin, rendah diri, merasa berbakat
buruk. Itulah yang disebut hidup percuma saja.
Tirulah wujudnya air di sungai, terus
mengalir dalam alur yang dilaluinya. Itulah yang tidak sia-sia. Pusatkan
perhatian kepa cita-cita yang diinginkan. Itulah yang disebut dengan kesempurnaan
dan keindahan.
Teguh semangat tidak memperdulikan
hal-hal yang akan mempengaruhi tujuan kita.
Perilaku Yang Positif:
Perhatian harus selalu tertuju/terfokus
pada alur yang dituju.
Senang akan keelokan/keindahan.
Kuat pendirian tidak mudah terpengaruh.
Jangan mendengarkan ucapan-ucapan yang
buruk.
Konsentrasikan perhatian pada cita-cita
yang ingin dicapai.
Kandungan Nilai:
Harus mempunyai SDM yang berkualitas
prima.
Konsenrtrasi dan fokus perhatian sangat
penting dalam mencapai cita-cita.
Itulah intisari naskah AMANAT DARI GALUNGGUNG (KROPAK 632), yang disebut
dengan AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA.
Kini terpulang kepada kita dalam menelusuri, memilih serta memilah dan
mensistemasikan nilai-nilai luhur yang diamanatkan oleh Rajaguru Darmasiksa kepada
kita Urang Sunda (Saunggalah I, II, Galuh, Sunda), bukankah dengan tegas beliau
mengamanatkan bahwa amanatnya ini ditujukan bagi kita semuanya untuk terus
berusaha mewujudkan masyarakat yang berbudaya.
Referensi yang gunakan:
Pustaka Pararatwan I
Bhumi Jawadwipa - Parwa 1 Sargha 1-4. Agus Aris Munandar dan Edi S. Ekadjati.
Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1991.
§ Rintisan Penelusuran
Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Drs. Saleh Danasasmita dkk. Pemerintah Propinsi
Daerah Tk I. Jawa Barat, 1983-1984.
§ Sewaka Darma.
Sanghiyang Siksa Kandang Karesian - Amanat Gakunggung. Ayatrohaedi dkk.
Depdikbud, 1987.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar