Kerajaan Muna atau Wuna merupakan salah satu kerajaan besar yang berada
di wilayah Sulawesi Tenggara. yang didirikan pada tahun 1371 hingga
tahun 1956. Kerajaan ini terletak di Bagian Utara Pulau Muna dan
beribukota di Kotano Wuna (kiniKecamatan Tongkuno), dengan Raja
pertamanya La Eli alias Baidhuldhamani gelar Bheteno ne Tombula Alias
Remang Rilangiq yang menikah dengan Watandriabeng adik sawerigading
(Epic I lagaligo)
Sejarah Awal Kerajaan Muna
Sebelum terbentuknya kerajaan Muna, di Muna telah terbentuk delapan
kampung. Walaupun masih sangat sederhana, kedelapan kampung yang telah
terbentuk mengikat diri dalam sebuah ‘Union’ dengan mengangkat Mieno
Wamelai sebagai pemimpin tertinggi. . Kedelapan kampung itu kemudian
dibagi menjadi dua wilayah utama yang terdiri atas 4 kampung. Empat
kampung pertama dipimpin oleh kamokula, terdiri atas:
Tongkuno,pemimpinya bergelar Kamokulano Tongkuno
Barangka,pemimpinnya bergelar Kamokulano Barangka
Lindo, pemimpinnya bergelar Kamokulano Lindo
Wapepi, pemimpinnya bergelar Kamokulano Wapepi
Sedangkan empat kampung lainnya dipimpin oleh mieno yakni:
Kaura, pemimpinnya bergelar Mieno Kaura
Kansitala,pemimpinnya Mieno Kasintala
Lembo,pemimpinnya bergelar Mieno Lembo
Ndoke. Pemimpinnya bergelar Mieno Ndoke.
Terbentuknya Kerajaan Muna
Sejarah peradaban manusia di muna dimulai ketika Sawerigading dan
pengikutnya yang berjumlah 40 orang terdampar di suatu daratan di Pulau
Muna yang saat ini di kenal dengan nama ‘Bahutara’.
Sawerigading dan para pengikutnya, kemudian berbaur dengan penduduk yang
telah dahulu menetap dan membentuk komunitas di Pulau Muna. Lama
kelamaan komunitas itu berkembang. Sawerigading dan empat puluh
pengkutnya di Daratan Muna telah membawa nuansa baru dalam pembangunan
peradaban dalam kehidupan Orang Muna. Suatu waktu dipilihlah suatu
pemimpin untuk memimpin komunitas itu. Pemimpin yang dipilih adalah yang
dianggap sebagai primus intervares.
Sejarah kerajaan Muna dimulai setelah dilantiknya La Eli alias
Baidhuldhamani gelar Bheteno ne Tombula sebagai Raja Muna pertama.
Setelah dilantiknya La Eli bergelar Bheteno Ne Tombula sebagai Raja Muna
I, Kerajaan Muna baru dapat dikatakan sebagai sebuah kerajaan berdaulat
karena telah memenuhi syarakat-syarat sebagai sebuah negara yaitu telah
memiliki Rakyat, Wilayah danPemerintahan yang berdaulat dan seluruh
perangkat masyarakat bersepakat untuk mengikat diri dalam sebuah
pemerintahan dengan segala aturannya yang bernama Kerajaan Muna.
Masa Pemerintahan Sugi Manuru
Setelah pemerintahan Bheteno Ne Tombula berakhir, Kerajaan Muna dipimpin
oleh Sugi. Sugi bagi masyarakat Muna berarti Yang Dipertuan atau Yang
Mulia.
Sepanjang sejarah Kerajaan Muna ada lima orang Sugi yang perna memimpin
Kerajaan muna. Mereka itu adalah Sugi Patola, Sugi Ambona, Sugi Patani,
Sugi La Ende dan Sugi Manuru.
Dari kelima sugi yang pernah memimpin kerajaan muna, Sugi Manuru-lah
yang dianggap berhasil membawa banyak perubahan di kerajaan muna dalam
berbagai aspek.
Masa Pemerintahan Lakilaponto
Setelah masa pemerintahan sugi berakhir pemerintahan kerajaan muna
dijalankan olehLakilaponto. Lakilaponto menjadi raja muna VII setelah
menggantikan ayahandanya, Sugi Manuru sebagai raja muna. Selama menjadi
raja muna, Lakilaponto terkenal akan keberaniannya. Pada masa
pemerintahannya dibangunlah benteng mengelilingi ibu kota kerajaan muna,
untuk menghalau dan menghadang ancaman serangan yang datang dari luar.
Lakilaponto memerintah kerajaan muna selama kurang lebih 3 tahun
(1517-1520) sebelum digantikan oleh adiknya sendiri, La Posasu.
Daftar Raja-Raja Muna
1- La Eli alias Baidhuldhamani Gelar Bheteno Ne Tombula,alias Remang
Rilangiq (Menjadi Raja Luwuk Purba sebagai Soloweta Raja = Raja
Pengganti di Kerajaan Luwuk Purba Menggantikan Sawerigading (1371 –
1395).
2- La Patola/ La Aka / Kaghua Bangkano Fotu Gelar Sugi Patola ( 1395 – 1420).
3- La Mbona Gelar Sugi Ambona ( 1420 – 1455)
4- La Patani gelar Sugi Patani ( 1455 – 1470)
5- Sugi La Ende (1470-1501)
6- ugi Manuru gelar Omputo Mepasokino Adhati( 1501-1517)
7- Lakilaponto Alias Murhum di Buton atau La Tolalaka di Kendari ( 1517
-1520), Menjadi Sultan Buton I dengan nama Sultan Kaimuddin Khalifatul
Khamis (1520-1564)
8- La Posasu gelar Kobangkuduno ( 1520-1551).
9- Rampeisomba gelar Karawawono ( 1551-1600).
10- Titakono ( 1600- 1625 )
11- La Ode Sa’adudin ( 1625-1626 )
12- La Ode Ngkadiri gelar Sangia Kaindea ( 1626-1667)
13- Wa Ode Wakelu ( 1667-1668).
14- La Ode Muh. Idris. (Soloweta Raja 1668-1671).
15- La Ode Abd. Rahman gelar Sangia Latugho ( 1671-1716 )
16- La Ode Husaini gelar Omputo Sangia ( 1716-1758, 1764-1767)
17- La Ode Pontimasa Kapitalao Wolowa di Buton(Soloweta Raja)( 40 hari )
18- La Ode Kentu Koda gelar Omputo Kantolalo (1758-1764 )
19- La Ode Umara gelar Omputo Nigege
20- La Ode Mursali gelar Sangia Gola
21- La Ode Tumowu Kapitalao Lakologou di Buton (Soloweta Raja)
22- La Ode Ngkumabusi (Soloweta Raja)
23- La Ode Sumaeli gelar Omputo Nisombo
24- La Ode Saete gelar Omputo Sorano Masigi ( 1816-1830 )
25- La Ode Malei (Soloweta Raja)
26- La Ode Bulae gelar Sangia Laghada (1830-1861 )
27- La Ode Ali gelar Sangia Rahia ( Soloweta Raja 1861-1864 )
28- La Aka Alias Yaro Kapala (Bhonto Balano / Perdana Mentri Merangkap Raja Wuna 1864-1866)
29- La Ode Ngkaili ( 1866-1906)
30- La Ode Ahmad Maktubu gelar Omputo Milano we Kaleleha (1906 – 1914)
31- La Ode Pulu (1914-1919)
32- La Ode Safiu gelar Oputa Motembana Karoona / Oputa Moilana Yi Waara ( 1919-1922), Sultan Buton ke 36 (1922-1924)
33- La Ode Rere gelar Omputo Aro Wuna (1926-1928 )
34- La Ode Dika gelar Omputo Komasigino ( 1930- 1938 ). 1938-1947 terjadi Kekosongan kekuasaan di Kerajaan Muna
35- La Ode Pandu gelar Omputo Milano te Kosundano ( 1947-1956)
36- La Ode Sirad Imbo (Pelaksana Sementara) (2012-Sekarang)
Sejarah Perjuangan Menentang Penjajahan
Kerajaan Muna melakukan konfrontasi dengan Penjajah di mulai dengan
keterlibatan Lakilaponto Raja Muna ke VII (1517-1520) menumpas Armada
bajak laut Banggai Labolontio yang selalu menggangu keamanan
kerajaan-kerajaan tetangga disekitarnya. selain itu, Lakilaponto juga
Setelah Bertahta di Buton tahun (1520-1564) dan Mememeluk Islam yang
dibawah oleh Syeid Abdul wahid dari Mekah ( Daulah Turky Usmani), dia
berperan aktif menghalau Portugis di Tenggara Sulawesi, Banggai,
selayar, Maluku, dan Solor NTT, sehingga Penjajahan Portugis tidak
terlihat di Tenggara Sulawesi .
Pada Masa Raja Wuna ke X La Titakono (1600-625) Kerajaan Muna menolak
Campur tangan VOC di Buton karena dapat mengancam keutuhan dan persatuan
Kesultanan Butuni Darusalam setalah mengetahui gelagat VOC di Buton.
Namun pada akhirnya Sultan Buton tetap melakukan perjanjian Abadi
tersebut pada tahun 1613 di bawah pimpinan Sultan Dayanu Iksanudin alias
Laelangi. Dampak dari perjajian tersebut merenggangkan hubungan
persaudaraan yang telah dibina oleh para pendahulu kedua kerajaan ini.
Efek domino dari kerjasama tersebut Menimbulkan peperangan antara Muna
dan Buton di Bawah pimpinan Raja Muna XII Sangia Kaendea (1626-1667).
Mula-mula Kerajaan Muna memenangi Peperanga tersebut, namun setelah
Buton mendapat bantuan dari VOC maka pasukan kerajaan Muna harus
mundur.
Selang beberapa waktu pasukan buton yang diperkuat oleh armada Kapal VOC
berlabu di peraiaran pulau lima tepatnya di depan lohia. Pihak Bunton
dan VOC mengirim utusan untuk menemui Raja Wuna dengan alasan
perundingan perdamaian diantara kedua bela pihak. Mula-mula La Ode
Ngakdiri/ Sangia Kaendea meragukan hal tersebut, namun karena terbujuk
oleh alasan persaudaraan akhirnya iapun turut serta dalam melakukan
perundingan itu. Sesampainya di pulau lima Raja Wuna tersebut tidak
diajak untuk berunding seperti apa yang diberitahukan semula, dia
ditangkap dengan tipu muslihat oleh Buton dan VOC dan diasingkan
keternate, setelah beberapa lama kemudian Raja wuna tersebut diselamtkan
kembali oleh Pihak kerajaan Muna dan kembali menduduki tahta Kerajaan
Muna. Perlawanan Raja Muna berikutnya dilakukan oleh La Ode Saete
(1816-1630) yang melakukan peperangan dengan pihak Belanda dan Buton
sehingga banyak menghancurakan kapal-kapal Belanda dan Buton di Muna.
selain itu Raja Muna tersebut mengorganisir semua kekuatan tempur yang
ada dan melakukan perang semesta melawan penjajah sehingga dia mampu
mempertahankan kerajaan Muna dari serangan musuh yang datang
bertubi-tubi. Perjuangan Kerajaan Muna berikutnya dipelopori oleh La Ode
Pulu (1914-1918), dia menentang keras perjanjian Korte Verklaring Tahun
1906 Antara Buton dan Belanda.
Raja Muna mengagap perjanjian tersebut adalah Ilegal dan sepihak yang
tidak sesui dengan Peraturan Adat di Muna sehingga dia melakukan
perlawanan Rakyat secara gerilya dan banyak mematahkan serangan pasukan
Belanda. Walau demikian dia akhirnya tetap terbunuh dalam peperangan
tersebut karena minimnya jumlah persenjataan dan logistik perang. Hal
tersebut menandai awal runtuhnya kedaulatan Kerajaan Muna dan makin
kuatnya cengkaraman Belanda dan Buton di Muna. Walau demikian, para
Raja-Raja Wuna berikutnya tetap Menolak Isi Perjanjian tersebut sehingga
pergantian Raja-raja Muna berikutnya selalu tidak berlangsung lama.
Perjuangan Rakyat Muna terus bergolak menentang penjajahan Belanda
hingga akhirnya membentuk banyak laskar-laskar Rakyat dan beberapa
Batalion tempur diantaranya Batalion Sadar yang merupakan embrio
berdirinya KODAM WIRABUANA di Makssar dan Mendukung Kesepakatan Malino
untuk bergabung dengan Pemerintahan Pusat di Jakarta dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Urutan Formasi Sarano Wuna(Pasangkululi)
Regu Pogala ialah regu perintis yang bersenjatakan tombak pemungkas
(Gala). Sebagai regu perintis jalan, mereka memperagakan tarian perang,
yang diperagakan oleh 4 orang prajurit pilihan. Seorang pemegang Tombi
(bendera), seorang memainkan Gala, dan dua orang lainnya memukul gendang
Pomani (gendang perang).
Omputo (Raja) : sebagai kotubu (kutub kekuasaan) : ia memakai peci
poporoki (Daster Kebesaran) dan dipayungi dengan Pau (Payung Kebesaran).
Sebagai Ulil’amri, ia mengenakan kostum Balahadhadha (simbol dari
perlindungan segenap warga); disapa dengan Waompu (Kromo Inggil).
BersenjatakanPasatimpo (Keris Pusaka) yang diselip pada lilitanSulepe
(Pending). Berjalan diapit oleh 2 orang Kapitalao (Laksamana); disebelah
kanannya Kapitalao Matagholeo (Laksamana Armada Timur); disebelah
kirinya Kapitalao Kansoopa (Laksamana Armada Barat).
Kapitalao (Laksamana) : pimpinan sayap militer Sarano Wuna. Membawahi 4
komando daerah masing-masing 1 Kapita dan 3 Bharata (Bharata Tolu
Peleno). Memakai daster dan baju kebesaran militer seorang Laksamana,
kedua orang Kapitalao mengapit Omputo. Kapitalo Matagholeo memegang
pedang kebesaran yang dijuluki La wiira ninggai meharono tapuaka (si
penangkal isu, si penyapu bagai tsunami).
Sambil memegang pedang kebesaran dengan Ewa Wuna (Pencak Silat Khas
Muna) dengan suara menggelegar ia berkata : ‘Turu, turu,turu; laha lahae
somogilino wampanino, bisaramo nando aitu; ainihae la wiira ninggai
meharono tapuaka; turu, turu, turu (tunduk, tunduk, tunduk; siapa-siapa
yang ingin menentang, katakanlah sekarang juga; ini dia si penangkal
isu, si penyapu bagai tsunami).
Kapitalao Kansoopa memegang Pandanga (Tombak Kebesaran) dalam sikap siaga penuh menunggu kalau-kalau ada penantang.
Bhonto Bhalano (Mangkubumi); ia adalah penyelenggara kekuasaan
pemerintahan. Membawahi 4 Ghoera (Wilayah Besar) dan 8 orang Bobato (Adi
Pati). Memakai daster dan baju kebesaran seorang Mangkubumi. Disebelah
kirinyaMintarano Bhitara (Hakim Tinggi), berjalan sejajar. Pasangan itu
diapit oleh Fato Ghoerano 94 pimpinan wilayah besar) : Koghoerano
Tongkuno dan Lawa disebelah kanan Bhonto Bhalano, Koghoerano Kabhawo dan
Katobu disebelah kiri Mintarano Bhitara. Keenam orang ini adalah
anggota Majelis Tinggi diketuai oleh Bhonto Bhalano. Merekalah yang
berhak memilih Raja dan Kapitalao. Di belakang barisan bersaf mereka,
berjejer Fato Lindono (4 orang staf) pribadi Raja). Mereka adalah
personifikasi dari filosofi kemasyarakatan :
Kainsitala(Kesejajaran/kesetaraan), Kaura-ura (Kreatifitas),
Bhalembo-lembo (perkumpulan/persatuan) dan Ndoke (cerdas dan tangkas).
Bharata Tolu Peleno menggunakan pakaian kebesaran militer Sarano Wuna,
mereka adalah pimpinan komando daerah militer di 3 Bharata :
Laghontoghe, Loghia, dan Wasolangka.
Bobato Oaluno; dengan pakaian kebesaran seseorang Adipati merekalah ini
adalah pimpinan di delapan Bobato : Labhoora, Lakologou, Lagadi,
Watumelaa, Lasehao, Kasaka, Mantobua dan Tobea.
Sara Hukumu (Hukamah) terdiri dari :
Kino Agama (Ketua Ulama); berdiri disebelah kiri Raja. Pasangan ini
mempersonifikasikan harmoni ulama dan umara. Memakai jubah kebesaran dan
sorban Kino Agama, jubah ini adalah simbol perlindungan segenap warga.
Imamu (Imam Mesjid Raya); memakai jubah dan sorban seorang imim. Pakaian
itu adalah simbol dari perlindungan segenap warga terhadap adhala hu
yaitu ajal yang disebabkan oleh petaka kemanusiaan mulai dari ubun-ubun
hingga leher manusia.
Hatibi Ruduano (Pasangan Hatib); memakai jubah dan sorban seorang hatib.
Keduanya mengapit imam di kanan kirinya. Khatib Tongkuno di kanan dan
Khatib Lawa di kiri. Pakaian kedua Khatib adalah simbol perlindungan
segenap warga dari adhala ha yaitu ajal yang disebabkan oleh petaka
kemanusiaan mulai dari bahu hingga pinggul manusia.
Modhi Kamokula popaano (4 Moji Senior); memakai juba dan sorban Moji
senior, berjejer di belakang Imam. Juba dan sorban mereka adalah simbol
perlindungan segenap warga dari Adhala Hi yaitu ajal yang disebabkan
oleh petaka kemanusiaan yang menimpa keempat anggota tubuh manusia.
Barisan inilah yang disebut Kolambu Rayati (Kelambu Rakyat). Zaman
Kerajaan dahulu Raja dan Sara Hukumu bertanggung jawab apabila (bencana)
kemanusiaan menimpa warga. Bila pertanggung jawabannya tidak beralasan
cukup, Mahkamah Sarano Wuna berhak memberhentikan mereka.
Modhi Anahi Popaano (4 Moji Yunior) juga memakai jubah dan sorban.
Mereka adalah aparat yang sewaktu-waktu menggantikan tugas-tugas Modhi
Kamokula bila mereka berhalangan.
Sara Hukumu bertugas melantunkan takbiru (Takbir khas Muna) di dalam setriap kirab
Modhi Popaano Loghia (4 orang Moji dari mesjid Loghia); memakai jubah
dan sorban seorang Mijo Bharata. Tugas mereka adalah Tambi yaitu
menopang Takbiru yang dilantunkan oleh Sara Hukumu. Barisan mereka
bersaf di belakang barisan modhi anahi.
Bhelo Bharuga (Aparat Keraton) terdiri dari :
Wangkaawi (Regu pembawa senjata Kerajaan) berjumlah 12 orang terdiri dari: Tunani (perwira) 4 orang.
Firisi (Opsir) 4 orang,
Siriganti (Bintara) 4 orang.
Jejeran Tunani didepan, Firisi di tengah dan Siriganti di belakang.
Kapita (Pimpinan Komando kawal Keraton); berpakaian kebesaran selaku
Perwira Militer, bersenjata keris, berjalan disebelah kanan Wangkaawi.
Bhonto Kapili (perwira pilihan); terdiri dari 4 orang perwira. Seorang
memayungi raja dengan payung kebesaran; dua orang ajudan dan seorang
lainnya memegang gambi (kendaga) raja yang berisi sirih pinang serta
perlengkapannya. Mereka berderet di belakang raja.
Pasi (Prajurit Yudha); berpakaian seragam militer Sarano Wuna dan
berenjata. Terdiri dari 40 orang, 5 staf masing-masing 8 orang.
Bhonto Litau (pemangku Protokol Keraton); berpakaian resmi sebagai
seorang pemangku dan bersenjata. Berderet bersama barisan fato lindono.
Sampu Moose (Kejora Hinggap) berjumlah 10 orang Keda-keda (dedara).
Berpakaian resmi Sampu Moose, menunggangi 10 ekor kuda berlonceng dan
berkekang kuningan. Dikawali oleh 10 orang pemuda perkasa, Sampu Moose
adalah regu pelestari tarian Linda (Limbai) selaku tarian asli Muna.
Sistim Pemerintahan
Pada dasarnya, sistem monarki (kerajaan) biasanya di daerah-daerah lain
adalah jabatan turun-temurun akan tetapi di Kerajaan Muna. Rajanya
dipilih oleh suatu Dewan Kerajaan (yang disebut Dewan Sara). Dewan Sara
ini dijabat oleh Golongan Walaka. Dewan sara ini bertugas memilih,
mengangkat dan memberhentikan raja.
Proses pemilihan raja biasanya diawali dengan pertemuan Dewan Sara
(mungkin semacam Sidang Umum MPR di negara kita sebelum pemilihan
predisen secara langsung). Dari sidang Dewan Sara inilah dipilih siapa
yang berhak menjadi raja. Namun yang berhak menjadi Raja adalah tetap
golongan Kaomu sebab golongan inilah yang mendominasi jabatan eksekutif.
Sedangkan jabatan legislatif dijabat oleh golongan Walaka dan terkadang
Walaka ini dinamakan golongan Sara. Dalam pemilihan raja, biasanya
calon raja diusulkan oleh para anggota dewan yang mengakili aspirasi
masyarakat. Akan tetapi jika calon raja hanya satu orang, maka calon
raja tersebut langsung dinobatkan sebagai raja. Kerajaan Muna Juga
mengenal sistem putra mahkota.
Raja yang terpilih sebelum dilantik, diambil sumpahnya terlebih dahulu.
Pada masa Islam, raja yang akan dilantik harus mengucapkan dua kalimat
sahadat dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah raja,
yang berisi sebagai berikut:
Hansu-hansuruana badha somano konohansuru liwu, artinya biarlah badan hancur (binasa) asalkan negara tetap berdaulat.
Hansu-hansuruana Liwu somano konohansuru sara, artinya biarlah negara porak-poranda asalkan pemerintahan tetap tegak
Hansu-hansuruana sara somano konohansuru adhati, artinya biarlah pemerintahan bubar/goyah asalkan adat tetap ada.
Hansu-hansuruana adhati somano konohansuru tangka agama, artinya biarlah
adat hancur/tidak terpakai lagi asalkan agama tetap ada.
Selain itu pemerintahan Kerajaan Muna terdiri Dewan Kerajaan yakni
Omputo (Raja)
Bhonto Bhalano
Mintarano Bhitara
Kapita Lau 2 orang
Kapita 1 orang
Koghoerano 4 orang
Fatolindono 4 orang.
Raja Muna
Raja Muna menangani pemerintahan di atas seluruh daerah Muna. Dia
dibantu pertama-tama oleh bhonto bhalano dan selanjutnya oleh Syarat
Muna. Dia juga ketua Syarat Muna. Dia mengangkat serta memberhentikan
pejabat-pejabat tinggi setelah mendengarkan Syarat Muna dan sesuai
dengan pendapat mereka. Semua keputusan Syarat Muna harus dikuatkan
olehnya
Bhonto Bhalano
Sebenarnya dialah yang menyelenggarakan pemerintahan di Muna.
Kedudukannya dalam Syarat Muna sama tinggi dengan Raja Muna. Dia menjadi
anggota Syarat Muna dan ketuanya dalam perkara-perkara hukum. Sebagai
jawatan tertinggi dia memberikan pendapatnya dalam berbagai
perkara-perkara hukum. Keputusannya hampir selalu disetujui oleh Raja
Muna. Dia bertempat tinggal di kota Muna. Dia berhak atas penjagaan di
rumahnya oleh empat orang
Mintarano Bhitara
Mintarano bhitara membawa kata yang diucapkan oleh yang lebih rendah
kedudukannya kepada bhonto bhalano. Sekaligus ia menyampaikan kepada
anggota Syarat Muna di dalam rapat segala sesuatu yang mau disampaikan
pada Syarat oleh Raja Muna atau bhonto bhalano. Dia menanyakan terdakwa
dan saksi-saksi dalam sidang Syarat Muna serta semua pihak dalam
perkara-perkara perdata. Merundingkan dengan keempat ghoerano mengenai
keputusan yang akan dijatuhkan serta menyampaikannya kepada bhonto
bhalano
Ghoerano
Tugas utamanya adalah menjaga ketentraman dan keamanan di wilayahnya.
Mereka bertugas mengawasi kino dan mino di dalam wilayah mereka. Menjadi
anggota Syarat Muna. Mengambil keputusan hukum di kampung-kampung.
Mereka dapat diangkat menjadi bhonto bhalano, bertempat tinggal di kota
Muna.
Kino dan Mino
Kino dan Mino bertugas menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya masing-masing, dibawah pengawasan Ghoerano
Fato Lindono
Tugas mereka mengurus semua urusan rumah tangga di rumah Raja Muna,
wajib mengurus kayu bakar dan air, serta pada awal wajib menjaga Raja
Muna. Ketika kemudian tugas ini menjadi terlalu berat bagi empat orang,
mereka mendapat bantuan dari orang lain sehingga mereka menjadi kepala
para pembantu Raja Muna. Pembantu yang tidak menetap di kota Muna,
bertempat tinggal di empat kampung Kaura, Lembo, Kancitala, dan Ondoke.
Keempat kampung itu mendapat nama sesuai dengan nama keempat kepalanya.
Kampung-kampung ini dinamakan fato lindono, ‘empat bagian (baru)’.
Keempat kepala itu mendapat gelar mino‘orangnya’.
Bhontono liwu dan Kamokula
Mereka mempunyai tugas antara lain :
Mengurus semua keperluan ladang. Inilah tugas utama mereka.
Menyampaikan perintah dari kino atau mino kepada penduduk kampung dan mengusahakan agar perintah ini ditaati.
Mengurus semua perselisihan kampung. Bila mereka tidak mampu mengurus
suatu perselisihan, maka akan diajukan kepada kino atau mino.
Mengurus pengadilan sebagai Syarat Kampung
Bila ada tamu yang lebih tinggi kedudukannya mengunjungi kampung,
mengurus segala sesuatu (menyediakan tempat bermalam, mengurus kayu,
air, penjagaan dan sebagainya).
Pertahanan
Pertahanan Kerajaan Muna menjadi tanggung jawab Kapitalao yakni
Kapitalao Matagholeo (Kapten Armada Laut Timur) dan
Kapitalao Kansoopa (Kapten Armada Laut Barat)
keduanya bertugas menjaga wilayah pantai Kerajaan Muna dari serangan musuh.
Kapitalao ini dipilih dari kepala kampung (Kino) yang bergelar Bobato
Oaluno yakni Kino Tobea,Kino Kasaka,Kino Labora, Kino Lakologou,Kino
Mantobua,Kino Lagadi,Kino Watumela,Kino Lasehao. Kapitalao Matagholeo
berkedudukan di daerah Loghia, dan Kapitalao Kansoopa berkedudukan di
daerah Wasolangka. Dalam menjaga wilayah pantai Kapitalao dibantu oleh
Kino Barata yakni Kino Wasolangka,Kino Loghia,Kino Lahontohe dan Kino
Marobea. Sedangkan keamanan wilayah ibukota dan Istana Kerajaan menjadi
tanggung jawab Kapita (Kapten) yang dibantu oleh prajurit kerajaan.
Pejabat yang berperan dalam pertahanan Kerajaan Muna antara lain :
Kapitalao
Kedudukan kapitalao ini hanya dapat diisi oleh para kino dari delapan
kampung, yaitu Labora, Lakologou, Tobea, Mantobua, Lagadi, Watumelaa,
Lasehao dan Kasaka (para kino ini disebut bobatu oaluno) dan ketiga kino
bharata (Lohia, Lahontohe dan Wasolangka). Para kino dari
kampung-kampung lainnya tidak dapat dipilih menjadi kapitalao. Para kino
dari kampung-kampung lainnya dapat diangkat sebagai kino salah satu
dari delapan kampung tersebut di atas, untuk kemudian dapat dicalonkan
sebagai kapitalao.
Kapita
Kapita adalah dari golongan La Ode. Dia dipilih dari keturunan Raja
Muna, kapitalao, dan kino yang pertama-tama diangkat. Ada dua orang yang
dicalonkan, satu oleh ghoerano Tongkuno dan Kabawo, serta satu lagi
oleh ghoerano Lawa dan Katobu. Nama kedua calon ini disampaikan kepada
bhonto bhalano oleh ghoerano Tongkuno. Bhonto bhalano bersama mintarano
bhitara memilih satu dari kedua calon tersebut. Kapita berfungsi sebagai
komandan pasukan pertahanan dalam wilayah kotano wuna
Kino Bharata
Tugas mereka adalah melindungi wilayah dan hak-hak Raja Muna terhadap
penyerangan dari luar . Karena itu mereka ditempatkan di tiga tempat
pelabuhan di Muna, yaitu Lohia, Lahontohe, dan Wasolangka. Mereka juga
dibebani dengan tugas agar pedagang-pedagang membayar imbalan kepada
Syarat Muna untuk hasil hutan yang di kumpulkan. Sebagai kino dibebani
urusan pengadilan.Berhak menetap di kota Muna dan berumah di sana. Dapat
terpilih menjadi kapitalao.
Lotenani
Lotenani adalah penjaga utama Raja Muna. Bila di dalam ibukota terjadi
suatu kejahatan dan pelaku-pelakunya melarikan diri lewat darat, maka
lotenani akan mengejarnya. Untuk itu lotenani dapat menggunakan satu
firisi, satu siriganti, satu bhonto kapili, Lotenani dipilih dari
golongan anangkolaki
Firisi
Firisi terbagi atas Firisino Pasi dan Firisino Kolaki. Firisino pasi
adalah kepala pasi (tentara) .Firisino kolaki adalah pemimpin siriganti
(penjaga perhiasan istana)
Pasi
Pasi adalah tentara dalam Kerajaan Muna. Ada 40 orang pasi, yaitu dari
setiap ghoera sepuluh orang. Para pasi adalah dari golongan anangkolaki.
Pasi juga bertugas dalam istana mereka khusus mengawasi cara duduk yang
sopan anggota Syarat dan orang-orang lainnya dalam kehadiran Raja Muna
Kerajaan Muna pernah beberapa kali berperang baik antara Kerajaaan Muna
dengan Kerajaan tetanggan maupun perang internal dalam lingkup Kerajaan
Muna.serta peperangan melawan Kolonial Belanda.
Perekonomian
Perekonomian Kerajaan Muna didominasi oleh sektor pertanian tradisional,
perikanan dan juga perdagangan. Sektor pertanian mendominasi mulai dari
wilayah utara Kerajaan Muna hingga perbatasan dengan Kesultanan Buton
di wilayah selatan Kerajaan ini dan merupakan mata pencaharian mayoritas
penduduk Kerajaan Muna. Sektor perikanan terdapat di wilayah pesisir
seperti Loghia, Lahontohe, Wasolangka dan Tobea. Sedangkan sektor
perdagangan dapat dijumpai di wilayah yang menjadi pelabuhan utama
Kerajaan Muna yakni Lahontohe, Wasolangka dan Loghia. Setiap tahun pada
bulan Maulud, setiap ghoera (Semacam Provinsi) harus menghasilkan suatu
pajak sebesar 40 bhoka= Rp 96. Jadi jumlahnya 160 bhoka = Rp 384. Jumlah
uang ini harus dihasilkan oleh semua orang maradika dan wesembali, jadi
hanya orang yang tinggal di luar Kota Muna. Golongan La Ode dan Walaka
dalam hal ini dibebaskan. Pajak ini, yang dinamakan wulusau, dapat
berupa uang atau barang, seperti beras, kain putih, sarung dan
seterusnya. Pajak ini dibayarkan pada bhonto bhalano, yang harus
membaginya pula dengan Raja Muna, mintarano bhitara, kedua kapitalao,
keempat ghoerano serta semua kino dan mino. Cara membaginya sama dengan
yang berlaku pada wawontobho. Selanjutnya, pada zaman dahulu di ghoera
Kabawo pada setiap bulan puasa dibayar pajak gula yang dibuat dalam
sebelumnya. Bila orang membuat gula, maka di dalam hutan dibuat sebuah
pondok kecil pada tempat bekerja, bhantea namanya. Pada setiap bhantea
bekerja 10 sampai 30 orang. Pajak setiap bhantea adalah 300 potong gula
yang dihasilkan oleh para maradika dan wesembali. Penghasilan total
pajak gula ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu satu bagian untuk Raja
Muna, satu bagian untuk bhonto bhalano bersama-sama dengan mintarano
bhitara, dan satu bagian lagi untuk ghoerano Kabawo bersama dengan kino,
mino, imam, khatib dan semua modhi dari Ghoera Kabawo. Bila pada saat
pembayaran pajak ini, kapitalao berada di kota Muna, maka merekapun
mendapat sebagian. Juga bilamana hasil hutan mau diekspor, maka harus
dibayar suatu pajak, yang biasanya ditentukan sebesar 10% dari harganya.
Harga pajak ini dibayarkan pada kino, yang harus membaginya dengan
Syarat Muna.
LA KILAPONTO RAJA MUNA YANG MENJADI RAJA DI LIMA KERAJAAN BESAR DI WAKTU YANG BERSAMAAN
Lakilaponto Raja Muna VII (1538- 1541 M ), adalah manusia yang
fenomenal. Dia memimiliki kesaktian yang tinggi, ahli strategi perang,
piawai dalam berdiplomasi serta pakar ketata negaraan. Karena
kepiawaiannya tersebut LA KILAPONTOpernah memimpin lima kerajaan besar
dalam waktu bersamaan, hal ini dijelaskan dalam dokumen koleksi Belanda
Adapun tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala
dikaruniai Murhum, maka menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La
Kilaponto membawahi negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut
sekalian negeri seperti kaledupa dialihkan, Mekonggo dialihkan, dan
kabaena di Alihkan. Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum (
Koleksi Belanda, hal 1 ). Karena itulah LA KILAPONTO dikalangan
masyarakat muna di beri gelarmepokonduaghono Adhati artinya orang yang
menggabungkan adat
Merujuk dari naskah diatas berarti LA KILAPONTO Pernah menjadi raja di
Kerajaan Muna, Konawe, Mekongga, Kaledupa dan di Buton. Namun dari semua
kerajaan tersebut hanya di kerjaan Buton LA KILAPONTO memerintah cukup
lama yaitu 46 tahun ( 1538 1584 M ). Di kerajaan Muna LA KILAPONTO
menjadi raja kurang lebih 3 tahun ( 1538 1541 M ), setelah itu
dilanjutkan oleh adiknya LA POSASUsebagai Raja Muna VIII. Sedangkan di
kerajaan-kerajaan lainnya tidak ada catatan sejarah yang mengungkapkan
berapa lama LA KILAPONTO menjadi Raja di kerajaan tersebut serta
bagaiman proses penyerahan kekuasaan pasca LA KILAPONTO.
LA KILAPONTO menjadi Raja pada kerajaan kerajaan itu bukan karena
invasi, tetapi karena kharisma beliau atau penghargaan karena berhasil
melakukan sesuatu yang besar dinegeri tersebut. Hal ini dapat dilihat
setelah beliau menjadi Penguasa di negeri itu dia tidak berusaha untuk
menjadikan negeri itu sebagai koloni atau bagian dari Kerajaan Muna,
tetapi membiarkan tetap merdeka dan Berdaulat. Padahal bila mau LA
KILAPONTO dapat saja menggabung kerajaan-kerajaan tersebut dibawah
kerajaan Muna karena sebagai raja dia punya kekuasaan yang besar.
Sebagai seorang raja di Lima Kerajaan besar LA KILAPONTO tentu saja
memiliki kemampuan yang lebih dari yang lainnya. LA KILAPONTO dikenal
mewarisi ilmu yang diturunkan oleh ayahandanya SUGI MANURU di bidang
Tata Negara, diplomasi dan strategi perang. Potensi yang dimilikiLA
KILAPONTO tersebut telah dilihat oleh ayahandanyaSUGI MANURU. Olehnya
itu sebelum dinobatkan menjadi Raja Muna LA KILAPONTO ditugaskan untuk
melaksanakan misi diplomasi dibeberapa kerajaan seperti Todore, Ternate,
Banggai dan Luwu. ( Lakimi; Sejarah Muna, Jaya Press Raha). Misi
diplomatik yang dilakukan LA KILAPONTO sangat sukses, sebab beliau dapat
meyakinkan kerajaan-kerajaan yang dikunjunginya untuk menjalin kerja
sama dengan kerajaan Muna. Hal ini dibuktikan setelah kunjungan
diplomatik tersebut sudah tidak ada lagi gangguan keamanan dan
kedaulatan Kerajaan Muna yang datang dari kerajaan-kerajaan tersebut.
Kepakaran LA KILAPONTO dalam bidang ketatanegaraan dapat dilihat saat
beliau menjaddi penguasa di suatu negeri. Selain Hal ini dapat dilihat
pada saat ,menjadi Raja di suatu kerajaan beliau melakukan penataan
sisten ketata negaraan Kerajaan tersebut.
Beliau juga menanamkan falsafa atau nilai-nilai dasar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara seperti yang diajarkan oleh SUGI MANURU yaitu ;
Pobini-biniti kuli, ( saling tengang rasa )
Poangka-angka tau, ( Saling harga-menghargai )
Poma-masigho, ( Saling sayang- menyayangi )
Poadha-adhati. (Saling menghormati )
Keempat prinsip dasar diatas wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap
warga kerajaan dalam hal ini termasuk juga Raja dan aparat kerajaan
lainnya.
LA KILAPONTO juga menyebar luaskan konstitusi Negara kerajaan Muna pada kerjaan-kerajaan yang dipimpinnya Yaitu :
Hansuru hansuru badha Sumano kono hansuru liwu (Biarlah badan binasa asal Negara tetap berdiri ).
Hansuru-hansuru Liwu Sumano kono hansuru Ahdati ( kalaupun Negara harus bubar adat tetap harus dipertahankan ).
Hansuru-hansuru Adhati sumano Tangka Agama ( Kalupun adat tidak bisa lagi dipertahankan, agama harus tetap ditegakkan ).
Falsafah dasar dan Konstitusi kerajaan Muna yang telah di ajarkan oleh
Ayahandanya Raja Muna VI Sugi Manuru kemudian disebar luaskan pada
kerajaan-kerajaan yang pernah dipimpin oleh LA KILAPONTO. Tentu saja
falsafa dasar dan konstitusi tersebut diadaptasi dengan nilai-nilai yang
dianut oleh masyrakat setempat dalam hal ini termasuk nilai-nilai Islam
sebelum dijadikan sebagai Konstitusi Kerajaan. Sikap toleransi terhadap
masuknya nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat local dan nilai- nilai
agama yang positif merupakan strategi untuk menghindari konflik dan
penolakan masyarakat terhadap ajaran itu. Misalnya Konsitusi pada
Kerajaan / kesultanan Buton yang diproklamirkan pada masa Sultan Buton
IV DAYANU IKSANUDDIN (1597- 1631 M) yang mesakukan nilai-nilai Islam.
Konstitusi Kesultanan Buton itu dikenal denganMartabat Tujuh. DAYANU
IKHSANUDDIN adalah cucu LA KILAPONTO dari putrinya PARAMASUNI yang
bersuamikanLA SIRIDATU.
Menurut A.E. saidi dalam makalahnya pada Simposium Internasionel
Pernaskahan Nusantara IX di Baruga Keraton Buton 5 - 8 Agustus 2005,
Martabat Tujuh di Undangkan oleh Sapati LA SINGGA pada tahun 1610 M di
depan Masjid Agung Keraton.
Inti dari Konstitusi Martabat Tujuh yaitu ;
1) Pomae-maeyaka;
2) Popiara-piara
3) Po maa-maasiaka.
4) Poangka-angkataka.
Keempat nilai dasar dari Konstitusi martabat Tujuh memiliki makna yang
sama dengan apa yang diajarkan oleh Raja Muna VI SUGI MANURU pada tahun
1438 M.
Demikian pula tatanan pemerintahan yang dianut kesultanan Buton seperti
yang termuat dalam Martabat Tujuh juga merupakan sisten dan tatanan
pemerintahan yang diterapkan oleh Kerajaan Muna sejak jaman SUGI MANURU
Raja Muna VI ( Baca; Sugi Manuru ) .
Selain alhi di bidang Tata Negara, LAKILAPONTO juga piawai dalam bidang
diplomasi serta ahli dalam strategi perang. Kemampuan diplomasi LA
KILAPONTO dibuktikan dengan dapat mendamaikan konflik dua kerajaan besar
di jazirah Pulau Sulawesi bagian Tenggara yaitu kerajaan Konawe dan
Mekongga. Konflik kedua kerajaan tersebut telah berlangsung lama dan
telah banyak menelan korban nyawa dan harta. Oleh LA KILAPONTO konflik
tersebut diselesaikan hanya dalam waktu delapan hari, sehingga di kedua
kerajaan tersebut LA KILAPONTO di beri gelarHALUOLEO yang artinya
delapan hari. Karena sukses mendamaikan konflik tersebut, LA KILAPONTO
dinikahkan dengan Putri Raja Konawe yang bernama ANAWAYANGGUHAIRAH serta
dinobatkan menjadi Raja Konawe.
Sebagai mana kerajaan-kerajaan kuno lainnya, LA KILAPONTO menjalankan
strategi diplomasinya melalui perkawinan. Dalam beberapa sejarah ditulis
selama hidupnya La Kilaponto melakukan perkawinan sebanyak 5 kali,
berturut-turut putri yang dikawininya adalah :
1. WA TAMOIDONGI ( Putri Raja Buton V LA MULAE)
2. WA ANAWAY ANGGUHAIRAH ( Putri kerajaan Mekongga )
3. Putri raja Jampea
4. Putri Raja selayar OPU MANJAWARI
5. WA SAMEKA ( Putri Sangia YI TETE )
Dari masing-masing perkawinannya tersebut, LA KILAPONTO/SULTAN KAIMUDDIN
KHALIFATUL KHAMIS/SULTAN MURHUM memperoleh putra dan putri yaitu :
1. perkawinan dengan WA TAMPOIDONGI tidak memperoleh anak
2. perkawinan dengan ANAWAI ANGGUHAIRAHmemperoleh 3 orang puteri yaitu WA ODE POASIA, WA ODE LEPO-LEPO dan WA ODE KONAWE.
3. perkawinan dengan putri raja Jampae memperoleh 1 orang putera yang bernama LA TUMPARASI (Sangia Boleko)
4. perkawinan dengan putri raja Selayar memperoleh 1 orang putera yang bernama LA SANGAJI (Sangia Makengkuna)
5. Perkawinan dengan Wa Sameka memperoleh 4 orang puteri yaitu
Paramasuni (istri LA SIRIDATU putra Raja Batauga), Wasugirampu (istri LA
GALUNGA cucu Raja Buton V), WABUNGANILA (istri LA KABAURA putra raja
Batauga) dan WABETA (istri LA SONGO raja Kambe-kambero)
Sedangkan kemampuan strategi perangnya dibuktikan saat menumpas
pemberontak LA BOLONTIO yang berasal dariTobelo. LABOLONTIO terkenal
sakti dan sangat kejam sehingga Kerajaan Buton tidak mampu lagi
menghadapinya. Raja Buton saat itu LA MULAE dan segenap rakyatnya telah
putus asa sehingga memaksa dia membuat sayembara. Isi dari sayembara
tersebut adalah barang siapa yang dapat menumpas pemberontakan
Labolontio akan dikawinkan dengan salah satu putri Raja yang bernama WA
TAMPOIDONGI.
WA TAMPOIDONGI terkenal sangat cantik dan menjadi rebutan petinggi-petinggi Kerajaan Buton dan kerajaan-kerajaan tetangga.
Sayembara yang dibuat oleh Raja Buton LA MULAE tersebut mengundang minat
satria-satria di kerajaan tetangga untuk ambil bagian. Mereka sangat
tertarik untuk mempersunting putrid Raja yang kecantikannya sudah
terkenal di mana-mana. Salah seorang petinggi kerajaan tetangga yang
mengikuti sayembara tersebut adalah Raja Selayar dan Raja Jampea.
Sudah sekitar satu tahun sayembara dibuka, para peserta sayembara telah
mengeluarkan segala kemampuannya,namun tidak ada satupun dari
satria-satria yang ikut dalam kompetisi tersebut yang dapat menumpas
Labolontio. Bahkan Labolontio dan pasukannya semakin merajalela dan
telah menguasai beberapa wilayah Kerajaan Buton . Bukan saja itu bahkan
Labolontio sudah mengancam kerajaan-kerajaan tetangga Buton termasuk
Kerajaan Muna.
Kabar semakin mengganasnya Labolontio dan pasukannya ikut meresahkan
LAKILAPONTO yang baru saja dilantik menjadi Raja Muna VII. Olehnya itu
LA KILAPONTOmeminta saran dari Ayahandanya SUGI MANURU dalam menyikapi
ancaman tersebut. Setelah mendengar masukan-masukan dari LAKILAPONTO dan
beberapa petinggi kerajaan, SUGI MANURU Raja Muna VI menyarankan padaLA
KILAPONTO untuk segera pergi ke Buton, menumpasLABOLONTIO sekaligus
menyelamatkan Negeri Buton dari kehancuran. Jadi keikutsertaan
LAKILAPONTO dalam menumpas LABOLONTIO bukan untuk mengikuti sayembara
yang dibuka oleh Raja LA MULAE tetapi melakukan misi Kerajaan Muna untuk
menyelamatkan Negeri Muna dari ancaman LABOLONTIO sekaligus
menyelamatkan Negeri Buton.
Sesampainya di Buton dengan tanpa terlebih dahulu menghadap pada Raja LA
MULAE, LA KILAPONTOlangsung menyusuri pantai, mencari LABOLONTIO, orang
yang telah yang membuat Raja Buton dan segenap rakyatnya kalang kabut
dan tidak berdaya. Selain itu aksi yang dilakukan LABOLONTIO dalam
melakukan terror pada kerajaan Buton juga meresahkan Kerajaan-kerajaan
lain yang bertetangga dengan Buton termasuk Muna. Sebagai Raja yang lagi
berkuasa di Kerajaan Muna LA KILAPONTObertanggung jawab untuk segera
menghentikan sepak terjang LABOLONTIO agar tidak meluas di Kerajaan
Muna. Dalam hitungan hari saja LA KILAPONTO sudah menemukan LABOLONTIO
hingga terjadi adu tanding.
Dalam pertarungan di pasisir Kerajaan Buton, LABOLONTIOdi buat bertekuk
lutut bahkan mati ditangan LA KILAPONTO. Sebagai bukti telah
membunuhLABOLONTIO, LA KILAPONTO membawa kepala LA BOLONTIO di hadapan
Raja Buton LAMULAE. MaksudLAKILAPONTO menghadap Raja LA MULAE adalah
untuk menyampaikan bahwa Kerajaan Buton saat ini telah aman sebab
pengacau keamanan telah berhasil di bunuhnya sekaligus berpamitan untuk
pulang ke Muna meneruskan tugasnya sebagai Raja Muna. LA KILAPONTO tidak
menuntut apapun dengan apa yang telah di lakukannya. LA KILAPONTO
berpikir misinya menumpas LABOLONTIOselain membantu kerajaan Buton yang
berada dalam ambang kehancuran, juga menjaga keamanan dan kedaulatan
Kerajaan Muna dari gangguan pihak luar.
Lain dengan Raja Buton LA MULAE dan segenap rakyatnya,LA KILAPONTO oleh
mereka dianggap telah berjasa menyelamatkan Kerajaan Buton dari gangguan
keamanan. Untuk itu LABOLONTIO berhak mendapatkan hadia sepertiisi dari
sayembara yang telah dibuat Raja LA MULAE. Sebagai Raja, LAMULAE harus
tetap konsisten menjalankanapa yang telah diucapkan. Untuk itu
pernikahan antaraLAKILAPONTO dan Putri Raja WA TAMPOIDONGI tetap harus
dilaksanakan.
Dengan rasa berat dan penghargaan terhadap Raja ButonLAMULAE, akhirnya
LAKILAPONTO menerimah untuk dinikahkan dengan putrid raja seperti isi
sayembara yang di buat Raja LAMULAE. Namun demikian LA KILAPONTOtetap
mengajukan syaraat bahwa setelah pernikahan dilaksanakan dia tetap
kembali ke Kerajaan Muna untuk menjalankan tugasnya sebagai Raja Muna.
Persyaratan itu diterimah dan pernikahan keduanya pun dilaksanakan.
Setelah prosesi pernikahan dilaksanakan LA KILAPONTOlangsung berpamitan
untuk Kembali Ke Kerajaan Muna sedangkan isrinya di tinggal di Kerajaan
Buton bersama Orang tuanya.
Belum cukup satu tahun Menjalankan pemerintahanya sebagai Raja Muna
setelah menumpas LABOLONTIO, Raja Buton V LA MULAE meninggal dunia.
Karena raja LA MULAEtidak memiliki anak Laki-laki, maka
petinggi-petinggi Kerajaan Buton bersepakat untuk mengangkat LA
KILAPONTO sebagai Raja Buton VI menggantikan LA MULAE. Kesepakatna para
petinggi Kerajaan Buton tersebut kemudian di sampaikan pada LA KILAPONTO
dengan cara mengutus beberapa utusan untuk datang ke kerajaan Muna.
Awalnya LA KILAPONTO merasa sangat berat menerima kesepakatan yang telah
dibuat oleh para petinggi Kerajaan Buton untuk menjadi Raja di kerajaan
Buton, karena saat ituLA KILAPONTO sedang menjadi raja di kerajaan Muna
dan Kerajaan Konawe.
Atas saran Ayahandanya dan melalui pertimbangan yang matang, akhinya LA
KILAPONTO mau menerima untuk menjadi Raja di Kerajaan Buton. Dengan
diterimahnya menjadi Raja Buton, maka secara otomatis pada saat itu LA
KILAPONTO menjadi Raja di tiga kerajaan besar di Sulawesi Tenggara yaitu
Kerajaan Buton, Kerajaan Muna dan Kerajaan Konawe, karena itulah oleh
masyarakat Muna LA KILAPONTO mendapat gelar Omputo Mepokonduaghoono
Adhati artinya orang yang mengawinkan adat.
Pada sebuah hikayat disebutkan, saat LA KILAPONTO menjadi Raja di
Kerajaan Muna, Buton dan Konawe,kerajaan-kerajaan lainya yaitu Kerajaan
kaledupa, Kerajaan Mokole dan Mekongga ikut menggabungkan diri dibawa
kekuasaan LA KOLAPONTO, sebagai mana kutipan berikutAdapun tatkala
Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala dikaruniai Murhum, maka
menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La Kilaponto membawahi
negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut sekalian negeri
seperti kaledupa dialihkan, Mekongga dialihkan, dan kabaena di Alihkan.
Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum ( Koleksi Belanda, hal 1
).
Selama tiga tahun LAKILAPOTO menjadi raja di lima kerajaan tersebut,
nilai-nilai Islam yang sebarkan seorang Ulama dari Arab SYEKH ABDUL
WAHID dan di bantu seorang imam dari Patani yang bernama FIRUS MUHAMMAD
mulai mempengaruhi istana Kesultanan Buton. Setelah Islam diterima di
Istana dan LAKILAPONTO telah memeluk Islam, maka pemerintahan Buton
berubah menjadi kesultanan dan LAKILAPONTO dilantik menjadi Sultan
dengan bergelar Sultan MURHUM/ SULTAN KAIMUDDIN KHALIMATUL KHAMIS.
Menyusul berubahnya Buton menjadi Kesultanan (948 H/ 1542 M ),
LAKILAPONTO kemudian menyerahkan jabatannya pada kerajaan-kerajaan
lainnya. Misalnya di Kerajaan Muna, LAKILAAPONTO menyerahkan
jabatannyakepada adiknya LA POSASU untuk menjadi Raja Muna VIII.
sedangkan dikerajaan-kerajaan lainnya tidak ada data yang pasti bagai
mana proses penyerahannya. Namun yang pastipada saat itu juga Kerajaan
Konawe dan kerajaan-kerajaan lainya yang pernah di pimpin LAKILAPONTO
telah memiliki raja sendiri-sendiri. Walaupun LAKILAPONTO pernah
memimpin kerajaan-kerajaan tersebut, namun setelah dia melepaskan
jabatannya, LAKILAPONTO tetap mengakui kerajaan-kerajaan tersebut
sebagai Negara merdeka dan berdaulat.
Setelah LAKILAPONTO Menjadi SULTAN di Kesultanan Buton dan adiknya LA
POSASU menjadi Raja Muna VIII,kedua bela pihak mengadakan perjanjian.
Isi dari perjanjian tersebut adalah wilayah kerajaan Muna bagian Selatan
yang terdiri dari Mawasangka dan GU diserahkan ke Buton. Sebagai
gantinya, Wialayah pesisir Barat Buton bagian Utarayaitu Wakorumba dan
Kambowa diserahkan pada Muna. Termasuk dalam perjanjian itu kesepakatan
untuk saling membantu dan bekerja sama bila kedua kerajaan menghadapi
situasi pelik, termasuk ancaman dan intervensi dari luar ( La kimi-
Sejarah Muna, Jaya pres Raha).
Hubungan persaudaraan di antara kedua Kerajaan- kerjajaan yang pernah
dipimpin oleh LA KILAPONTO, terjalin hangat selama kurang lebih 3,5
abad. Namun, Setelah Kesultanan Buton bekerja sama dengan Kolonial
Belanda dan dalam kerangka politik pecah belah, pemerintah kolonial
Belanda bersama Sultan Buton LA ODE FALIHI, secara sepihak membuat
perjanjian yang disebut Korte Verklaring pada 2 Agustus 1918 (Jules
Couvreur , Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna- Artha Wacana Press,
Kupang, Nusa Tenggara Timur, 2001).
Perjanjian sepihak tersebut tidak pernah diakui oleh Raja Muna.
perlawanan terhadap perjanjian Korte Verklaringditunjukan oleh raja Muna
LA ODE DIKA gelar OMPUTO KOMASIGINO yang tidak mematuhi perjanjian
tersebut termasuk membayar pajak kepada Sultan Buton seperti yang diatur
dalam perjanjian Korte Verklaring . Raja Muna LA ODE DIKA juga tidak
mau tunduk saat bertemu dengan Sultan Buton. Bahkan LA ODE DIKA
mengangkat telunjuknya seakan mengancam saat bertemu dengan Sultan Buton
di Istana Sultan Buton. Sikap Raja LA ODE DIKAtersebut oleh Sultan
Buton di adukan kepada penguasa colonial Belanda di Makassar. Akibatnya
LA ODE DIKA di pecat kemudian penguasa colonial Belanda di makkasar
menunjuk LA ODE PANDU sebagai Raja Muna menggantukan LA ODE DIKA.
LA KILAPONTO / SULTAN MURHUM / SULTAN KAIMUDDIN KHALIFATUL KHAMIS Putra
Raja MunaSUGIMANURU Yang Agung mengakhiri masa pemerintahannya di
Kesultanan Buton karena wafat tahun 1584 setelah memerintah lebih kurang
46 tahun ( sebagai raja Buton VI selama 3 tahun dan sebagai Sultan I
selama 43 tahun ), dan menjadi Raja Muna selama tiga tahun ( (1488- 1491
M ),. Setelah LA KILAPONTO / SULTAN MURHUMIN / SULTAN KAIMUDDIN
KHALIFATUL KHAMIS meninggal dunia, Sara Kesultanan Buton memilihLA
TUMPARASI (Sangi Boleka) Putranya dari perkawinannya dengan Putri Raja
JAMPEA ( Suku Bajo ? )sebagai sultan Buton II dan dilantik pada tahun
itu juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar