TATA PEMERINTAHAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Dari Pararaton dan Nāgarakṛtāgama
dapat diketahui bahwa sistem pemerintahan dan politik Majapahit sudah
teratur dengan baik dan berjalan lancar. Konsep politik ini menyatu
dengan konsep jagat raya, yang melahirkan pandangan cosmoginos.
Majapahit sebagai sebuah kerajaan
mencerminkan doktrin tersebut, kekuasaan yang bersipat teotorial dan
disentralisasi dengan birokrasi yang terinci.
Raja yang dianggap sebagai penjelmaan
dewa tertinggi, memegang otoritas politik tertinggi dan menduduki puncak
hierarki kerajaan.
Ada pun wilayah tinggal para dewa
lokapala terletak di empat penjuru mata angin. Untuk terlaksananya
kekuasaan, raja dibantu oleh sejumlah pembantu, yang tidak lain
penjabat-penjabat birokrasi kerajaan.
Dalam susunan birokrasi demikian, semakin
dekat hubungan seseorang dengan raja maka akan semakin tinggi pula
kedudukannya dalam birokrasi kerajaan.
Nāgarakṛtāgama pupuh 89 : 2
memberitakan bahwa hubungan negara dengan desa begitu rapat seperti
singa dengan hutan. Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan
makanan.
apan ikang pura len swawisaya kadi singha lawan sahana
yan rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara
yan taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka
hetu nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus
yan rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara
yan taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka
hetu nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus
[Negara dan desa bersambung rapat seperti singa dan hutan,
Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan,
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita,
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!]
Struktur birokrasi dalam hierarki Majapahit dari tingkat pusat ke jabatan yang lebih rendah adalah:Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan,
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita,
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!]
- raja;
- yuwaraja/kumaraja (raja muda);
- rakryan mahamatri katrini;
- rakryan mantri ri pakirakiran;
- dharmadhyaksa.
Raja adalah pemegang otoritas tertinggi,
baik dalam kebijakan politik mau pun istana lainnya. Kedudukannya
diperoleh dari hak waris yang telah digariskan secara turun-temurun.
Di samping raja, ada kelompok yang disebut sebagai Bhatara Sapta Prabu semacam Dewan Pertimbangan Agung. Dalam Nāgarakṛtāgama (Pupuh 73:2), dewan ini disebut pahom narendra yang beranggotakan sembilan orang; sedangkan dalam Kidung Sundayana disebut Sapta Raja.
kunang i pahom narendra haji rama sang prabhu kalih sireki pinupul
ibu haji sang rwa tansah athawanuja nrepati karwa sang priya tumut
gumunita sang wruheng gumunadosa ning bala gumantyane sang apatih
linawelawo ndatan hana katrpti ning twas mangun wiyoga sumusuk
Pada masa Raja Dyah Hayam Wuruk, mereka yang menduduki jabatan tersebut di antaranya:
1. Raja Hayam Wuruk;
2. Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
3. Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
4. Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
5. Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
6. Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
7. Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
8. Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
9. Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
2. Yuwaraja/Rajakumara/Kumaraja (Raja Muda)2. Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
3. Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
4. Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
5. Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
6. Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
7. Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
8. Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
9. Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
Jabatan ini biasanya diduduki oleh putra mahkota. Dari berbagai prasasti dan Nāgarakṛtāgama
diketahui bahwa para putra mahkota sebelum diangkat menjadi raja pada
umumnya diberi kedudukan sebagai raja muda. Misalnya, Jayanagara sebelum
menjadi raja, terlebih dahulu berkedudukan sebagai rajakumara di Daha.
Hayam Wuruk sebelum naik takhta menjadi
raja Majapahit, terlebih dahulu berkedudukan sebagai rajakumara di
Kabalan. Jayanegara dinobatkan sebagai raja muda di Kadiri tahun 1295.
Pengangkatan tersebut dimaksud sebagai
pengakuan bahwa raja yang sedang memerintah akan menyerahkan hak atas
takhta kerajaan kepada orang yang diangkat sebagai raja muda, jika yang
bersangkutan telah mencapai usia dewasa atau jika raja yang sedang
memerintah mangkat.
Raja muda Majapahit yang pertama ialah
Jayanegara. Raja muda yang kedua adalah Dyah Hayam Wuruk yang dinobatkan
di Kahuripan (Jiwana). Pengangkatan raja muda tidak bergantung pada
tingkatan usia. Baik raja Jayanegara mau pun Hayam Wuruk masih
kanak-kanak, waktu diangkat menjadi raja muda, sementara pemerintahan di
negara bawahan yang bersangkutan dijalankan oleh patih dan menteri.
3. Rakryan Mahamatri Katrini
Jabatan ini merupakan jabatan yang telah
ada sebelumnya. Sejak zaman Mataram Kuno, yakni pada masa Rakai
Kayuwangi, jabatan ini tetap ada hingga masa Majapahit.
Penjabat-penjabat ini terdiri dari tiga orang yakni:
rakryan mahamantri i hino,
rakryan mahamantri i halu, dan
rakryan mahamantri i sirikan.
rakryan mahamantri i halu, dan
rakryan mahamantri i sirikan.
Ketiga penjabat ini memunyai kedudukan
penting setelah raja, dan mereka menerima perintah langsung dari raja.
Namun, mereka bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah raja; titah
tersebut kemudian disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di
bawahnya.
Di antara ketiga penjabat itu, rakryan
mahamantri i hino-lah yang terpenting dan tertinggi. Ia memunyai
hubungan yang paling dekat dengan raja, sehingga berhak mengeluarkan
piagam (prasasti).
Oleh sebab itu, banyak para ahli yang menduga jabatan in dipegang oleh putra mahkota.
4. Rakryan Mantri ri PakirakiranJabatan ini berfungsi semacam Dewan Menteri atau Badan Pelaksana Pemerintah. Biasanya terdiri dari lima orang rakryan (para tanda rakryan), yakni:
1. Rakryan Mahapatih atau Patih Amangkubhumi;
2. Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan);
3. Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan);
4. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima);
5. Rakryan Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas upacara).
2. Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan);
3. Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan);
4. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima);
5. Rakryan Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas upacara).
Para tanda rakryan ini dalam susunan pemerintahan Majapahit sering disebut Sang Panca ring Wilwatikta atau Mantri Amancanagara.
Dalam berbagai sumber, urutan jabatan
tidak selalu sama. Namun, jabatan rakryan mahapatih (patih amangkubhumi)
adalah yang tertinggi, yakni semacam perdana menteri (mantri mukya).
Untuk membedakan dengan jabatan patih
yang ada di Negara daerah (profinsi) yang biasanya disebut mapatih atau
rakryan mapatih, dalam Nāgarakṛtāgama jabatan patih amangkubhumi dikenal dengan sebutan apatih ring tiktawilwadika.
Gajah Mada sebagai patih adalah Sang Mahamantri Mukya Rakyran Mapatih Gajah Mada
Berikut Nama Nama Patih Majapahit menurut Kitab Pararaton :
1. Mahapatih Nambi 1294 – 13162.
2. Mahapatih Dyah Halayuda (Mahapati) 1316 – 13233.
3. Mahapatih Arya Tadah (Empu Krewes) 1323 – 13344.
4. Mahapatih Gajah Mada 1334 – 1364
5. Mahapatih Gajah Enggon 1367 – 1394.
6. Mahapatih Gajah Manguri 1394 – 13987.
7. Mahapatih Gajah Lembana 1398 – 14108.
8. Mahapatih Tuan Tanaka 1410 – 1430
5. Dharmadhyaksa2. Mahapatih Dyah Halayuda (Mahapati) 1316 – 13233.
3. Mahapatih Arya Tadah (Empu Krewes) 1323 – 13344.
4. Mahapatih Gajah Mada 1334 – 1364
5. Mahapatih Gajah Enggon 1367 – 1394.
6. Mahapatih Gajah Manguri 1394 – 13987.
7. Mahapatih Gajah Lembana 1398 – 14108.
8. Mahapatih Tuan Tanaka 1410 – 1430
Dharmadhyaksa adalah penjabat tinggi yang
bertugas secara yuridis mengenai masalah-masalah keagamaan. Jabatan ini
diduduki oleh dua orang, yaitu:
1. Dharmadhyaksa ring Kasaiwan untuk urusan agama Siwa,2. Dharmadhyaksa ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha.
Masing-masing dharmadhyaksa ini dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut dharmaupapatti atau upapatti, yang jumlahnya amat banyak. Pada masa Hayam Wuruk hanya dikenal tujuh upapatti, yakni: sang upapatti sapta:
i. sang pamget i tirwan,
ii. kandhamuni,
iii. manghuri,
iv. pamwatan,
v. jhambi,
vi. kandangan rare, dan
vii. kandangan atuha.
ii. kandhamuni,
iii. manghuri,
iv. pamwatan,
v. jhambi,
vi. kandangan rare, dan
vii. kandangan atuha.
Di antara upapatti itu ada pula yang menjabat urusan sekte-sekte tertentu, misalnya: bhairawapaksa, saurapaksa, siddahantapaksa, sang wadidesnawa, sakara, dan wahyaka.
6. Paduka Bhatara (Raja Daerah)
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit
merupakan kelanjutan Singasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu
di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre.
Gelar ini adalah gelar tertinggi
bangsawan kerajaan mereka berada di bawah raja Majapahit sebagai
raja-raja daerah yang masing-masing memerintah sebuah negara daerah.
Biasanya mereka adalah saudara-saudara raja atau kerabat dekat.
Tugas mereka adalah untuk mengelola
kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan
mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk
(1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat
dekat raja (Lihat pada waosan berikutnya tentang Wilayah Kekuasaan
Kerajaan Majapahit).
…Tanda
1. Rakryan;
2. Arya;
3. Dang Akarya.
2. Arya;
3. Dang Akarya.
Di Majapahit para pegawai pemerintahan disebut tanda,
masing-masing diberi sebutan atau gelar sesuai dengan jabatan yang
dipangkunya. Dalam hal kepegawaian, sebutannya mengalami perubahan dari
masanya; gelar yang sama Kerajaan Mataram belum tentu bermakna yang sama
dengan masa Majapahit, misalnya gelar rake atau rakai dan mangkubumi.
Ditinjau dari gelar-sebutannnya seperti
yang kedapatan pada pelbagai piagam, tanda ini dapat digolongkan yakni:
golongan rakryan atau rakean, golongan arya, dan golongan dang acarya.
1. RakryanRakryan disebut juga Rakean, beberapa piagam, di antaranya Piagam Surabaya, menggunakan gelar rake yang maknanya sama dengan rakryan. Jumlah jabatan yang disertai gelar rakryan terbatas sekali. Para tanda yang berhak menggunakan gelar rakryan atau rake seperti berikut:
1. Mahamantri katrini, yaitu mahamantri i hino, mahamantri i sirikan, dan mahamantri i halu. Misalnya, pada Piagam Kudadu tertulis:
a. rakryan mantri i hino adalah Dyah Pamasi;
b. rakryan mantri i sirikan adalah Dyah Palisir;
c. rakryan mantri i halu adalah Dyah Singlar.
b. rakryan mantri i sirikan adalah Dyah Palisir;
c. rakryan mantri i halu adalah Dyah Singlar.
2. Pasangguhan, sama dengan hulubalang. Pada zaman Majapahit hanya ada dua jabatan pasangguhan, yakni: pranaraja dan nayapati.
Misalnya, pada Piagam Kudadu, tarikh 1294:- mapasanggahan sang pranaraja, Rakryan mantra Mpu Sina (nama ini ditemukan juga dalam Piagam Penanggungan)
- mapasanggahan sang nayapati, Mpu Lunggah.
Pada zaman awal Majapahit, ada empat
orang pasangguhan, yakni dua orang yang disebutkan di atas ditambah
rakryan mantri dwipantara Sang Arya Adikara dan pasangguhan Sang Arya
Wiraraja.
3. Sang Panca Wilwatikta, yakni lima orang pembesar yang diserahi urusan pemerintah Majapahit. Mereka itu rangga dan tumenggung.
Piagam Penanggungan menyebut:
a. Rakryan Apatih adalah Pu Tambi,
b. Rakryan Demung adalah Pu Rentang,
c. Rakryan Kanuhunan adalah Pu Elam,
d. Rakryan Rangga adalah Pu Sasi, dan
e. Rakryan Tumenggung adalah Pu Wahana.
b. Rakryan Demung adalah Pu Rentang,
c. Rakryan Kanuhunan adalah Pu Elam,
d. Rakryan Rangga adalah Pu Sasi, dan
e. Rakryan Tumenggung adalah Pu Wahana.
4. Juru pangalasan, yakni
pembesar daerah mancanegara. Piagam Penanggungan menyebutkan raja
Majapahit sebagai Rakryan Juru Kertarajasa Jayawardana atau Rakryan
Mantri Sanggramawijaya Kertarajasa Jayawardhana. Piagam Bendasari
menyebut Rake Juru Pangalasan Pu Petul.
5. Para patih negara-negara bawahan.Pada Piagam Sidateka tarikh 1323 disebutkan:
a. Rakryan Patih Kapulungan: Pu dedes;
b. Rakryan Patih Matahun: Pu Tanu.
b. Rakryan Patih Matahun: Pu Tanu.
Piagam Penanggungan, tarikh 1296,
menyebut Sang Panca ri Daha dengan gelar rakryan, karena Daha dianggap
sejajar dengan Majapahit.
2. AryaPara tanda arya mempunyai kedudukan lebih rendah dari rakryan, dan disebut pada piagam-piagam sesudah Sang Panca Wilwatikta. Ada berbagai jabatan yang disertai gelar arya.
Piagam Sidakerta memberikan gambaran yang agak lengkap, yakni:
1. Sang Arya Patipati: Pu Kapat;
2. Sang Arya Wangsaprana: Pu Menur;
3. Sang Arya Jayapati: Pu Pamor;
4. Sang Arya Rajaparakrama: Mapanji Elam;
5. Sang Arya Suradhiraja: Pu Kapasa;
6. Sang Arya Rajadhikara: Pu Tanga;
7. Sang Arya Dewaraja: Pu Aditya;
8. Sang Arya Dhiraraja: Pu Narayana.
2. Sang Arya Wangsaprana: Pu Menur;
3. Sang Arya Jayapati: Pu Pamor;
4. Sang Arya Rajaparakrama: Mapanji Elam;
5. Sang Arya Suradhiraja: Pu Kapasa;
6. Sang Arya Rajadhikara: Pu Tanga;
7. Sang Arya Dewaraja: Pu Aditya;
8. Sang Arya Dhiraraja: Pu Narayana.
Karena jasa-jasanya, seorang arya dapat
dinaikkan menjadi wreddhamantri atau mantri sepuh. Baik Sang Arya
Dewaraja Pu Aditya maupun Sang Arya Dhiraraja Pu Narayana mempunyai
kedudukan wreddhamantri dalam Piagam Surabaya.
3. Dang Acarya
Sebutan ini khusus diperuntukkan bagi
para pendeta Siwa dan Buddha yang diangkat sebagai dharmadhyaksa (hakim
tinggi) atau upapatti (pembantu dharmadhyaksa kesiwaan dan dharmadhyaksa
kebuddhaan).
Jumlah upapatti semula hanya berjumlah
lima, semuanya dalam kasaiwan (kesiwaan); kemudian ditambah dua upapatti
kasogatan (kebuddhaan) di kandangan tuha dan kandangan rahe. Dengan
demikian, semuannya berjumlah tujuh dalam pemerintahan Dyah Hayam Wuruk.
Pembesar-pembesar pengadilan ini biasanya
disebut sesudah para arya. Contohnya, susunan pengadilan seperti yang
dipaparkan dalam Piagam Trawulan, tarikh 1358, sebagai berikut.
1. Dharmadhyaksa Kasaiwan: Dang Acarya Dharmaraja;
2. Dharmadhyakasa Kasogatan: Dang Acarya Nadendra;
3. Pamegat Tirwan: Dang Acarya Siwanata;
4. Pamegat Manghuri: Dang Acarya Agreswara;
5. Pamegat Kandamuni: Dang Acarya Jayasmana;
6. Pamegat Pamwatan: Dang Acarya Widyanata;
7. Pamegat Jambi: Dang Acarya Siwadipa;
8. Pamegat Kandangan Tuha: Dang Acarya Srigna;
9. Pamegat Kandangan Rare: Dang Acarya Matajnyana.
2. Dharmadhyakasa Kasogatan: Dang Acarya Nadendra;
3. Pamegat Tirwan: Dang Acarya Siwanata;
4. Pamegat Manghuri: Dang Acarya Agreswara;
5. Pamegat Kandamuni: Dang Acarya Jayasmana;
6. Pamegat Pamwatan: Dang Acarya Widyanata;
7. Pamegat Jambi: Dang Acarya Siwadipa;
8. Pamegat Kandangan Tuha: Dang Acarya Srigna;
9. Pamegat Kandangan Rare: Dang Acarya Matajnyana.
Tambahan dua orang upapatti yang biasa
disebut (sang) pamegat dilakukan sesudah tahun 1329, yakni pada zaman
pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, karena pada Piagam Berumbung,
pamegat kandangan tuha dan rare belum disebut.
Penyebutan yang pertama didapati yang pertama terdapat pada Piagam Nglawang, tidak bertarikh.
Tata Susunan Pemerintahan Pusat-Daerah
Hirarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:
- Bhumi: pusat kerajaan, diperintah oleh Maharaja.
- Nagara: setingkat propinsi, diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan keluarga dekat raja), bhatara, wadhana atau adipati.
- Watek: setingkat kabupaten, dipimpin oleh wiyasa atau tumengung.
- Kuwu: setingkat lebih tinggi di atas kecamatan atau kademangan dipimpin oleh lurah atau demang.
- Wanua: setingkat desa, dipimpin oleh thani atau petinggi.
- Kabuyutan: setingkat lingkungan, padukuhan, dusun kecil atau tempat sakral, dipimpin oleh seorang buyut atau rama atau kepala dukuh.
Negara bawahan maupun daerah, mengambil
pola pemerintahan pusat. Raja dan juru pangalasan adalah pembesar yang
bertanggung jawab; sementara pemerintahannya dikuasakan kepada patih,
sama dengan pemerintah pusat. Meski raja Majapahit adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap pemerintahan, tetapi pemerintahannya berada
di tangan patih amangkubumi (patih seluruh negara).
Itulah sebabnya menurut Nāgarakṛtāgama pupuh 10, para patih, jika datang ke Majapahit, mereka mengunjungi gedung kepatihan amangkubumi yang dipimpin oleh Gajah Mada.
Nāgarakṛtāgama (Pupuh 10: 1, 2 dan 3):1.
Warnnan warnna ni sang manangkil irikang witana satata
Mantri wrddha pararyya len para pasangguhan sakaparek
Mwang sang panca ri wilwatikta mapageh demung kanuruhan
Tansah rangga tumenggung uttama ni sang marek woki penuh.
Mantri wrddha pararyya len para pasangguhan sakaparek
Mwang sang panca ri wilwatikta mapageh demung kanuruhan
Tansah rangga tumenggung uttama ni sang marek woki penuh.
(Inilah pembesar yang sering menghadap di
balai witana, Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring,
Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanuruhan, rangga, Tumenggung,
lima priyayi agung yang dekat dengan istana.)
2.
Kwehning wesa puri kamantryan ing amatya ring sanagara
Don ing bhasa parapatih parademung sakala n apupul
Anghing sang juru ning watek pangalasan mahingan apageh
Panca kweh nira mantri anindita rumaksa karyya ri dalem.
Don ing bhasa parapatih parademung sakala n apupul
Anghing sang juru ning watek pangalasan mahingan apageh
Panca kweh nira mantri anindita rumaksa karyya ri dalem.
(Semua patih, demung negara bawahan dan
pengalasan, Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh, Jika
datang, berkumpul di kepatihan seluruh negara, Lima menteri utama, yang
mengawal urusan negara.)
3.
Ndan sang ksatriya len bhujangga rsi wipra yapwan umarek
Ngkane heb ning asoka munggwi hiring ing witana mangadeg
Dharmadhyaksa kalih lawan sang upapatti saptadulur
Sang tuhwaryya lekas niran pangaran aryya yukti satirun.
Ngkane heb ning asoka munggwi hiring ing witana mangadeg
Dharmadhyaksa kalih lawan sang upapatti saptadulur
Sang tuhwaryya lekas niran pangaran aryya yukti satirun.
(Satria, pendeta, pujangga, para wipra,
jika menghadap, Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana, Begitu
juga dua dharmadhyaksa dan tujuh pembantunya, Bergelar arya, tangkas
tingkahnya, pantas menjadi teladan.)
Ada pun masalah administrasi pemerintahan Majapahit dikuasakan kepada lima pembesar yang disebut Sang Panca ri Wilwatika.
Mereka adalah: Patih Amangkubumi, Demung, Kanuruhan, Rangga, dan
Tumenggung. Mereka inilah yang banyak dikunjungi oleh para pembesar
negara bawahan dan negara daerah untuk urusan pemerintahan. Apa yang
direncanakan di pusat, dilaksanakan di daerah oleh pembesar
bersangkutan.
Dari patih perintah turun ke watek. Dari watek turun ke akuwu/akurug, pembesar sekelompok desa (semacam lurah). Dari akuwu ke wanua dan turun ke buyut, pembesar desa. Dari buyut
turun kepada penghuni desa. Demikianlah tingkat organisasi pemerintahan
di Majapahit, dari pucuk pimpinan negara sampai rakyat pedesaan.
Dalam pelaksanaan tugas kerajaan,
raja-raja daerah tadi dibebani tugas untuk mengumpulkan penghasilkan
kerajaan, menyerahkan upeti kepada perbendaharaan kerajaan, dan
pertahanan wilayah. Mereka dibantu oleh sejumlah penjabat daerah, di
mana bentuknya hampir sama dengan birokrasi di pusat tetapi dalam skala
yang lebih kecil. Dalam hal ini raja-raja daerah memiliki otonomi untuk
mengangkat pejabat-pejabat birokrasi bawahannya.
Selain pejabat birokrasi yang telah
disebutkan tadi, masih banyak sejumlah pejabat sipil dan militer
lainnya. Mereka adalah kepala jawatan (tanda), nayaka, pratyaya, drawwayahaji, dan surantani, yang bertugas sebagai pengawal raja dan lingkungan keraton.
Mengenai birokrasi kerajaan, menurut
berita Cina dari zaman Dinasti Sung (960-1279), bahwa raja Jawa waktu
itu memunyai lebih dari 300 penjabat yang mencatat penghasilan kerajaan.
Selain itu, ada kira-kira 1.000 orang penjabat rendahan yang mengurusi
benteng-benteng, parit-parit kota, perbendaharaan, dan lumbung-lumbung
negara.
Sedangkan dalam kitab Praniti Raja Kapa-Kapa, diuraikan bahwa ada 150 menteri dan 1.500 penjabat rendahan.
Praniti Raja Kapa-Kapa
mengungkapkan bagaimana sifat-sifat seorang abdi kerajaan (abdi kerajaan
adalah semua pegawai dan pejabat kerajaan yang menjalankan fungsinya
sebagai abdi raja/abdi negara).
Praniti Raja Kapa-Kapa adalah
sebuah sajak/syair berbait sepuluh yang konon sering dibacakan di
kalangan kraton pada saat-saat tertentu yaitu berkumpulnya para pejabat
negara, mungkin pada saat “rapat kerja” atau “sidang kabinet” yang
dilakukan pada bulan-bulan phalguna caitra.
Satu tafsiran populer yang menarik adalah mengenai sifat dan watak mantri atau menteri, yang berasal dari kata ma-tri atau tiga ciri utama, yaitu tiga sifat dasar yang harus dimiliki oleh setiap pejabat negara yang baik, yakni berupa setya (kesetiaan), sadu (kerendahan hati), dan tuhu (kesungguhan).
Melihat struktur pemerintahannya, sistem
pemerintahan di Majapahit bersifat teotorial dan disentralisasi, dengan
birokrasi yang terinci. Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa,
memegang otoritas politik tertinggi.
Hubungan antara raja dengan pegawai-pegawainya dalam birokrasi pemerintahan kerajaan berbentuk clienship,
yaitu ikatan seorang penguasa politik tertinggi dan orang yang
dikuasakan untuk menjalankan sebagian dari kekuasaan penguasa tertinggi.
Wilayah kerajaan yang berupa
negara-negara daerah disamakan dengan tempat tinggal para dewa lokapala
yang terletak di empat penjuru mata angin.
Lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit
Saat Majapahit memasuki era pemerintahan
Prabu Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, beberapa negara bagian di
luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai
hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
Negara Agung,
atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit
Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang
termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana
raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi
setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh
para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara,
area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi
oleh budaya Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi,
area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang
kemungkinan membentuk aliansi atau menikah dengan keluarga kerajaan
Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di
tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka
dan memungut pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup
penting. Termasuk didalamnya daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali,
dan juga Dramasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
Nusantara,
adalah area yang tidak merefleksikan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke
dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati
otonomi yang cukup dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa
penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini;
akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam Majapahit akan
menghasilkan reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil
dan koloni di Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan
Semenanjung Malaya.
(Uraian lebih rinci tentang Wilayah Kekuasaan Kerajaan Majaphit akan diwedar kemudian).
Hubungan Diplomatik
Ketiga kategori di atas termasuk ke dalam
lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga
mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik
luar negeri, yang disebut dengan Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti “mitra dengan tatanan (aturan) yang sama“.
Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara
oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit.
Menurut Nāgarakṛtāgama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya dari Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa (Kamboja), dan Yawana (Annam).
Mitreka Satata dapat dianggap sebagai
aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti Cina dan
India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah
melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Sumber phrasa Mitreka Satata berasal dari
kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman keemasan kerajaan
Majapahit. Semboyan Mitreka Satata ini dipakai oleh Mahapatih kerajaan
Majapahit yaitu Gajah Mada.
Sebagai landasan dalam menjalankan
politik luar negeri Majapahit yang bersifat sahabat, hidup berdampingan
secara damai dengan negara-negara tetangga.
Tata Urutan Keprajuritan Majapahit dalam Tata Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Pada masa kini urutan kepangkatan
militer/keprajuritan Indonesia banyak dipengaruhi oleh keprajuritan
negara-negara asing (khususnya Amerika Serikat), demikian juga
istilah-istilah kepangkatannya. Pada umumnya urutan jenjang struktur dan
kepangkatan militer masa kini adalah:
- squad (regu), unit tembak dan unit assault (8-16 orang), satuan pelaksana operasi terkecil dalam ketentaraan, dipimpin kopral-sersan;
- platoon (peleton), 2-3 regu (20-60 orang), dipimpin oleh letnan;
- company (kompi), 2-5 peleton (70-200 orang), dipimpin oleh kapten
- battalion (batalion), 2-5 kompi (300-1000 orang), dipimpin oleh mayor-letkol;
- regimen (resimen), 2-5 batalion (1000-3000 orang), dipimpin oleh kolonel;
- brigade, 2-3 resimen (2000-5000 orang), dipimpin oleh kolonel-brigjen;
- division (divisi), 2-3 brigade (10.000 orang), dipimpin oleh mayjen;
- corps (korps), 2 atau lebih divisi, dipimpin oleh letjen;
- army group, 2-3 corps, dipimpin oleh jendral.
1. Sri Maharaja:
Sri Maharaja dianggap sebagai penjelmaan
Dewa tertinggi. Memegang otoritas kebijakan politik tertinggi dan
menduduki puncak hierarki kerajaan.
2. Bhatara Sapta Prabu:
Bhattara Saptaprabhu adalah pejabat tinggi kerajaan semacam Dewan Pertimbangan Agung atau Penasehat Raja.
3. Yuwaraja:Raja Muda. Putra Mahkota.
4. Mahapatih Hamangkubumi:
Mahapatih Amangkubhumi adalah jabatan yang tertinggi setelah Raja, yakni semacam Perdana Menteri (mantri mukya). Mahapatih Amangkubumi mengepalai Badan Pelaksana Pemerintahan dan bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan kerajaan.
5. Mahamentri i hino:
Mahamenteri Hino mempunyai kedudukan
penting setelah Raja dan menerima perintah langsung dari Raja. Namun
Mahamenteri Hino bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah Raja, titah
tersebut kemudian disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di
bawahnya. Di antara ketiga penjabat Mahamenteri, Mahamenteri Hinolah
yang terpenting dan tertinggi. Mahamenteri Hino mempunyai hubungan yang
paling dekat dengan Raja, sehingga berhak mengeluarkan piagam
(prasasti).
6. Mahamentri i sirikan:
Mahamenteri Sirikan mempunyai kedudukan
penting setelah Raja dan menerima perintah langsung dari Raja. Namun
Mahamenteri Sirikan juga bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah
Raja, titah tersebut kemudian disampaikan kepada penjabat-penjabat lain
yang ada di bawahnya.
Di antara ketiga penjabat Mahamenteri,
Mahamenteri Sirikan menduduki tempat tertinggi kedua setelah Mahamenteri
Hino. Mahamenteri Sirikan juga mempunyai hubungan yang dekat dengan
Raja, tetapi tidak berhak mengeluarkan piagam (prasasti).
7. Mahamentri i halu:
Mahamenteri Halu mempunyai kedudukan
penting setelah Raja dan menerima perintah langsung dari Raja. Namun
Mahamenteri Halu juga bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah Raja,
titah tersebut kemudian disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang
ada di bawahnya. Di antara ketiga penjabat Mahamenteri, Mahamenteri Halu
menduduki tempat terbawah. Mahamenteri Halu juga mempunyai hubungan
yang dekat dengan Raja, tetapi tidak berhak mengeluarkan piagam
(prasasti).
8. Pasangguhan Pranaraja:
Pasangguhan Pranajaya adalah pejabat
tinggi kerajaan semacam hulubalang istana yang bertugas merencanakan dan
mengambil keputusan tentang seluk beluk pemerintahan yang harus
dilaksanakan para pejabat di bawahnya.
9. Pasangguhan Nayapati:Pasangguhan Nayapati adalah pejabat tinggi kerajaan semacam hulubalang istana namun kedudukannya di bawah Pasangguhan Pranaraja yang juga bertugas merencanakan dan mengambil keputusan tentang seluk beluk pemerintahan yang harus dilaksanakan para pejabat di bawahnya.
10. Rakryan Patih:
Rakryan Patih merupakan Pejabat Negara
paling tinggi diantara lima Pejabat Pelaksana Pemerintahan lain yang
dikepalainya yaitu Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan);
Rakryan Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas upacara); Rakryan
Tumenggung (Panglima Kerajaan); Rakryan Rangga (Pembantu Panglima).
Mereka menjalankan tugas yang diberikan oleh kerajaan dan mempunyai
hubungan luas dengan berbagai daerah yang ada di bawah naungan kerajaan.
11. Rakryan Demung:
Rakryan Demung merupakan pejabat
tertinggi kedua diantara lima Pejabat Pelaksana Pemerintahan. Rakryan
Demung bertugas mengatur Rumah Tangga Kerajaan.
12. Rakryan Kanuruhan:
Rakryan Kanuruhan merupakan pejabat
tertinggi ketiga di antara lima Pejabat Pelaksana Pemerintahan. Rakryan
Kanuruhan melaksanakan tugas-tugas protokoler dan bertugas sebagai
penghubung diantara para pejabat kerajaan
13. Rakryan Tumenggung:
Rakryan Tumenggung adalah Pejabat
Pelaksana Pemerintahan Bidang Militer, beliau adalah Panglima Tentara
Kerajaan, sebagai Panglima Perang Kerajaan, Rakryan Temenggung bertugas
langsung membawahi para Senopati (Kepala Pasukan Kerajaan). Rakryan
Temenggung bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan kerajaan.
14. Rakryan Rangga:
Rakryan Rangga merupakan Pejabat Pelaksana Pemerintahan Wakil Panglima Tentara Kerajaan.
15. Sang Wredhamenteri:
Sang Wredhamenteri merupakan para Menteri
Senior yang bertugas membantu para pejabat tinggi kerajaan diatasnya
dalam menjalankan roda pemerintahan.
16. Sang Yuwamenteri:
Sang Yuwamenteri merupakan para Menteri
Muda yang bertugas membantu Sang Wredamenteri juga para pejabat tinggi
kerajaan lain diatasnya dalam menjalankan roda pemerintahan.
17. Sang Aryadhikara:
Sang Aryadhikara merupakan pejabat
kerajaan yang berasal dari para Thanda (semacam pegawai kerajaan)
berpangkat tinggi yang bertugas membantu Sang Wredamenteri, Sang
Yuwamenteri dan para pejabat tinggi kerajaan lain diatasnya dalam
menjalankan roda pemerintahan.
18. Dharmmadhyaksa:
Dharmmadhyaksa adalah penjabat tinggi
kerajaan yang mempunyai tugas khusus secara yuridis mengurus
masalah-masalah sosial kemasyarakatan, etika dan hubungan antar umat
beragama.
19. Dharmmauppapati:
Dharmmauppapati adalah pejabat yang
membantu Dharmmadhyaksa dan mempunyai tugas khusus yang sama dengan
Dharmmadhyaksa yaitu mengurus masalah-masalah sosial kemasyarakatan,
etika dan hubungan antar umat beragama.
Tata Keprajuritan Kerajaan Majapahit:1. Sri Maharaja:
Sri Maharaja adalah pemegang kekuasaan
tertinggi Keprajuritan Kerajaan, beliau adalah Panglima Tertinggi
Tentara Kerajaan. (Raja-raja pada zaman Mataram Baru menggunakan gelar Sénopati-Ing-Ngalågå sebagai Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan.
Gelar ini dipakai oleh Sultan Yogyakarta sekarang, Sri Sultan Hamengkubuwono ke X. Ngarså Dalêm. Sampéyan Dalêm Ingkang Sinuwun Kanjêng Sultan Hamêngku Buwånå, Sénopati Ing Ngalågå
Ngabdulrahman Sayidin Panåtågåmå, Kalifatullah Ingkang Jumênêng Kaping
Sadåså ing Ngayogyåkartå Hadiningrat. (mungkin dapat dipersamakan dengan
Jendral Besar, Jendral Bintang Lima).
2. Mahapatih Hamangkubumi:
Sebagai Mahapatih Amangkubhumi yang juga
mengepalai seluruh Jajaran Keprajuritan Kerajaan. (Kalau sekarang
mungkin dapat dismakan dengan Menteri Pertahanan).
3. Rakryan Tumenggung:Rakryan Tumenggung adalah Pejabat Pelaksana Pemerintahan yang bertugas di bidang Keprajuritan, sebagai militer aktif. Rakryan Tumenggung adalah pangkat tertinggi dibidang kemiliteran kerajaan. Ahli strategi perang. (kalau sekarang dapat disetarakan dengan Panglima Tentara Nasional. Pangkat: Jendral/Laksamana/ Marsekal).
4. Rakryan Rangga: Rakryan
Rangga adalah pemimpin langsung satu kesatuan militer (sekarang
kira-kira sama dengan Panglima Divisi, pangkat: Letnan Jendral/Laksamana
Madya/Komodor, mungkin juga Jendral atau Laksamana).
Tercatat selama Pemerintahan Jayanegara
ada tiga divisi utama kerajaan, yaitu: Jala Yudha, Jala Pati dan Jala
Rananggana. Sebutan Jala menunjukkan bahwa Kerajaan Majapahit merupakan
Negara Maritim (Jala = Kelautan).
Satu dari tiga divisi yakni Jala
Rananggana melakukan makar terhadap Sang Prabu Jayanegara. Pasukan Jala
Yudha bersikap mendukung istana, sedangkan pasukan Jala Pati memilih
bersikap netral.
5. Senopati:
Senopati adalah Kepala Pasukan Tentara
Kerajaan, yang memimpin langsung sejumlah besar pasukan kerajaan di mana
di dalamnya termasuk Bekel dan Lurah Prajurit. Kedudukan Senopati
langsung berada dibawah perintah Rakryan Tumenggung. (Setara dengan
Komandan Brigade atau Komandan Resimen, atau paling tidak Komandan
Batalion, pangkat: Brigjen atau paling tidak Kolonel).
6. Bekel:
Bekel adalah Kepala Pasukan Tentara kecil
yang langsung berada di bawah perintah Rakryan Tumenggung dan Senopati.
(Setara dengan komandan kompi, pangkat Kapten).
7. Lurah Prajurit:
Lurah Prajurit adalah para Kepala
Prajurit yang membawahi sejumlah kecil prajurit dan berada langsung
dibawah perintah Senopati dan Bekel. (Semacam kepala regu atau komandan
peleton, pangkat: Letnan).
8. Prajurit Pasukan Khusus:
Prajurit Pasukan Khusus adalah prajurit
yang dibekali kemampuan khusus untuk menjalankan misi-misi kerajaan dan
langsung berada di bawah perintah para pimpinan prajurit di atasnya.
Contoh Prajurit: Bhayangkâri adalah Pasukan Khusus Pengawal Pribadi
Raja.
9. Prajurit:
Prajurit merupakan pasukan yang bergerak
di garis depan dalam melindungi kerajaan terutama dalam medan
pertempuran dan langsung berada di bawah perintah para pimpinan prajurit
di atasnya.
Peperangan
Berita Cina dari dinasti Ming menyatakan
bahwa pada tahun 1377 Suwarnabumi diserbu oleh tentara Jawa. Putra
Mahkota Suwarnabumi tidak berani naik tahta tanpa bantuan dan
persetujuan dari kaisar Cina.
Karena takut kepada raja Jawa. Kaisar
Cina lalu mengirim utusan ke Suwarnabumi untuk mengantarkan surat
pengangkatan namun ditengah jalan dicegat oleh tentara Jawa dan dibunuh.
Meski pun demikian, kaisar Cina tidak
mengambil tindakan balasan terhadap raja Jawa, karena mengakui tindakan
balasan tidak dapat dibenarkan. Sebab utama serbuan tentara jawa pada
tahun 1377 ialah pengiriman utusan ke Cina diluar pengetahun raja Jawa
oleh raja Suwarnabumi pada tahun 1373.
Pengiriman utusan itu dipandang sebagai
pelanggaran status Negara Suwarnabumi, yang sebenarnya dalah Negara
bawahan Majapahit; tarikh pendudukan Suwarnabumi diperkirakan disekitar
tahun 1350. Keruntuhannya menyebabkan jatuhnya daerah-daerahnya di
Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu, tunduk kedalam kekuasan Majapahit.
12 negara bawahan Suwarnabumi; 1).
Pahang, 2). Trengganu, 3). Langkasuka, 4). Kelantan, 5). Woloan, 6).
Cerating, 7). Paka, 8). Tembeling, 9.) Berahi, 10). Palembang, 11).
Muara Ampe, dan 12). Lamuri. Hampir semuanya disebut Negara bawahan
Majapahit dalam Nāgarakṛtāgama.
Daftar itu juga menyebut nama daerah
bawahan lainnya. Rupanya Palembang dijadikan batu loncatan bagi tentara
Majapahit untuk menundukan daerah-daerah lainya disebelah barat pulau
Jawa.
Namun di daerah-daerah ini tidak
ditemukan piagam sebagai bukti adanya kekuasan Majapahit.
Hikayat-hikayat daerah yang ditulis kemudian menyinggung adanya hubungan
antara berbagai daerah dan Majapahit dalam bentuk dongeng, tidak
sebagai catatan sejarah.
Dongengan itu hanya menunjukkan kekaguman-kekaguman terhadap Majapahit.
Sejarah Melayu mencatat dongeng tentang
serbuan kejayaan Tumasik oleh tentara Majapahit berkat Blot seorang
pegawai kerajaan, yang bernama Rajuna Tapa. Konon sehabis peperangan
Rajuna Tapa kena kutukan sebagai balasan atas pengkhianatannya, berubah
menjadi batu di sungai Singapura, rumahnya roboh, dan beras simpanannya
menjadi punah.
Dongengan itu mengingatkan serbuan
Tumasik oleh tentara Majapahit sekitar tahun 1350, karena Tumasik
termasuk kedalam salah satu pulau yang harus ditundukkan dalam program
politik Gajah Mada dan tercatat dalam daftar daerah bawahan Majapahit di
dalam Nāgarakṛtāgama.
Negara Islam Samudra Pasai di Sumatra
Utara juga tercatat sebagai negara bawahan Majapahit. Dongeng tentang
serbuan Pasai oleh tentara Majapahit diberitakan dalam hikayat raja-raja
Pasai.
Isinya demikian:
Pada pemerintahan Sultan Ahmad di pasai
putri Gemerencang dari Majapahit jatuh cinta kepada Abdul Jalil putra
raja Ahmad. Oleh karena itu ia berangkat ke Pasai dengan membawa banyak
kapal sebelum mendarat terdengar kabar bahwa Abdul Jalil dibunuh oleh
bapaknya. Karena kecewa dan putus asa Putri Gemerencang berdoa kepada
dewa agar kapalnya tenggelam.
Doa itu dikabulkan dan kapalnya
tenggelam, mendengar kabar itu raja Majapahit menjadi murka, lalu
mengerahkan tentara untuk menyerang Pasai. Ketika Majaphit menyerbu
Pasai sultan Ahmad berhasil melarikan diri namun Pasi dapat dikuasai.
Ekpedisi ke Sumatra mungkin sekali
dipimpin oleh Gajah Mada sendiri karena ada beberapa nama tempat di
Sumatra yang mengingatkan serbuan Pasai oleh tentara Majapahit dibawah
pimpinan Gajah Mada dan memang dongengnya ditafsirkan demikian oleh
masyarakat setempat.
Misalnya sebuah bukit di dekat kota
Langsa yang bernama Majak Pahit. Menurut dongeng tentara Majapahit
membuat benteng di bukit itu dalam persiapan menyerang Temiang. Rawa
antara Perlak dan Peu Dadawa bernama Paya Gajah (Gajah Mada) menurut
dongeng rawa itu dilalui oleh tentara Majapahit di bawah pimpinan Gajah
Mada dalam perjalanan menuju Loksumawe dan Jambu Air yang menjadi
sasaran utamanya.
Angkatan Laut Kerajaan Majapahit
Dalam Pujasastra Nāgarakṛtāgama
dikenal seorang pelaut ulung, yang merupakan tangan kanan Sang Mahapatih
Gajah Mada di dalam tugas mempersatukan kepulauan-kepulauan Nusantara
di bawah kekuasaan Majapahit.
Konon rahasia kekuatan armada angkatan
laut Kerajaan Majapahit sejak jaman Gajah Mada yaitu terletak pada
kharisma pimpinan angkatan laut, dia adalah Senopati Sarwajala Mpu Nala,
(dapat disetarakan dengan Panglima atau Kepala Staf Angkatan Laut
dengan pangkat Laksamana Muda atau Laksamana Madya Laut),
Di bawah kendali Senopati Sarwajala Mpu
Nala, kapal-kapal perang Kerajaan Majapahit mengarungi samudra
menaklukkan satu demi satu pulau-pulau dan negara-negara di kawasan
Nusantara dalam rangka mempersatukan Nusantara di bawah kedaulatan
Majapahit.
Kelak setelah Mahapatih Gajah Mada
lengser, Mpu Nala berpangkat Tumenggung, dengan demikian namanya adalah
Rakryan Tumenggung Nala. (Laksamana Nala).
Mpu Nala dalam membangun kekuatan laut
yang tersohor kala itu, beliau menemukan sejenis pohon raksasa yang
dirahasiakan lokasinya, untuk membangun kapal-kapal Majapahit yang
berukuran besar di masa itu.
(Berita berikut di bawah ini masih diragukan kebenarannya, karena belum ada rujukan yang bernilai historis):
Konon persenjataan kapal-kapal Majapahit
berupa meriam Jawa. Gajah Mada kecil pernah diasuh oleh tentara Mongol
yang dikirim Kublai Khan menyerbu Jawa guna membalas penghinaan yang
dilakukan oleh Prabu Kertanegara mencoreng-coreng wajah utusan Tiongkok
yang menuntut agar Singasari tunduk di bawah kekuasaan Tiongkok.
Gajah Mada diajarkan oleh pengasuhnya
orang Mongol itu mengenai prinsip senjata api sederhana. Selanjutnya
Gajah Mada mengembangkan senjata api itu untuk mempersenjatai
kapal-kapal perang Majapahit ciptaan Mpu Nala yang istimewa itu, hingga
mampu merajai wilayah di perairan Selatan (Nan Yang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar