Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri
pada abad ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram
Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi S. Brantas yang pada masa itu
telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan
menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang
Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua
kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan)
dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas
dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama
(1365 M), dan serat Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan
menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan
pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan,
sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri,
Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang
ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta
Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah
kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra
yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu
yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama
Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Jenggala yang
berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala
dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam
prasasti Malenga.
Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi
pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan
dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur
berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan
tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab
sastra yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri. Hasil karya
sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu
atas Jenggala.
Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh
menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga
Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak
Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang
ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan
Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya
(1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan
oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan
Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan
Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di
bawah pemerintahan Kertanegara (1268 1292), terjadilah pergolakan di
dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada
Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan
Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan
Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
Raja Kediri pertama Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia
digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung
kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang
terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun
tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga
munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri
sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja
Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di
atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala. Setelah Bameswara
turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu
berhasil mengalahkan Jenggala.
Berturut-turut raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan.
Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah
kewibawaan kerajaan berhasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat
pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya ,
Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir
hayatnya , Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan
menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada
tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri
Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena
memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir
dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi
menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan
kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut
mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12 , dimana
Kediri tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak
damai sepenuhnya dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada
dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan suasana gelap, penuh
kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja – raja
antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan
Jenggala, kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.
Adapun raja – raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu, Jayawarsa adalah raja pertama
kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia
menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Kameshwara Raja ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake
Sirikan Shri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya
Parakrama Digjayottunggadewa, yang lebih dikenal sebagai Kameshwara I
(1115 – 1130 ). Lencana kerajaanya adalah tengkorak yang bertaring
disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah
mengubah kitab Smaradhana. Dalam kitab ini sang raja di puji–puji
sebagai titisan dewa Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi
seluruh dunia bernama Dahana. Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang
berasal dari Janggala.
Jayabaya Raja Kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri
Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama
Shri Gandra. Dengan prasastinya pada tahun 1181. Prabu Jayabaya adalah
raja Kediri yang paling terkenal, di bawah pemerintahannya Kediri
mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya
termasyur dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu
kitab yang berjudul jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material
dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan kesusastraan tidak
tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan
menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.
Prabu Sarwaswera, raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera
memegang teguh prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah
(semua) itu , semua makhluk adalah engkau . Tujuan hidup manusia
menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan
jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju
kearah kesatuan , segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak
benar.
Prabu Kroncharyadipa Namanya yang berarti benteng kebenaran, sang prabu
memang senantiasa berbuat adil pada masyarakatnya. Sebagai pemeluk agama
yang taat, beliau mengendalikan diri dari pemerintahannya dengan
prinsip , sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia.
Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa
nafsu),loba (rakus),mada (mabuk), masarya (iri hati).
Srengga Kertajaya Srengga Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras
demi bangsa negaranya. Masyarakat yang aman dan tentram sangat dia
harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para dalang wayang
dilukiskan oleh Prapanca.
Pemerintahan Kertajaya Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja
yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat. Kertajaya dikenal dengan
catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama, moksa.
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya ,
terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya
telah melanggar agama dan memaksa mereka untuk menyembahnya sebagai
dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu
Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada
tahun 1222 M. Dalam pertempuran itu Ken Arok dapat mengalahkan
Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit
kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin
pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura.
Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya
untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya.
Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai
Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama
dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja
untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang
mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan
Kediri.
Prasasti pada Jaman Kerajaan Kediri antara lain:
1. Prasasti Banjaran yang berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atau Kadiri atas Jenggala
2. Prasasti Hantang tahun 1135 atau 1052 M menjelaskan Panjalu atau
Kadiri pada masa Raja Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan
Panjalu Jayati yang artinya Panjalu Menang. Prasasti ini dikeluarkan
sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk Desa Ngantang yang
setia pada Kadiri selama perang dengan Jenggala.Dan dari Prasasti
tersebut dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya adalah raja yang berhasil
mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.
3. Prasasti Jepun 1144 M
4. Prasasti Talan 1136 M
Seni sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Kadiri.
Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan
diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang
berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan,kemenangan.
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan
Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu
Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata
yang berisi kemenangan Pandawa atas Kurawa, sebagai kiasan kemenangan
Sri Jayabhaya atas Jenggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan
Gatotkacasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara
bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada
zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang
menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar