Sabtu, 18 Juni 2016

Wilayah kekuasaan


WILAYAH KEKUASAAN KERAJAAN MAJAPAHIT
(Parwa ka-1)
Perwujudan Cakrawala Mandala Nusantara
Majapahit dalam abad 14 merupakan kekuasaan besar di Asia Tenggara, menggantikan Mataram dan Sriwijaya, dua buah Negara yang berbeda dasarnya, yang pertama merupakan Negara pertanian, yang kedua adalah Negara maritim, kedua ciri itu dimiliki oleh Majapahit.
Visi dan keinginan kuat untuk membangun kerajaan yang mengedepankan kekuatan maritim dan agraria telah menjadi tekad Raden Wijaya, anak menantu Kertanegara.
Visi itu diwujudkan dengan memilih lokasi ibukota Kerajaan Majapahit di daerah Trik/Tarik di hilir sungai Brantas dengan maksud memudahkan pengawasan perdagangan pesisir dan sekaligus dapat mengendalikan produksi pertanian di pedalaman, selain itu perluasan cakrawala mandala ke luar Pulau Jawa, yang meliputi daerah seluruh dwipantara.
Puncak kejayaan bahari tercapai pada abad ke-14 ketika Majapahit menguasai seluruh Nusantara bahkan pengaruhnya meluas sampai ke negara-negara asing tetangganya. Kerajaan Majapahit di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada, dan yang berada di ujung terdepan armada laut Kerajaan Majapahit adalah Kapal Perang Kerajaan yang dipimpin oleh Senapati Sarwajala (Laksamana Laut) Mpu Nala; telah berkembang pesat menjadi kerajaan besar yang mampu memberikan jaminan bagi keamanan perdagangan di wilayah Nusantara.
Penyatuan Nusantara oleh Majapahit melalui ekspedisi-ekspedisi bahari dimulai tak lama setelah Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa yang terkenal itu pada tahun 1334:
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.
Ekspansi bahari ini tercatat dalam Negara Kertagama anggitan Mpu Prapanca pada tahun 1365. Menurut kitab Pujasatra Nāgaraktāgama pupuh XIII dan XIV, berikut adalah daerah-daerah nusa pranusa pramuka “pulau demi pulau sebagai negara” bawahan Majapahit disebut sebagai mañcanagara.
Negara-negara taklukan di Jawa tidak disebut karena masih dianggap sebagai bagian dari “mandala” kerajaan.
Hal yang menarik adalah tidak disebutkan sama sekali mengenai Kerajaan Sunda dan Madura. Perlu pula disadari bahwa nama-nama di bawah ini adalah berdasarkan klaim Majapahit dan belum pernah ditemukan bukti mengenai pengakuan suatu daerah atas kekuasaan negara itu.
Dalam daftar ini diberikan pula nama modern suatu tempat bila sudah disepakati sebagian besar ahli sejarah.
Buku ini membagi wilayah kekuasaan Majapahit dalam empat kelompok wilayah:

I. Wilayah-wilayah Sumatra.
Sumatra disebut di Nāgaraktāgama sebagai “Melayu
  • Jambi.
  • Palembang.
  • Keritang, sekarang kecamatan Keritang Indragiri Hilir.
  • Teba (Batak Toba).
  • Darmasraya (Kerajaan Malayu Dharmasraya).
  • Kandis.
  • Kahwas.
  • Minangkabau (masyarakat periode pra-Pagaruyung).
  • Siak, masyarakat pra-Kesultanan Siak.
  • Rokan (Rokan Hilir dan Rokan Hulu).
  • Kampar.
  • Pane (Panai).
  • Kampe (Pulau Kampai, pulau di Kabupaten Langkat sekarang).
  • Haru (atau Aru, berpusat di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang sekarang).
  • Mandsailing.
  • Tamihang (Aceh Tamiang).
  • Perlak (Peureulak).
  • Padang Lawas.
  • Samudra.
  • Lamuri (pusatnya sekarang berupa desa di Kabupaten Aceh Besar).
  • Bantan (Pulau Bintan).
  • Lampung.
  • Barus (atau Pancur, kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah sekarang).

II. Wilayah-wilayah di Tanjung Negara (Kalimantan) dan Tringgano (Trengganu) .
Kalimantan disebut di Nāgaraktāgama sebagai “Nusa Tanjungnegara” dan/atau “Pulau Tanjungpura
  • Kapuas-Katingan (sekarang Kabupaten Kapuas-Kabupaten Katingan di Kalimantan Tengah).
  • Sampit (sekarang ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur).
  • Kuta Lingga (artinya kota Lingga, situs Candi Laras?/Kerajaan Negara Dipa)
  • Kuta Waringin (artinya kota beringin, masyarakat pra-Kerajaan Kotawaringin, sekarang Kabupaten Kotawaringin Barat).
  • Sambas (Kerajaan Sambas Kuno, sekarang Kanupaten Sambas).
  • Lawai (hulu sungai Kapuas).
  • Kadandangan (sekarang kecamatan Kendawangan, Ketapang).
  • Landa (Kerajaan Landak, sekarang Kabupaten Landak).
  • Samadang (Semandang, wilayah Kerajaan Tanjungpura)
  • Tirem (Tirun/Kerajaan Tidung, sekarang Kota Tarakan?)
  • Sedu (di Serawak).
  • Barune (sekarang negara Brunai).
  • Kalka
  • Saludung (Kingdom of Maynila), sekarang Kota Manila, Filipina)
  • Solot (kerajaan masyarakat [Dayak]-Buranun, penduduk pegunungan di Kepulauan Sulu cikal bakal suku Suluk/Kesultanan Sulu).
  • Pasir (masyarakat pra-Kesultanan Pasir, sekarang Kabupaten Paser).
  • Barito (sekarang Kabupaten Barito Utara).
  • Sawaku (Sawakung – Berau kuno atau kecamatan Pulau Sebuku, Kota Baru).
  • Tabalung (sekarang Kabupaten Tabalong dengan kotanya Tanjungpuri di tepi sungai Tabalong, ibukota pertama Kesultanan Banjar pada era Hindu).
  • Tanjung Kutei (Kesultanan Kutrai Kartanagara, Tanjung = Berau kuno)
  • Malano (“di Nusa Tanjungpura”, masyarakat suku Melanau di Serawak dan Kalimantan Barat).

III. Wilayah-wilayah di sekitar Tumasik (Singapura)
Semenanjung Malaya: Wilayah yang sekarang dikenal sebagai Malaysia Barat ini disebut di Nāgaraktāgama sebagai “Hujung Medini”
  • Pahang, negara bagian Pahang, Malaysia.
  • Langkasuka.
  • Saimwang.
  • Kelantan.
  • Terengganu.
  • Johor.
  • Paka, sekarang cuma merupakan desa nelayan.
  • Muar, sekarang distrik di Johor.
  • Dungun, sekarang adalah desa nelayan di Terengganu
  • Tumasik, sekarang menjadi negara Singapura.
  • Kelang, (Selangor).
  • Kedah.
  • Jerai.
  • Kanjapiniran.

IV. Wilayah-wilayah di sebelah timur Pulau Jawa (Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai Irian).
  • Bali (yang disebut adalah Bedahulu dan Lawagajah (Lilowang, Negara).
  • Sukun.
  • Taliwang (di Pulau Sumbawa).
  • Pulau Sapi.
  • Dompo (Dompu).
  • Sang Hyang Api (Gunung Api, Sangeang).
  • Hutan Kendali (Pula Buru).
  • Pulau Gurun (Gorong), atau Lombok Mirah (Lombok Timur).
  • Sasak (dikatakan “diperintah seluruhnya”).
  • Sulawesi yaitu Batayan (Bontain, Bantaeng?).
  • Luwuk (Kesultanan Luwu).
  • Udamakatraya dan pulau lain-lainnya.
  • “Pulau” Makasar.
  • Pulau Butun (Buton, Kesultanan Buton).
  • Pulau Banggawi (Kepulauan Banggai).
  • Kunir (P. Kunyit).
  • Galian.
  • Salaya (Saleier), Salayar (Pulau Selayar).
  • Sumba.
  • Bima.
  • Solot (Solor).
  • Maluku yaitu Muar (Kei).
  • Wanda(n) (Kepulauan Banda).
  • Ambon atau pulau Maluku.
  • Ternate.
  • Wanin (Onin, daerah Kabupaten Fakfak).
  • Seran (Pulau Seram, Irian bagian Selatan).
  • Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Dengan demikian, orang akan melihat bahwa luas wilayah Majapahit kurang lebih sama dengan wilayah Hindia Belanda dikurangi dengan Jawa Barat karena dalam daftar tak disebutkan nama Pasundan.
Bahkan juga terungkap dalam catatan sejarah bahwa pengaruh dalam kaitan sebagai negara-negara Mitreka Satata, Kerajaan Majapahit telah sampai kepada beberapa wilayah negara asing, antara lain:
a.  Syangkayodhyapura (Ayutthaya dari Thailand),
b.  Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat),
c.  Marutma,
d.  Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar),
e.  Kerajaan Champa (Kamboja),
f.   Yawana
g.  (Annam),
sebagai negara aliansi Majapahit, selain itu terdapat beberapa negara yang menjalin kemitraan dengan Majapahit adalah:
a.  Lagor,
b.  India,
c.  Filipina, dan
d.  Cina
Keberhasilan Kerajaan Majapahit mewujudkan visi Sumpah Palapa, selain dibakar semangat kebangsaan patriotik di bawah komando Mahapatih Gajah Mada, juga banyak disumbang oleh keberhasilan Majapahit dalam mengembangkan teknologi bahari berupa kapal bercadik yang menjadi tumpuan utama kekuatan armada lautnya.
Gambaran model konstruksi kapal bercadik sejak zaman Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit telah terpahat rapih pada relief Candi Borobudur.
Armada laut Majapahit ini didukung oleh persenjataan andalan berupa meriam hasil rampasan dari bala tentara Kubilai Khan ketika menyerang Kediri (atas tipudaya Raden Wijaya) yang ditiru Majapahit dari peralatan perang Kubilai Khan itu.

Wilayah kekuasaaan langsung
Semua kebesaran itu diawali di sebuah wilayah di Jawa Timur, bernama Trowulan, Mojokerto. Di sini dijumpai peninggalan-peninggalan budaya Majapahit yang eksotis yang bersifat monumental maupun artefak.
Wilayah Majapahit yang terletak di lembah sungai Brantas di sebelah tenggara kota Mojokerto, di daerah Tarik, sebuah kota kecil di persimpangan kali Mas dan kali Porong. Diperkirakan pada akhir tahun 1292 tempat itu masih merupakan hutan belantara, penuh dengan pohon maja seperti kebanyakan dengan daerah lainnya di sungai Berantas.
Dengan bantuan Adipati Wiraraja dari sumenep yang mengirim orang dari Madura, berhasil ditebang untuk dijadikan pemukiman dan dinamakan Majapahit.
Pada bulan ketiga tahun 1293, setelah seluruh pasukan Tartar dibawah pimpinan Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing berkumpul di mulut sungai Kali Mas, penyerbuan ke kerajaan Singasari mulai dilancarkan.
Kekuatan kerajaan Singasari di sungai tersebut dapat dilumpuhkan, lebih dari 100 kapal berdekorasi kepala raksasa dapat disita karena seluruh prajurit dan pejabat yang mempertahankannya melarikan diri untuk bergabung dengan pasukan induknya.
Peperangan besar baru terjadi pada hari ke-15, bila dihitung semenjak pasukan Mongol mendarat dan membangun kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara gabungan Mongol dengan Raden Wijaya berhasil mengalahkan pasukan Singasari.
Kekalahan ini menyebabkan sisa pasukan kembali melarikan diri untuk berkumpul di Daha, ibukota Singasari. Pasukan Ike Mese, Kau Hsing, dan Raden Wijaya melakukan pengejaran dan berhasil memasuki Daha beberapa hari kemudian. Pada hari ke-19 terjadi peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Singasari.
Dilindungi oleh lebih dari 10.000 pasukan raja Jayakatwang berusaha memenangkan pertempuran mulai dari pagi hingga siang hari. Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol menggunakan meriam yang pada zaman itu masih tergolong langka di dunia.
Terjadi tiga kali pertempuran besar antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Singasari terpecah dua, sebagian menuju sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol, sedang sebagian lagi sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya terbunuh setelah bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak Jayakatwang yang melarikan diri ke perbukitan di sekitar ibukota dapat ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu orang.
Jayakatwang menyadari kekalahannya, ia mundur dan bertahan di dalam kota yang dikelilingi benteng. Pada sore harinya ia memutuskan keluar dan menyerah karena tidak melihat kemungkinan untuk mampu bertahan.
Kemenangan pasukan gabungan ini menyenangkan bangsa Mongol. Seluruh anggota keluarga raja dan pejabat tinggi Singasari berikut anak-anak mereka ditahan oleh bangsa Mongol.
Sejarah Cina mencatat bahwa sebulan kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya memberontak dan membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit untuk menyiapkan persembahan kepada Kaisar Kubilai Khan.
Adalah Sora dan Ranggalawe, dua panglima perang Majapahit yang sempat membantu orang-orang Mongol menjatuhkan Jayakatwang, melakukan penumpasan itu.
Setelah itu, dengan membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menyerang balik orang-orang Mongol dan memaksa mereka keluar dari Pulau Jawa.
Shih Pi dan Kau Hsing yang terpisah dari pasukannya itu harus melarikan diri sampai sejauh 300 li (± 130 kilometer), sebelum akhirnya dapat bergabung kembali dengan sisa pasukan yang menunggunya di pesisir utara. Dari sini ia berlayar selama 68 hari kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou.
Setelah Daha runtuh pada bulan April tahun 1293 oleh serbuan tentara tartar dan bantuan Sanggramawijaya, desa Majapahit dijadikan pusat pemerintahan kerajaan baru yang disebut kerajaan Majapahit.
Pada waktu itu wilayah Majapahit meliputi kerajaan lama Singasari, hanya sebagian besar dari jawa timur. Sepeninggal Rangga Lawe pada tahun 1295, atas bantuan Wiraraja dengan janji Sanggramawijaya, kerajaan Majapahit dibelah menjadi dua.
Bagian timur, yang meliputi daerah Lumajang, diserahkan kepada Wiraraja. Pada akhir abad tigabelas kerajaan Majapahit meliputi Kediri, Singasari, Janggala (Surabaya), dan Pulau Madura.
Penumpasan Nambi pada tahun 1316 daerah Lumajang bergabung lagi dengan Majapahit yang tercatat dalam Lamongan. Maka sejak tahun 1331 wilayah Majapahit diperluas berkat penundukan Sadeng, ditepi sungai Badadung dan Keta di pantai Utara dekat Panarukan yang diberitakan dalam Nagarakertagama pupuh XLVIII (48):2, XLIX (49):3 dan dalam Pararaton.
Pada waktu itu wilayah kerajaan Majapahit meliputi seluruh Jawa Timur dan Pulau Madura.
Uraian Nāgaraktāgama pupuh XLVIII (48):2, XLIX (49):3 adalah sebagai berikut:
Nāgaraktāgama pupuh XLVIII (48) : 2
ring sakakala mukti-guna-paksa-rupa madhumesa ta pwa caritan
sri jayanagara n’umangkat anghilangaken musuh ri lamajang
bhrasta pu nambi sak sakulagotra ri pajarakan kutanya kapugut
wrinwrin ares tikang jagat I kaprawiran ira sang narendra siniwi.
(Tersebut pada tahun ring sakakala mukti-guna-paksa-rupa (1238Ç) bulan Madu, Baginda Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh,
Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan,
Giris miris segenap jagad melihat keperwiraan Sri Baginda.)
Nāgaraktāgama pupuh XLIX (49) . 3
ring agniswari saka tang satru sirnna
sadeng mwang ketalah dinon ing swabhrtya
tewek ning jagad raksana bwatnya sumrah
ri sang mantry anama madatyanta wijna.
(Tahun ring agniswari saka (1253Ç), Sirna musuh
di Sadeng, Keta diserang,
Selama bertakhta, semua terserah,
Kepada menteri bijak, Mada namanya.)
Wilayah otonomi luas
Wilayah kerajaan Majapahit, khususnya di Jawa dibagi menjadi sejumlah propinsi yang membawahi sejumlah penguasa lokal: bupati, akuwu, dan demang. Para penguasa lokal ini menerima kekuasaan dari raja.
Namun ia harus melakukan kewajiban seperti menyediakan tenaga untuk keperluan raja dan kepentingan militer jika diperlukan, dan membayar pajak. Pada saat-saat tertentu mereka menghadap ke ibukota atau ke istana untuk menyatakan kesetiaan.
Dalam perkembangan pemerintahan selanjutnya, setelah wilayah Majapahit semakin luas, raja dijadikan sebagai pusat kosmis. Untuk itu diangkatlah keluarga raja menjadi adhipati atau gubernur pada negara-negara atau propinsi sebagai penghubung antara raja dan masyarakat desa.
Dalam konteks demikian Raja Hayam Wuruk mengukuhkan undang-undang pemerintahan dan ditetapkannya hari jadi pemerintahan nagara setingkat provinsi di Jawa Timur dalam struktur pemerintahan kerajaan Majapahit pada tanggal 27 Maret 1365 M.
Dari informasi yang ditemukan secara vertikal struktur pemerintahan Majapahit dari atas ke bawah adalah sebagai berikut: Bhumi, Nagara, Watek, Kuwu, Wanua, dan Kabuyutan
Wilayah propinsi pada Kerajaan Majapahit yang semula pada abad XIV berdasarkan pemberitaan Nāgaraktāgama berjumlah dua belas, yaitu:
  1. Kahuripan (Janggala): di bawah pemerintahan Tribhuwanatunggadewi — Ibu Raja.
  2. Daha (Kediri): di bawah pemerintahan Rajadewi Maharajasa — Bibi/Mertua.
  3. Singasari: di bawah pemerintahan Kertawardhana — Ayah Raja.
  4. Wengker (Ponorogo): di bawah pemerintahan Wijayarajasa — Paman/Mertua.
  5. Matahun (Bojonegoro): di bawah pemerintahan Rajasawardhana Suami Bhre, Lasem — sepupu Prabu Hayam Wuruk.
  6. Wirabhumi (Blambanagan): di bawah pemerintahan Nagarawardhani — Kemenakan Prabu Hayam Wuruk.
  7. Paguhan: di bawah pemerintahan Sangawardhana — Ipar Prabu Hayam Wuruk.
  8. Kabalan: di bawah pemerintahan Kusumawardhani — Anak perempuan.
  9. Pawanuan: di bawah pemerintahan Surawardhani.
  10. Lasem (Jawa Tengah): di bawah pemerintahan Rajasaduhita Indudewi — Sepupu Hayam Wuruk.
  11. Pajang (dekat Solo): di bawah pemerintahan Rajasaduhitaiswari — Saudara perempuan Prabu Hayam Wuruk,
  12. Mataram (Yogyakarta): di bawah pemerintahan Wikramawardhana — Kemenakan perempuan Prabu Hayam Wuruk.
Berdasarkan prasasti Suradakan, 22 Nopember 1447 provinsi di Majapahit berkembang menjadi empat belas, yang masing-masing satuan daerah itu dipimpin oleh seorang bangsawan keluarga raja sebagai raja muda yang bergelar Bhatara atau Natha setingkat gubernur.
Keempat belas daerah dan natha tersebut adalah:
Dalam Prasasti Waringin Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seorang yang bergelar bhre.
Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu: Daha, Jagaraga, Kabalan, Wengker, Kahuripan, Keling, Kelinggapura, Kembang Jenar, Matahun, Pajang, Singhapura, Tanjungpura, Tumapel, dan Wirabhumi.
  1. Kahuripan (Janggala): di bawah pemerintahan Rajasawardhana Dyah Wijayakumara.
  2. Daha (Kadiri): di bawah pemerintahan Jayawardhani Dyah Iswara.
  3. Wengker (Ponorogo): di bawah pemerintahan Girisawardhana Dyah Suryawikrama.
  4. Tumapel (Singhasari): di bawah pemerintahan Singawikramawardhana Dyah Suraprabawa.
  5. Wirabhumi (Blambangan): di bawah pemerintahan Wijayaparekraman Dyah Samarawijaya.
  6. Wirabhumi (Blambangan): di bawah pemerintahan Rajasawardhana Indudewi Dyah Pureswari. [Terdapat satu daerah yang dikuasi oleh duia orang, yakni Blambangan (?)]
  7. Jagaraga (Ngawi): di bawah pemerintahan Wijayaindudewi Dyah Wijayaduhita.
  8. Kling (Timur Kadiri): di bawah pemerintahan Girindrawardhana Dyah Wijayakarana.
  9. Singapura: di bawah pemerintahan Rajasawardhanadewi Dyah Sripura.
  10. Kalinghapura: di bawah pemerintahan Kamalawarnadewi Dyah Sudayitra.
  11. Kembang Jenar: di bawah pemerintahan Rajanandeswari Dyah Sudarmini.
  12. Kabalan: di bawah pemerintahan Mahamahisi Dyah Sawitri.
  13. Pajang (dekat Solo): di bawah pemerintahan Dyah Sura Iswari.
  14. Tanjungpura: di bawah pemerintahan Mangalawardhani Dyah Suragharini.
Kota-kota Kerajaan Majapahit
Pujasastra Nāgaraktāgama (khususnya pupuh VIII-XII) merupakan sumber tertulis yang penting untuk mengetahui gambaran kota Majapahit sekitar tahun 1350.
Kota pada masa itu bukanlah kota dalam arti kota modern, demikian pernyataan Pigeaud (1962), ahli sejarah bangsa Belanda, dalam kajiannya terhadap Pujasastra Nāgaraktāgama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.
Ia menyimpulkan, Majapahit bukan kota yang dikelilingi tembok, melainkan sebuah kompleks permukiman besar yang meliputi sejumlah kompleks yang lebih kecil, satu sama lain dipisahkan oleh lapangan terbuka. Tanah-tanah lapang digunakan untuk kepentingan publik, seperti pasar dan tempat-tempat pertemuan.
Maclaine Pont (1924-1926), seorang arsitek Belanda, coba menghubungkan gambaran kota Majapahit yang tercatat dalam Pujasastra Nāgaraktāgama dengan peninggalan situs arkeologi di daerah Trowulan.
Hasilnya adalah sebuah sketsa tata kota Majapahit, setelah dipadukan dengan bangunan-bangunan purbakala yang terdapat di Situs Trowulan.
Benteng kota Majapahit digambarkan dalam bentuk jaringan jalan dan tembok keliling yang membentuk blok-blok empat persegi.
Pada tahun 1981 keberadaan kanal-kanal dan waduk-waduk di Situs Trowulan semakin pasti diketahui melalui studi foto udara yang ditunjang oleh pengamatan di lapangan dengan pendugaan geoelektrik dan geomagnetik.
Hasil penelitian kerja sama Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan Ditlinbinjarah, UGM, ITB, dan Lapan itu diketahui bahwa Situs Trowulan berada di ujung kipas aluvial vulkanik yang sangat luas, memiliki permukaan tanah yang landai dan baik sekali bagi tata guna tanah.
Waduk-waduk Baureno, Kumitir, Domas, Kraton, Kedungwulan, Temon, dan kolam-kolam buatan seperti Segaran, Balong Dowo, dan Balong Bunder, yang semuanya terdapat di Situs Trowulan, letaknya dekat dengan pangkal kipas aluvial Jatirejo.
Melalui pengamatan foto udara inframerah, ternyata di Situs Trowulan dan sekitarnya terlihat adanya jalur-jalur yang berpotongan tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan timur-barat. Jalur-jalur yang membujur timur-barat terdiri atas delapan jalur, sedangkan jalur-jalur yang melintang utara-selatan terdiri atas enam jalur.
Selain jalur-jalur yang bersilangan tegak lurus, ditemukan pula dua jalur yang agak menyerong. Berdasarkan uji lapangan pada jalur-jalur dari foto udara, ternyata jalur-jalur tersebut adalah kanal-kanal, sebagian masih ditemukan tembok penguat tepi kanal dari susunan bata.
Lebar kanal-kanal berkisar 35-45 meter. Kanal yang terpendek panjangnya 146 meter, yaitu jalur yang melintang utara-selatan yang terletak di daerah Pesantren, sedangkan kanal yang terpanjang adalah kanal yang berhulu di sebelah timur di daerah Candi Tikus dan berakhir di Kali Gunting (di Dukuh Pandean) di daerah baratnya.
Kanal ini panjangnya sekitar 5 kilometer. Hal yang menarik, sebagian besar situs-situs di Trowulan dikelilingi oleh kanal-kanal yang saling berpotongan, membentuk sebuah denah segi empat yang luas, dibagi lagi oleh beberapa bidang segi empat yang lebih kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar