Gunung Karang terletak di Pandeglang, Banten, Indonesia. Gunung ini
masuk kedalam kelompok Stratovolcano yang memiliki potensi meletus.
Gunung Karang memiliki ketinggian 1778 Mdpl dengan Puncaknya yang
bernama Sumur Tujuh, dan gunung ini juga menjadi lokasi wisata ziarah
favorit di Provinsi Banten.
Pendakian Gunung Karang
Gunung Karang saat ini telah dilirik oleh banyak orang untuk melakukan
kegiatan pendakian, walau gunung ini terbilang tidak terlalu tinggi
namun tantangan dalam menyusuri jalan menuju puncak menjadi tantangan
tersendiri. Pada umumnya jalur pendakian Gunung Karang yang diketahui
ada 2 jalur, yang pertama melewati Desa Kaduengang, yang kedua Jalur
Pagerwatu/Ciekek. Namun apabila melihat pendakian dalam rangka wisata
ziarah, ada jalur lain yaitu Jalur Curug Nangka/Ciomas.
Kaduengang, Jalur Barat
Jalur Kaduengang merupakan jalur pendakian paling digemari oleh para
pendaki karena trek menuju puncak lebih pendek namun memiliki trek
begitu menantang. Di dusun ini juga para pendaki dapat melihat indahnya
gemerlap kota Serang dan Pelabuhan Merak. Waktu tempuh dari Kaduengang
biasanya akan mengahabiskan 4 - 6 jam untuk mencapai Puncak Sumur Tujuh
tergantung kondisi cuacanya. Setelah anda datang ke Dusun Kaduengang,
pendakian dimulai dengan jalan desa yang menanjak, pos 1 ditandai dengan
adanya menara tower dekat rumah salah satu sesepuh yang dapat pendaki
minta untuk memimpin berziarah, karena sebelum melanjutkan pendakian
disarankan agar berziarah terlebih dahulu ke makam Pangeran TB. Jaya
Raksa, makam tersebut berada tepat di sebelah kanan jalur pendakian.
Pos 1 (Menara)
Pos 2 (Hutan 1)
Pos 3 (Tanah Gelap)
Pos 4 (Tanah Petir)
Pos 5 (Hutan 2/Anggrek) akan ada persimpangan di pos ini, arah kanan menuju Curug Nangka/Ciomas dan arah kiri menuju Puncak.
Gunung Karang memiliki hutan hujan tropis, di Jalur Kaduengang ini
kawasan hutan terbagi menjadi 2, Hutan 1 dan Hutan 2. Hutan 1 merupakan
hutan yang tidak terlalu lebat, letaknya masih disekitar ladang
penduduk. Sedangkan Hutan 2, merupakan kawasan hutann lindung, dalam
hutan ini banyak ditemui tumbuhan anggrek hampir sepanjang jalan, dan
juga di hutan ini sering tertutup kabut tebal, keadaan yang lembab dan
dipenuhi akar-akar pohon besar menghiasi perjalanan ketika memasuki
hutan 2 ini.
Pagerwatu/Ciekek, Jalur Selatan
Jalur Pagerwatu/Ciekek tidak terlalu menjadi favorit bagi para pendaki,
walaupun kondisi trek dari jalur ini cukup lebih landai daripada via
Kaduengang namun membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 7 - 8 jam
untuk menuju puncak.
Curug Nangka/Ciomas
Jalur ini sangat tidak populer bagi para pendaki, karena jalur ini
merupakan jalur para peziarah yang akan menuju Puncak Gunung Karang.
jalur ini cukup jauh karena dimulai dari bawah lereng dan memerlukan
waktu sekitar 20 jam - 1 hari perjalanan untuk mencapai puncak.
Sejak terbentuknya Provinsi Banten, pemerintah setempat menggalakkan
promosi wisata. Dan, Gunung Karang menjadi salah satu objek wisata yang
diharapkan mampu menarik wisatawan dengan potensi wisata spiritual yang
dimilikinya. Sebelumnya, wisata Banten bertumpu pada kawasan wisata
spiritual peninggalan Sultan Banten yang terletak di Banten Lama,
Kabupaten Serang. Di tempat itu, para wisatawan biasanya mengunjungi
Benteng Surosowan, Mesjid Agung, Klenteng Kuno, dan kompleks makam
keluarga Sultan Hasanudin.
Legenda Gunung Karang
Di atas Gunung Karang ini ada keajaiban alam yang mungkin jarang di
temukan di tempat-tempat yang lain. Pada umumnya sebuah mata air sering
kita jumpai di kawasan lereng atau di kaki sebuah gunung, namun sungguh
kuasa Allah Swt di Gunung Karang mata air itu benar-benar muncul di
puncang gunung tersebut. Mata air tersebut muncul menjadi 7 (tujuh)
sumber, yang oleh penduduk sekitar disebut dengan nama “sumur tujuh”.
Ada keyakinan yang muncul dalam masyarakat, bahwa air sumur tujuh
mempunyai khasiat yaitu untuk membersihkan diri dari gangguan
energi-energi negative. Caranya adalah dengan berdoa dan mandi keramas
di sumber air tersebut.
Usul punya usul, sejarah sumur tujuh gunung karang adalah bermula dari
pada penaklukan Batara Pucuk Umun oleh Sultan Banten Maulana Hasanudin.
Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan
Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang
pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum
memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka
berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat.
Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang
terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14
hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya
datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku
Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke
arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah
negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke
Gunung Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau
kembali ke Cirebon.
Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya
berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah
tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah
saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu
dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki
Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan
kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya
Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung,
keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan
beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin
setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh
Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.
Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya
dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan
Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki
keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan
keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu
saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua
dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak
perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin
berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah
tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda
Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”.
Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas
yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini.
Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin
untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas
Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.
Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan
kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka
sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran
kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk
Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau
Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus
Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan
melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah
menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya
tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di
ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari
kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka
keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin
kepada mereka bedua.
Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung
Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa
Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan
teman-teman. Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya,
setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat
bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung
Dua.
Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun
yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya
datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah,
masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua
Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum
tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan
apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah
kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk
Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih
tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung
kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah
permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya
mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan
didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu
disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.
Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang
terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan
rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang
memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin
bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan
menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama
Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan
atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor
ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih.
Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas
Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi
magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana
Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan
dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan
Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata
kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah
kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah
dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana
Hasanuddin.
Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin,
gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam
jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang
menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka
bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi
dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana
Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha
mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago
Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi
debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk
tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah
Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi
besi pamor dan baja. Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan
Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana
Hasanuddin.
Sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana
Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak
kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar
tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua
kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun
pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya
dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar
panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya
“Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik
mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke
atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun
menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin
berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun
jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua
pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah
berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus
Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung
Pulosari.
Ada kisah lain, bahwa setelah pucuk umun dikalahkan dalam adu ayam
dengan sultan Hasanudin, pucuk umun kemudian tidak mau menepati janjinya
untuk tunduk dan memeluk agama Islam, akan tetapi kabur ke gunung
karang, kemudian di kejar oleh sultan Hasanudin dan dalam pegejarannya,
sultan Hasanudin beristirahat di sebuah tempat yang dinamakan Pandohokan
(panohokan) yang terletak di Desa Kaduengang.
Alkisah, pengejaran pucuk umun sampai ke puncak gunung karang dan
akhirnya pucuk umun mengaku kalah adu kesaktian dengan sultan Hasanudin,
dan Pucuk Umun juga tetap tidak mau memeluk agama Islam tetap
mempertahankan keyakinan pada ajaran nenek moyang (sunda wiwitan),
akhirnya Pucuk Umun undur pamit setelah mengaku kalah dan kemudian
bermukim di Ujung Kulon sampai akhir hayatnya. Adapun pengikutnya yang
loyal, memutuskan untuk memisahkan diri dari masyarakat Islam. Mereka
menetap di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak sampai sekarang
sebagai satu komunitas yang melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan.
Hikayat munculnya sumur tujuh tersebut di Gunung Karang merupakan tempat
peristirahatan sultan Hasanudin setelah mengejar dan menaklukan Pucuk
Umun, air pada sumur tersebut dijadikan sebagai air minum sultan
Hasanudin.
Itulah hikayat sumur tujuh yang masih ada kaitannya dengan sultan
Hasanudin ketika menaklukan Pucuk Umun, bagi masyarakat muslim yang
hendak mendaki gunung karang dengan tujuan akhir yaitu puncak gunung
karang yang terdapat sumur tujuh, hendaknya tidak mengkultuskan sumur
tersebut dikhawatirkan akan membawa pada kemusyrikan.
Legenda Putri Badriyah
Dahulu ada seorang gadis. Namanya Badariah. Ia adalah putri sulung
seorang saudagar kaya. Wajahnya cantik. Sikapnya sopan dan rendah hati.
Kurang empat puluh hari lagi ia akan menikah. Seminggu yang lalu orang
tuannya telah menerima lamaran dari seorang hartawan untuk anaknya yang
bungsu.
Hari itu Badariah nampak gelisah. Sejak pagi burung-burung perenjak
berkicau-kicauan dihalaman rumahnya. Itu pertanda rumahnya bakal
kedatangan tamu penting.
Menjelang tengah hari firasat gadis itu terbukti, ada serombongan orang
turun dari kuda. Langkah mereka tampak berwibawa saat memasuki rumahnya.
Badariah tak berani ikut menemui para tamu itu. Ia hanya mengintip dari
balik dinding kayu rumahnya sembari mencuri dengar pembicaraan ayahnya
dengan para tamu yang datang.
Beberapa saat ia mendengar perdebatan antara ayahnya dan para tamu. Nampaknya mereka sedang membicarakan dirinya.
Hati Badariah berdebar kencang. Benar! Beberapa saat setelah para tamu itu pergi ayahnya memanggilnya keruang tamu.
“Badariah anakku, entah nasib apa yang sedang menimpa kita. Mereka tadi
adalah utusan dari calon suamimu. Mereka datang untuk membatalkan
rencana perkawinanmu dengan Raden Sambada.”
Badariah kaget, tapi tak sampai membuatnya pingsan. Ia sudah sering
mendapat kabar seperti ini. Entah sudah berapa kali para lelaki yang
meminangnya ternyata pada akhirnya menggagalkan sendiri pinangan itu.
“Sudahlah ayah, saya tabah menjalani hidup ini. Biarkan saja. Bukankah
tidak sekali ini lelaki yang menggagalkan rencana pernikahan yang sudah
disepakati?”
Ayahnya terharu mendengar sikap anaknya itu. Pada suatu malam, Badariah
bermimpi. Seorang kakek yang penuh wibawa mendatanginya dan berkata,
“Hai Badariah, jika engkau ingin mendapat jodoh segera, pergilah engkau
seorang diri ke puncak Gunung Pabeasan. Di sebuah batu besar cekung yang
engkau temukan disana lakukanlah tapa. Tapa itu harus engkau lakukan
empat puluh hari empat puluh malam. Selesai itu, pergilah engkau ke kaki
gunung. Cari sebuah pohon lame besar. Di bawah pohon itu, engkau akan
mendapatkan tujuh buah mata air. Mandilah engkau pada ketujuh mata air
itu. Jodohmu akan datang setelah itu. Pesanku, rawatlah ketujuh mata air
itu. Bila kelak ada gadis yang kesulitan mendapat jodoh, suruh mandi
ditempat itu. Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa segera mendatangkan
jodohnya.”
Badariah menceritakan mimpinya kepada orang tuanya. “Ayah dan Ibu,“
katanya, “Izinkanlah saya membuktikan mimpi saya, dan doakanlah.“ Dengan
sangat berat, orang tuanya melepasnya. Seorang diri Badariah lalu
berangkat ke puncak Gunung Pabeasan. Di atas batu cekung besar yang
ditemukannya, ia pun melakukan tapa.
Tapa itu sungguh berat. Banyak godaan yang bisa membuyarkan tapa. Ada
ular besar yang melilit tubuh Badariah. Ada harimau yang hendak
menerkamnya. Lalu, ada makhluk-makhluk seram menakutinya. Penuh
ketabahan Badariah terus bertapa. Akhirnya, ia dapat menyelesaikannya
selama empat puluh hari empat puluh malam. Setelah itu dituruninya
gunung. Di kaki gunung dicarinya pohon lamean besar. Ia berhasil
menemukannya. Dan benar. Di bawah pohon itu ada tujuh mata air. Badariah
lalu mandi di ketujuh buah mata air itu. Setelah itu ia pun pulang.
Aneh, tak lama kemudian, Badariah mendapatkan jodoh. Seorang pangeran
dari Kesultanan Banten menjadi suaminya. Sesuai pesan Kakek dalam
mimpinya, Badariah lalu merawat ketujuh mata air. Dibuatnya bangunan
mengelilingi ketujuh mata air. Lalu dibuat pula penampungan air yang
keluar. Seorang pembantu kepercayaannya diperintahkannya menjaga tempat
itu.
Kini tempat ketujuh mata air itu berada dikenal sebagai Sumur Tujuh,
terletak di Kampung Gintung, Desa Banjarsari, Kabupaten Pandeglang .
Keturunan si pembantu, hingga saat ini, menjadi juru kunci, tugas juru
kunci adalah sebagai penjaga dan perawat, serta pemberi petunjuk pada
orang-orang yang datang untuk mandi dan meminta berkah tempat itu. Para
orang tua punya pendapat sendiri tentang kisah yang dituturkan di bawah
ini. Jika seorang gadis berasal dari keluarga kaya biasanya bertubuh
gemuk dan gendut, kalau sudah begitu tentu saja tidak menarik pemuda
atau lelaki. Dengan dianjurkan bertapa (maksudnya berpuasa) maka tubuh
menjadi ceking, dengan mandi di tujuh mata air berarti tubuhnya menjadi
bersih seolah-olah sehari si gadis mandi sebanyak tujuh kali. Tujuh mata
air artinya tujuh macam jenis cairan untuk menghaluskan dan menyegakan
kulit. Kalau sudah begitu tentu banyak lelaki yang tertarik kepadanya.
Peninggalan-peninggalan yang memperkuat cerita tersebut dan dipercaya
kebenarannya oleh masyarakat yaitu berupa Sumur dimana Nyi Putri sering
mandi disitu, tempat pertapaan Ki Lamuafi yang berupa batu datar ukuran 1
X 1 meter, sebuah Goa tempat dimana Ki Lenggangjaya bertapa, Kuburan
Nyi Putri serta sebuah batu yang berbentuk sesosok manusia yang sedang
bersujud.
Petilasan-petilasan tersebut sampai saat ini sering dikunjungi oleh
orang-orang dari luar kota dengan berbagai maksud dan tujuan yang
beragam. Biasanya mereka yang datang secara berombongan ini adalah untuk
mencari karomah dari petilasan tersebut, mereka biasanya berharap
karomah untuk peruntungan, dagang dan perjodohan.
Cerita ini adalah cerita yang diturunkan secara turun temurun oleh
masyarakat. Awalnya tempat itu berupa semak belukar yang tidak terurus,
karena seringnya penziarah yang mendatangi tempat itu, akhirnya ada
warga yang putuskan untuk memelihara tempat itu. Dengan modal sendiri ia
mulai membersihkan dan membangun sebuah tempat peristirahatan dilokasi
ini.
“Meskipun ini sebuah legenda yang mungkin sulit dibuktikan dan jauh dari
fakta sejarah, sampai kini, tempat ini bisa dijadikan sebuah kekayaan
potensi budaya, yang mau tidak mau itu harus diakui sebagai potensi yang
perlu digali”,
“Saya berharap, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang
dapat memperhatikan lokasi ini, karena bukan tidak mungkin lokasi ini
menjadi sebuah objek wisata ziarah yang cukup menarik seperti
tempat-tempat lainnya yang berada di Pandeglang”
Sejarah Sumur Domas
Silsilah Keramat Sumur Domas yang lokasinya terletak di Cibaru Kp.
Garokeg Rt.05/03 Desa Campaka Kecamatan Kaduhejo Perbatasan dengan Desa
Bayu Mundu Kec.Cimanuk Kabuapten Pandeglang Propinsi Banten tepatnya
dibawah lereng Kaki Gunung Karang.
Konon Ceritanya ada Tiga Wali yang diutus dari Tanah Suci Makkah.
Bermaksud untuk menyebarkan Agama Islam Dulu Memang Tanah Banten Masih
Menganut Agama Budha, dan diantara Tiga Wali yang Paling tercepat/lebih
dulu Sampai melalui jalur lewat Air Tanah Suci Mekah Al Mukaromah dan
muncul di mata air Keramat Sumur Domas Kaki Gunung Karang adalah Syceh
Malulana Mansur.
Karena yang terlebih Awal datang adalah Syceh Malulana Mansur dari 3
Wali yang diutus Ke Banten melaui Air Zam-zam dan akn diberi hadiah Emas
lalu ditolak oleh Syceh Malulana Mansur, Sebaliknya Syceh Malulana
Mansur Melaksanakan Sholat Sunat 2 (dua) Rokaat dan Ber Dzikir, yang
sampai saat ini Bekas Sholatnya dan Dzikirnya pun di tinggalkan di atas
batu dan masih di jaga dan dirawat dengan baik.
Dalam Perjalanan Penyebaran Islam Tanah Banten selain Syceh Malulana
Mansur ada Juga Syceh Sancang Lodaya yang mana kakinya terjepit sebuah
batu dan meminta pertolongan kepada Syceh Malulana Mansur, sebelum
ditolong oleh Syceh Malulana Mansur telebih dahulu Syceh Sancang Lodaya
di minta untuk berjanji atau Sumpah agar Syceh Sancang Lodaya tidak
mengganggu Keturunan Anak dan cucu-cucunya Syceh Malulana Mansur, untuk
itu Syceh Sancang Lodaya Menyanggupinya dan sebagai Bukti Sumpah/Janji
Syceh Sancang Lodaya di Tinggalkanya Bekas Telapak Kakinya di sebuah
Batu dekat Sumur Keramat.
Pada saat itu Disaksikan Oleh 3 para Wali yang Menjadi Utusan Tanah Suci Mekah diantaranya :
1. Syceh Malulana Mansur.
2. Syceh Sancang Lodaya
3. Nyi Mas Melati, Siti Fatimah Keluarga Rosulullah ( yang mana mereka
mendapatkan Amnat di Tugasknya untuk menjaga air Ke Cantikan ( yang
Kahasiatnya Menurut Cerita Orang Sunda Cai Kageulisan)
Setelah Syceh Malulana Mansur Membagikan Tugas, lalu melanjutkan
Perjalanan/Silulup lagi Muncul Di Cibulakan karena Kemalaman Lalu Syceh
Malulana Mansur Membaca/Mengaji Kitab Suci Al’quran, maka Patilsan
tersebut di namakan Keramat Batu Qur’an yang buktinya pun di
tinggalkan/yang dituliskan oleh Syceh Maulana Mansur di sebuah batu yang
bertuliskan huruf Al-Qur’an, dari Batu Qur’an Syceh Malulana Mansur
melanjutkan perjalanan dan timbul di Ciwasiat Cikadueun dan Menetap
Wafat di Makamkan di Cikadueun.
Keberadaan Letak dan Lokasi Keramat Sumur Domas mungkin masih banyak
yang belum mengetahuinya baik manfaat dan Kahasiat Kegunaan Air Tersebut
dari Sejarah Budaya dan Penyebaran Islam di Banten, dari Nama Arti
Sumur Domas dan Riwayat Silsilah Sumur Sampai Penjaga yang Turun-temurun
masih Memelihara Ke Aslian Sumur Keramat Sampai Saat Sekarang,
Nama-nama Buyut yang menjaga dan Mengurus/Merawat Keramat Sumur Domas Sebelum di serahkan Ke Almarhum Abah Karim.
1. Buyut Abah Arkani
2. Buyut Abah Aseh
3. Buyut Abah Bendung
4. Buyut Abah Zafir
5. Buyut Abah Samala
6. Buyut Abah Dive
7. Buyut Abah Tegal
8. Buyut Abah Gede
9. Abah A.Karim Wafat Pada Tangal 10 Romadhan 2005.
Yang selanjutnya Perawatan dan Pemeliharanya deserahkan Amanat dari
A.Karim Kepada Putrinya Euis Komala Sarry dan Dibantu Suami Herri Satiri
untuk membantu dan Mengarahkan Para Pengunjung yang Berjarah di Keramat
Sumur Domas sampai Sekarang. Semoga tulisan ini Bisa Bermanfaat bagi
Saudara-saudaraku Pembaca Muslimin dan Muslimat Wallahualam Bisowabbi.
Sejarah Batu Qur'an
Situs Batu Qur`an adalah salah satu jejak peninggalan Sultan VII
Kesultanan Banten yaitu Sultan Maulana Mansyur yang sekarang makamnya
sering diziarahi oleh para penziarah di daerah Cikadueun Kabupaten
Pandeglang yang sekarang lebih di kenal dengan gelar Syeh Maulana
Mansyur atau Syeh Cikaduen. Sebagaimana halnya situ- situs sejarah
lainnya yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sarat dengan
mitos dan cerita kebesaran para peninggalnya di tambah lagi jika situs
tersebut adalah peninggalan para ulama besar penyebar agama Islam.
Mitos atau cerita yang berkaiatan dengan situs tersebut juga mempunyai
daya imajinatif yang besar pula, terlepas dari itu mitos atau cerita
secara hukum kebenaran benar atau tidaknya cukup bisa menambah keunikan
suatu situs peninggalan sejarah tersebut. Situs Batu Qur`an sekarang di
kelola oleh beberapa keluarga yang kemungkinan masih berkaitan dengan
cerita ditemukannya situs tersebut oleh Syeh Mansyur.
Berdasarkan penuturan masyarakat setempat dan salah seorang pengelola
situs Batu Qur`an, berawala dari karomah yang di miliki oleh Syeh
Maulana Mansyur. Setiap kali beliau akan menunaikan ibadah haji, beliau
hanya dengan mengucap kalimat Basmalah, maka dengan seijin Allah beliau
langsung berada di tanah suci Mekah dan prosesi itu di lakukan tepatnya
di atas tanah Batu Qur`an sekarang berada.
Cerita punya cerita suatu saat beliau setelah selesai menunaikan ibah
haji dari tanah suci, beliau pulang sebagaimana halnya beliau berangkat
tetapi entah karena apa beliau muncul bersamaan dengan air yang memancur
dari dalam tanah dengan derasnya. Menurut penuturan pengelola air yang
memancur tersebut adalah air dari sumur zamzam. Karena air itu memancur
dengan derasnya dan tidak terkendali dimana air tersebut sudah mulai
menggenangi darerah sekitarnya, Syeh Maulan Mansyur bermunajat kepada
Allah dengan melakukan shalat 2 rakaan di dekat memancurnya air di atas
sebuah batu yang sekarang disebut dengan nama Batu Sajadah. Batu
tersebut dapat kita jumpai di situs Batu Qur`an di sebelah Barat Kolam
pemandian untuk laki-laki. Selesai Syeh Mansyur shalat 2 rakaat, beliau
mendapat isyarah untuk menutup tempat keluarnya air dengan kitab suci
al-Qur`an.
Dengan izin Allah air yang memancur berhenti dan kitab suci al-Qur`an
yang di gunakan untuk menutup sumber keluarnya air tadi berubah menjadi
batu, berdasar dari rangkaian kejadian itulah batu tadi disebut dengan
nama Batu Qur`an.
Terletak di Kp. Cibulakan Desa Kadu Bumbang Kec. Cimanuk Kabupatan Pandeglang.
Nama Cibulakan di ambil dari “Ci“ asal kata Cai dari bahasa sunda yang
berarti “Air“ dan “Bulak“ asal kata bahasa daerah yaitu “Embulak“ yang
artinya air yang membulak/memancar keluar dengan deras. Bagi pengunjung
yang akan berkunjung ke sana tidak di kenakan biaya secara pasti, tetapi
hanya di harapkan keihkalannya memberikan sumbangan untuk pembangunana
tempat ziarah Batu Qur`an.
Batu Qur`an dapat ditempuh melalui alun-alun Pandeglang menuju arah
pertigaan jalan ke Labuan terus lurus dan melanjutkan ke arah cimanuk,
pada pertigaan cimanuk berjarak 7 KM. Dan berjarak 300 M sebelah kiri
jalan sebelum pemandian dan sumber air Cikoromoy.
Para peziarah yang datang meyakini air dari kolam Batu Qur’an memiliki
khasiat sebagai obat. Kemudian, bagi yang bisa menyelam dan berenang
sambil mengitari batu Qur’an sebanyak tujuh kali, permintaannya akan
terkabul. Masih banyak hal-hal lain yang diyakini para peziarah. Namun,
yang paling meyakinkan adalah Batu Qur’an berkaitan erat dengan nama
Syekh Maulana Mansyur, seorang ulama terkenal di jaman kesultanan Banten
abad ke-15.
Tapi sebenarnya, Batu Qur’an di Cibulakan adalah replika dari Batu
Qur’an yang ada di Sanghyang Sirah, Taman Nasional Ujung Kulon. Batu
Quran di Sanghyang Sirah berkaitan erat dengan sejarah Sayidina Ali,
Prabu Kian Santang dan Prabu Munding Wangi. Prabu Kian Santang
“diislamkan” oleh Sayidina Ali (Imam Masjid Al Harom saat itu) ketika
beliau melakukan perjalanan ke jazirah Arab.
Singkat kisah, Sayidina Ali ingin menemui Prabu Kian Santang di Godog
Suci, Garut, untuk mengajarkan Islam dan menyerahkan Kitab Suci
al-Quran. Sayangnya, Prabu Kian Santang telah pergi ke Sanghyang Sirah,
Ujung Kulon, untuk menemui ayahandanya, Prabu Munding Wangi. Prabu Kian
Santang ingin menyampaikan bahwa dirinya sudah menjadi seorang muslim.
Sayidina Ali lalu menyusul ke Sanghyang Sirah. Tapi, sampai di tempat
tujuan, Syaidin Ali hanya bisa bertemu Prabu Munding Wangi. Prabu
Munding Wangi mengatakan kepada Sayidina Ali kalau Prabu Kian Santang
telah pergi lagi dan menghilang entah ke mana setelah mendapat restu
dari ayahandanya.
Akhirnya Sayidina Ali menitipkan kitab al-Qur’an untuk diberikan kepada
Prabu Kian Santang apabila suatu saat berkunjung ke Sanghyang Sirah.
Prabu Munding Wangi menerima kitab al-Qur’an dengan lapang dada dan
disimpannya di dalam kotak batu bulat. Kemudian kotak batu berisi
al-Qur’an tersebut ditaruh di tengah batu karang yang dikelilingi oleh
air kolam yang sumber airnya berasal dari tujuh sumber mata air (sumur).
Sebelum pergi dari Sanghyang Sirah, Sayidina Ali mohon sholat terlebih
dahulu di atas batu karang yang sekarang sering disebut Masjid Syaidinna
Ali. Dengan kuasa Allah SWT, Sayidina Ali langsung menghilang entah ke
mana. Mungkin kembali ke jazirah Arab.
Peristiwa Batu Qur’an ini beberapa abad kemudian diketahui oleh Syekh
Maulana Mansyur berdasarkan ilham yang didapatnya dari hasil tirakat.
Segeralah Syekh Maulana Mansyur berangkat ke Sanghyang Sirah. Betapa
kagumnya Syekh Maulana Mansyur melihat kebesaran Allah lewat mukjizat
Batu Qur’an di mana dari air kolam yang bening terlihat dengan jelas
tulisan batu karang yang menyerupai tulisan al-Qur’an.
Karena jauhnya jarak Sanghyang Sirah dan membutuhkan waktu dan energi
yang luar biasa, maka untuk memudahkan anak cucu atau pun umat Islam
yang ingin melihat Batu Qur’an maka dibuatlah replika Batu Qur’an dengan
lengkap sumur tujuhnya di Cibulakan Kabupaten Pandeglang. Saat ini saja
untuk menuju Sanghyang Sirah lewat Taman Jaya membutuh waktu 2 hari
satu malam dengan berjalan kaki dan membutuhkan waktu 5 jam dengan
menggunakan kapal laut dari Ketapang, Sumur menuju Pantai Bidur yang
dilanjutkan berjalan kaki selama hampir 1 jam menuju Sanghyang Sirah.
Bisa dibayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesana
pada jamannya Syekh Maulana Mansyur.
Misteri Situs Menhir
Cihunjuran
11 Juli 2011 13:22:52 Diperbarui: 26 Juni 2015 03:45:42 Dibaca : 13,863
Komentar : 2 Nilai : 1
Misteri Situs Menhir Cihunjuran
13103899761117037438
Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Banten.
SAAT menuju Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, Kamis (7 Juli 2011),
perjalanan saya dihentikan oleh sebuah plang bertuliskan "Situs
Salakanagara". Saya pun tertarik mendatanginya, karena dari kata "Situs"
saya sudah menduga tempat tersebut memiliki nilai sejarah.
13103900481423654860
13103900481423654860
Plang petunjuk Situs Salakanagera di Desa Cikoneng.
Setelah melintasi hamparan sawah, perjalanan terhenti di sebuah kampung
kecil yang hanya berisi sekitar sepuluh rumah. Sepeda motor pun saya
parkir, karena perjalanan selanjutnya harus ditempuh dengan berjalan
kaki menelusuri pematang sawah. Hanya dalam tempo 10 menit saya sudah
sampai di lokasi tujuan. Sesampai di lokasi, pandangan langsung tertuju
pada sebuah kolam yang didasarnya terdapat beberapa buah batu-batu besar
yang sebagian menyembul ke permukaan. Lalu, saya menuju sebuah bangunan
yang masih tampak baru. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah makam yang
batu nisannya dibungkus dengan kain putih. Di atas makan tersebut
terdapat sebuah pohon besar yang berdiri kokoh.
13103901331032212825
13103901331032212825
Makam Wali Jangkung Angling Dharma.
Saat itu ada beberapa orang yang sedang berziarah dan salah seorang di
antaranya mengeran-erang layaknya seorang yang sedang kesurupan.
Lantaran ruangan tersebut gelap, saya hanya bisa mendengar suaranya
meneriakkan kata,"Allaaahu Akbarrr...Allaaahu Akbarrr...Allaaahu
Akbarrr...". Suasananya membuat saya merasa tak ingin berlama-lama
berada dalam bangunan itu. Saya pun segera keluar. Setelah beberapa saat
mengamati suasana di luar, saya mendatangi sebuah warung yang berada di
dalam lokasi Situs Salakanagara. Saya sempat menanyakan tentang makam
yang ada di dalam bangunan tersebut. "Itu makamnya Ki Jangkung Angling
Dharma," kata si pemilik warung tanpa bisa menjelaskan lebih jauh atau
lebih banyak tentang kisah masa silam Ki Jangkung Angling Dharma. Saya
langsung membuka laptop dan mendatangi "Ki Google". Meskipun terpaksa
menunggu agak lama karena sinyal "byar-pet", akhirnya "Ki Google"
memberikan beberapa keterangan yang lebih lengkap tentang cerita masa
silam Ki Jangkung Angling Dharma.
13103902211467245890
13103902211467245890
Kolam purba yang di dalamnya terdapat menhir. Jadi sumber pengairan
sawah.
Salakanagara adalah nama sebuah kerajaan, berdasarkan Naskah Wangsakerta
- Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara yang disusun sebuah panitia
dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta. Salakanagara diperkirakan
merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Informasi tersebut
membuat wawasan saya mengenai Banten menjadi tambah luas. Salakanagara
artinya Negara Perak, didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi).
Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota
Pandeglang, kota yang ketika terkenal dengan hasil logamnya. Pandeglang
dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata "panday" dan
"geulang" yang artinya pembuat gelang. Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan
Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang
menjadi kota Merak sekarang. Merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat
perak".
13103904421188727453
13103904421188727453
Bangunan yang di dalamnya terdapat makam Wali Jangkung.
Sebagian lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar
Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang
hampir sama. Dari sini pula saya ketahui, bahwa situs di Cihunjuran
terdapat beberapa batu-batu purba (menhir) serta kolam pemandian purba
tepatnya seperti zaman Megalitikum. Bukan hanya batu-batuan dan kolam
purba yang menarik, tetapi juga keberadaan makam Aki Tirem Luhur Mulia
atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling
Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam. Aki Tirem
adalah tokoh awal yang berkuasa di sini. Konon, kota inilah yang disebut
Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada,
Pandeglang. Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang
akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya
bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Ketika Aki
Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi
ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri
Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar
Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa
kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain
Kerajaan Agnynusa (Negeri Api)yang berada di Pulau Krakatau.
13103905042071899845
13103905042071899845
Plang nama Situs Salakanagara.
Situs Cihunjuran hanyalah salah satu dari beberapa situs lainnya seperti
situs di Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon, yang menjadi bukti sejarah
tentang keberadaan Kerajaan Salakanagara di Banten Selatan. Di sini pula
terdapat Batu Dolmen, tumpukan menhir dan Batu Dakon serta Batu Peta
yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan
isi peta tersebut. Kerajaan Salakanagara ada sejak abad ke-1, merupakan
kerajaan tertua yang ada di Nusantara yang didirikan Dewawarman.
Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara
(Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia
dengan putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci. Setelah Dewawarman
menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman
menjadi Raja I (pertama) yang kemudian memikul tampuk kekuasaan Kerajaan
Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama
Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan
Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi
pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII).
Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Prabu
Angling Dharma dan Wali Jangkung. Nama inilah yang kemudian menjadi
sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah
cerita rakyat biasa tanpa fakta? Atau nama tersebut sebenarnya nama lain
dari Aki Tirem Luhur Mulia, mertua Dewawarman? Samakah Angling Dharma
yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat
Cihunjuran? Jika memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem
Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung? Bukankah sebutan Wali
hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Jadi, apa sebenarnya
agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam atau Hindu kah?
Dilihat dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat
diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk
setempat. Ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs
kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki
Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu
dan bacaan-bacaan Ziarah. Itupula yang menjadi misteri. Fakta kasat mata
menunjukkan di Situs Cihunjuran terdapat tiga buah menhir yang terletak
di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng.
Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung
Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung
Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan
lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah
barat laut Gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan
Pulosari (sekarang). Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II
di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu
ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
Masih di Cihunjuran juga terdapat Batu Dakon, tepatnya terletak di
Kecamatan Mandalawangi. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya
dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan. Di puncak Gunung
Pulosari terdapat menhir Batu Magnit yang menjadi lokasi puncak Rincik
Manik, di Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu
sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah
dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai
arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. Di
lereng di lereng Gunung Pulosari, terdapat air terjun Curug Putri.
Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat
pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi
tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang
berserak di bawah cucuran air terjun. Dari keterangan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang
ada di nusantara dan bukan cerita legenda tanpa fakta. Hal itu dapat
dilihat dari situs-situs peninggalan kerajaan tersebut. Tapi para ahli
sejarah dan ahli arkeologi masih memperdebatkan keberadaan Kerajaan
Salakanegara, sehingga menjadi sebuah misteri yang belum tersingkap.
Sumber Bacaan Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar
Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widhypurnama/misteri-situs-menhir-cihunjuran_5500f80da33311e772512a3e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widhypurnama/misteri-situs-menhir-cihunjuran_5500f80da33311e772512a3e
Misteri Situs Menhir
Cihunjuran
13103899761117037438
Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Banten.
SAAT menuju Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, Kamis (7 Juli 2011),
perjalanan saya dihentikan oleh sebuah plang bertuliskan "Situs
Salakanagara". Saya pun tertarik mendatanginya, karena dari kata "Situs"
saya sudah menduga tempat tersebut memiliki nilai sejarah.
13103900481423654860
13103900481423654860
Plang petunjuk Situs Salakanagera di Desa Cikoneng.
Setelah melintasi hamparan sawah, perjalanan terhenti di sebuah kampung
kecil yang hanya berisi sekitar sepuluh rumah. Sepeda motor pun saya
parkir, karena perjalanan selanjutnya harus ditempuh dengan berjalan
kaki menelusuri pematang sawah. Hanya dalam tempo 10 menit saya sudah
sampai di lokasi tujuan. Sesampai di lokasi, pandangan langsung tertuju
pada sebuah kolam yang didasarnya terdapat beberapa buah batu-batu besar
yang sebagian menyembul ke permukaan. Lalu, saya menuju sebuah bangunan
yang masih tampak baru. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah makam yang
batu nisannya dibungkus dengan kain putih. Di atas makan tersebut
terdapat sebuah pohon besar yang berdiri kokoh.
13103901331032212825
13103901331032212825
Makam Wali Jangkung Angling Dharma.
Saat itu ada beberapa orang yang sedang berziarah dan salah seorang di
antaranya mengeran-erang layaknya seorang yang sedang kesurupan.
Lantaran ruangan tersebut gelap, saya hanya bisa mendengar suaranya
meneriakkan kata,"Allaaahu Akbarrr...Allaaahu Akbarrr...Allaaahu
Akbarrr...". Suasananya membuat saya merasa tak ingin berlama-lama
berada dalam bangunan itu. Saya pun segera keluar. Setelah beberapa saat
mengamati suasana di luar, saya mendatangi sebuah warung yang berada di
dalam lokasi Situs Salakanagara. Saya sempat menanyakan tentang makam
yang ada di dalam bangunan tersebut. "Itu makamnya Ki Jangkung Angling
Dharma," kata si pemilik warung tanpa bisa menjelaskan lebih jauh atau
lebih banyak tentang kisah masa silam Ki Jangkung Angling Dharma. Saya
langsung membuka laptop dan mendatangi "Ki Google". Meskipun terpaksa
menunggu agak lama karena sinyal "byar-pet", akhirnya "Ki Google"
memberikan beberapa keterangan yang lebih lengkap tentang cerita masa
silam Ki Jangkung Angling Dharma.
13103902211467245890
13103902211467245890
Kolam purba yang di dalamnya terdapat menhir. Jadi sumber pengairan
sawah.
Salakanagara adalah nama sebuah kerajaan, berdasarkan Naskah Wangsakerta
- Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara yang disusun sebuah panitia
dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta. Salakanagara diperkirakan
merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Informasi tersebut
membuat wawasan saya mengenai Banten menjadi tambah luas. Salakanagara
artinya Negara Perak, didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi).
Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota
Pandeglang, kota yang ketika terkenal dengan hasil logamnya. Pandeglang
dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata "panday" dan
"geulang" yang artinya pembuat gelang. Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan
Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang
menjadi kota Merak sekarang. Merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat
perak".
13103904421188727453
13103904421188727453
Bangunan yang di dalamnya terdapat makam Wali Jangkung.
Sebagian lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar
Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang
hampir sama. Dari sini pula saya ketahui, bahwa situs di Cihunjuran
terdapat beberapa batu-batu purba (menhir) serta kolam pemandian purba
tepatnya seperti zaman Megalitikum. Bukan hanya batu-batuan dan kolam
purba yang menarik, tetapi juga keberadaan makam Aki Tirem Luhur Mulia
atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling
Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam. Aki Tirem
adalah tokoh awal yang berkuasa di sini. Konon, kota inilah yang disebut
Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada,
Pandeglang. Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang
akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya
bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Ketika Aki
Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi
ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri
Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar
Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa
kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain
Kerajaan Agnynusa (Negeri Api)yang berada di Pulau Krakatau.
13103905042071899845
13103905042071899845
Plang nama Situs Salakanagara.
Situs Cihunjuran hanyalah salah satu dari beberapa situs lainnya seperti
situs di Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon, yang menjadi bukti sejarah
tentang keberadaan Kerajaan Salakanagara di Banten Selatan. Di sini pula
terdapat Batu Dolmen, tumpukan menhir dan Batu Dakon serta Batu Peta
yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan
isi peta tersebut. Kerajaan Salakanagara ada sejak abad ke-1, merupakan
kerajaan tertua yang ada di Nusantara yang didirikan Dewawarman.
Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara
(Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia
dengan putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci. Setelah Dewawarman
menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman
menjadi Raja I (pertama) yang kemudian memikul tampuk kekuasaan Kerajaan
Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama
Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan
Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi
pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII).
Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Prabu
Angling Dharma dan Wali Jangkung. Nama inilah yang kemudian menjadi
sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah
cerita rakyat biasa tanpa fakta? Atau nama tersebut sebenarnya nama lain
dari Aki Tirem Luhur Mulia, mertua Dewawarman? Samakah Angling Dharma
yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat
Cihunjuran? Jika memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem
Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung? Bukankah sebutan Wali
hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Jadi, apa sebenarnya
agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam atau Hindu kah?
Dilihat dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat
diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk
setempat. Ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs
kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki
Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu
dan bacaan-bacaan Ziarah. Itupula yang menjadi misteri. Fakta kasat mata
menunjukkan di Situs Cihunjuran terdapat tiga buah menhir yang terletak
di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng.
Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung
Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung
Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan
lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah
barat laut Gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan
Pulosari (sekarang). Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II
di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu
ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
Masih di Cihunjuran juga terdapat Batu Dakon, tepatnya terletak di
Kecamatan Mandalawangi. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya
dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan. Di puncak Gunung
Pulosari terdapat menhir Batu Magnit yang menjadi lokasi puncak Rincik
Manik, di Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu
sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah
dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai
arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. Di
lereng di lereng Gunung Pulosari, terdapat air terjun Curug Putri.
Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat
pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi
tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang
berserak di bawah cucuran air terjun. Dari keterangan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang
ada di nusantara dan bukan cerita legenda tanpa fakta. Hal itu dapat
dilihat dari situs-situs peninggalan kerajaan tersebut. Tapi para ahli
sejarah dan ahli arkeologi masih memperdebatkan keberadaan Kerajaan
Salakanegara, sehingga menjadi sebuah misteri yang belum tersingkap.
Sumber Bacaan Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar
Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widhypurnama/misteri-situs-menhir-cihunjuran_5500f80da33311e772512a3e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widhypurnama/misteri-situs-menhir-cihunjuran_5500f80da33311e772512a3e
Misteri Situs Menhir
Cihunjuran
13103899761117037438
Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Banten.
SAAT menuju Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, Kamis (7 Juli 2011),
perjalanan saya dihentikan oleh sebuah plang bertuliskan "Situs
Salakanagara". Saya pun tertarik mendatanginya, karena dari kata "Situs"
saya sudah menduga tempat tersebut memiliki nilai sejarah.
13103900481423654860
13103900481423654860
Plang petunjuk Situs Salakanagera di Desa Cikoneng.
Setelah melintasi hamparan sawah, perjalanan terhenti di sebuah kampung
kecil yang hanya berisi sekitar sepuluh rumah. Sepeda motor pun saya
parkir, karena perjalanan selanjutnya harus ditempuh dengan berjalan
kaki menelusuri pematang sawah. Hanya dalam tempo 10 menit saya sudah
sampai di lokasi tujuan. Sesampai di lokasi, pandangan langsung tertuju
pada sebuah kolam yang didasarnya terdapat beberapa buah batu-batu besar
yang sebagian menyembul ke permukaan. Lalu, saya menuju sebuah bangunan
yang masih tampak baru. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah makam yang
batu nisannya dibungkus dengan kain putih. Di atas makan tersebut
terdapat sebuah pohon besar yang berdiri kokoh.
13103901331032212825
13103901331032212825
Makam Wali Jangkung Angling Dharma.
Saat itu ada beberapa orang yang sedang berziarah dan salah seorang di
antaranya mengeran-erang layaknya seorang yang sedang kesurupan.
Lantaran ruangan tersebut gelap, saya hanya bisa mendengar suaranya
meneriakkan kata,"Allaaahu Akbarrr...Allaaahu Akbarrr...Allaaahu
Akbarrr...". Suasananya membuat saya merasa tak ingin berlama-lama
berada dalam bangunan itu. Saya pun segera keluar. Setelah beberapa saat
mengamati suasana di luar, saya mendatangi sebuah warung yang berada di
dalam lokasi Situs Salakanagara. Saya sempat menanyakan tentang makam
yang ada di dalam bangunan tersebut. "Itu makamnya Ki Jangkung Angling
Dharma," kata si pemilik warung tanpa bisa menjelaskan lebih jauh atau
lebih banyak tentang kisah masa silam Ki Jangkung Angling Dharma. Saya
langsung membuka laptop dan mendatangi "Ki Google". Meskipun terpaksa
menunggu agak lama karena sinyal "byar-pet", akhirnya "Ki Google"
memberikan beberapa keterangan yang lebih lengkap tentang cerita masa
silam Ki Jangkung Angling Dharma.
13103902211467245890
13103902211467245890
Kolam purba yang di dalamnya terdapat menhir. Jadi sumber pengairan
sawah.
Salakanagara adalah nama sebuah kerajaan, berdasarkan Naskah Wangsakerta
- Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara yang disusun sebuah panitia
dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta. Salakanagara diperkirakan
merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Informasi tersebut
membuat wawasan saya mengenai Banten menjadi tambah luas. Salakanagara
artinya Negara Perak, didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi).
Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota
Pandeglang, kota yang ketika terkenal dengan hasil logamnya. Pandeglang
dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata "panday" dan
"geulang" yang artinya pembuat gelang. Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan
Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang
menjadi kota Merak sekarang. Merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat
perak".
13103904421188727453
13103904421188727453
Bangunan yang di dalamnya terdapat makam Wali Jangkung.
Sebagian lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar
Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang
hampir sama. Dari sini pula saya ketahui, bahwa situs di Cihunjuran
terdapat beberapa batu-batu purba (menhir) serta kolam pemandian purba
tepatnya seperti zaman Megalitikum. Bukan hanya batu-batuan dan kolam
purba yang menarik, tetapi juga keberadaan makam Aki Tirem Luhur Mulia
atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling
Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam. Aki Tirem
adalah tokoh awal yang berkuasa di sini. Konon, kota inilah yang disebut
Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada,
Pandeglang. Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang
akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya
bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Ketika Aki
Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi
ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri
Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar
Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa
kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain
Kerajaan Agnynusa (Negeri Api)yang berada di Pulau Krakatau.
13103905042071899845
13103905042071899845
Plang nama Situs Salakanagara.
Situs Cihunjuran hanyalah salah satu dari beberapa situs lainnya seperti
situs di Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon, yang menjadi bukti sejarah
tentang keberadaan Kerajaan Salakanagara di Banten Selatan. Di sini pula
terdapat Batu Dolmen, tumpukan menhir dan Batu Dakon serta Batu Peta
yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan
isi peta tersebut. Kerajaan Salakanagara ada sejak abad ke-1, merupakan
kerajaan tertua yang ada di Nusantara yang didirikan Dewawarman.
Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara
(Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia
dengan putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci. Setelah Dewawarman
menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman
menjadi Raja I (pertama) yang kemudian memikul tampuk kekuasaan Kerajaan
Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama
Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan
Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi
pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII).
Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Prabu
Angling Dharma dan Wali Jangkung. Nama inilah yang kemudian menjadi
sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah
cerita rakyat biasa tanpa fakta? Atau nama tersebut sebenarnya nama lain
dari Aki Tirem Luhur Mulia, mertua Dewawarman? Samakah Angling Dharma
yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat
Cihunjuran? Jika memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem
Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung? Bukankah sebutan Wali
hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Jadi, apa sebenarnya
agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam atau Hindu kah?
Dilihat dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat
diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk
setempat. Ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs
kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki
Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu
dan bacaan-bacaan Ziarah. Itupula yang menjadi misteri. Fakta kasat mata
menunjukkan di Situs Cihunjuran terdapat tiga buah menhir yang terletak
di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng.
Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung
Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung
Pulosari, Kabupaten Pandeglang. Tanpa memberikan presisi dimensi dan
lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah
barat laut Gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan
Pulosari (sekarang). Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II
di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu
ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
Masih di Cihunjuran juga terdapat Batu Dakon, tepatnya terletak di
Kecamatan Mandalawangi. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya
dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan. Di puncak Gunung
Pulosari terdapat menhir Batu Magnit yang menjadi lokasi puncak Rincik
Manik, di Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu
sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah
dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai
arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut. Di
lereng di lereng Gunung Pulosari, terdapat air terjun Curug Putri.
Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat
pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi
tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang
berserak di bawah cucuran air terjun. Dari keterangan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang
ada di nusantara dan bukan cerita legenda tanpa fakta. Hal itu dapat
dilihat dari situs-situs peninggalan kerajaan tersebut. Tapi para ahli
sejarah dan ahli arkeologi masih memperdebatkan keberadaan Kerajaan
Salakanegara, sehingga menjadi sebuah misteri yang belum tersingkap.
Sumber Bacaan Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar
Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widhypurnama/misteri-situs-menhir-cihunjuran_5500f80da33311e772512a3e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/widhypurnama/misteri-situs-menhir-cihunjuran_5500f80da33311e772512a3e
Tidak ada komentar:
Posting Komentar