Kerajaan Talaga Manggung Pada kira-kira zaman abad sebelum ke 15,
kewadanaan Talaga adalah bekas salah satu kerajaan, yang terletak di
Kabupaten Majalengka, bertahta bernama Sunan Talaga Manggung, asal
keturunan Raja Prabu Siliwangi, kerajaan di Sangiang. Dia mempunyai dua
orang putra, satu laki-laki dan satu perempuan, yang laki-laki bernama
Raden Panglurah dan yang perempuan bernama Ratu Simbar Kencana.
Raden Panglurah tidak ada dikeraton sedang melakukan tetapa di Gunung
Bitung sebelah selatan Talaga. Ratu Simbar Kencana mempunyai suami
kepala seorang patih di keraton tersebut, yang bernama Palembang Gunung,
berasal dari Palembang. Patih Palembang Gunung setelah dirinya
dipercaya oleh mertuanya, yaitu sunan Talaga Manggung dan ditaati oleh
masyarakatnya, timbul pikiran yang murka ingin menjadi seorang raja di
Sangiang Talaga, dengan maksud akan membunuh mertuanya Sunan Talaga
Manggung.
Setelah mendapat keterangan dari seorang mantra yang bernama Citra
Singa, bahwa sang raja sangat gagah perkasa tidak satu senjata atau
tumbak yang mampu mengambil patinya raja, melainkan oleh suatu senjata
tumbak kawannya raja sendiri ketika ia lahir, dan oleh Citra Singa
diterangkan bahwa yang dapat mengambil senjata itu hanya seorang gendek
kepercayaan raja yang bernama Centang Barang. Setelah mendapatkan tombak
tersebut, kemudian Palembang Gunung membujuk dengan perkataan yang
manis-manis dan muluk-muluk kepada Centang Barang untuk mengambil
senjata tersebut, dan melakukan pembunuhannya, bila berhasil akan
diganjar kenaikan pangkatnya. Kemudian setelah Centang Barang
mendapatkan bujukan yang muluk-muluk dari Palembang Gunung ia bersedia
melakukan pembunuhan itu.
Pada suatu waktu kira-kira jam lima pagi Sunan Talaga Manggung baru
bangun dari tidurnya dan menuju jamban, dia diintai oleh Centang Barang,
kemudian di tempat yang gelap ditumbak pada pinggang sebelah kiri,
sehingga mendapat luka yang parah. Centang Barang setelah melakukan lari
jauh dan diburu oleh yang menjaga, tetapi sang prabu bersabda, “Biarlah
si Centang Barang jangan diburu, nanti juga ia celaka mendapat balasan
dari Dewa karena ia durhaka.” Setelah si Centang Barang keluar dari
keraton, ia menjadi gila, ia menggigit-gigit anggota badannya sampai ia
mati.
Palembang Gunung Mendapat kabar tentang peristiwa itu, lalu ia berangkat
menengoknya, tetapi keraton tidak ada, hilang dengan seisinya, hilang
menjadi situ yang sekarang dinamakan Situ Sangiang Talaga. Setelah
keadaan keraton hilang, Patih Palembang Gunung diangkat menjadi raja di
Talaga.
Lama kelamaan peristiwa itu terbongkar dan ada diantaranya yang
memberitahukan kepada Ratu Simbar Kencana, bahwa kematian ayahandanya
adalah perbuatan suaminya sendiri. Setelah mendapatkabar itu maka Simbar
Kencana membulatkan hati untuk membalas dendam kepada suaminya.. Pada
saat Palembang Gunung sedang tidur nyeyak di tikamnya, digorok, oleh
tusuk konde ratu Simbar Kencana, sehingga mati seketika itu juga.
Setelah gunung palembang itu mati, kerajaan belum ada yang menjabatnya
maka di angkat Raden Panglurah yang baru pulang dari petapaan.
Sedatangnya ke sangiang dia merasa kaget karena keadaan keraton sudah
musnah hanya nampak situ saja dan setelah dia mendapat kabar dari orang
yang bertemu di tempat itu bahwa keraton sudah dipindah tempatkan ke
Walang Suji (Desa Kagok).
Ketika Ratu Simbar Kencana sedang kumpulan dengan ponggawa, datanglah
Raden Panglurah yang menuju kepada Ratu Simbar Kencana dan kemudian oleh
ratu Simbar Kencana diterangkan atas kematian ayahandanya. Kemudian
Raden Panglurah meminta agar yang melanjutkan pemerintahan adalah Ratu
Simbar kencana sendri, dan dia akan menyusul ayahandanya dengan meminta
empat dinas pahlawannya, setelah permintaan dikabukannya, dia menuju
Situ Sangiang dan setelah tiba di Situ Sangiang tersebut dia beserta
pengiringnya turun ke situ sangiang dan turut menghilang.
Setelah Palembang Gunung meninggal dunia, Ratu Simbar kencana menikah
lagi deangan Raden Kusumalaya Ajar Kutamangu, keturunan Galuh dan
mempunyai putra Sunan Parung, dan setelah Ratu Simbar Kencana meninggal
dunia, kerajaan pun diturunkannya kepada putranya Sunan Parung. Sunan
Parung mempunyai putra istri bernama Ratu Parung, melanjutkan
kerajaannya dengan mempunyai suami Raden Rangga Mantri putranya Raden
Munding Sari Agung, keturunan Prabu Siliwangi Pajajaran.
Dari waktu itu Raden Rangga Mantri dan Ratu Parung agamanya ganti
menjadi Islam dari agama sebelumnya, yang dikembangkan oleh Syarif
Hidayatullah. Raden Rangga Mantri setelah menjadi Islam namanya diganti
Prabu Pucuk Ulum. Prabu Pucuk Ulum mempunyai putra bernama Sunan Wana
Prih yang akhirnya menjadi Raja bertempat di Walang Suji (Desa Kagok).
Sunan Wana Perih mempunyai putra Ampuh Surawijaya Sunan Kidak. Setelah
Sunan Wana Perih Meninggal dunia tahta kerajaannya diturunkan kepada
Ampuh Surawijaya dan kerajaan dipindahkan dari Walang Suji ke Talaga.
Ampuh Sura Wijaya mempunyai putra bernama Sunan Pangeran Surawijaya,
Sunan Ciburuy, diturunkan kepada putranya Dipati Suarga. Dari putra
Dipati Suarga diturunkan kepada putranya Dipati Wiranata. Kemudian
kerajaan itu diturunkan kepada putranya bernama Raden Saca Eyang hingga
abad ke tujuh belas.
Kerajaan dipindahkan (dihilangkan) karena penjajahan, dan pada waktu itu
kerajaan di Talaga menjadi Kabupaten. Raden Saca Nata Eyang
meninggalkan kepangkatannya. Diturunkan kepada putranya bernama Aria
Secanata. Setelah itu Kabupaten dipindahkan ke Majalengka bertempat di
Sindangkasih. Waktu Kabupaten dipindahkan Bupati, Raden Sacanata menolak
sampai dia pada waktu itu dipensiunkan. Dia mempunyai putra bernama
Pangeran Sumanegara. Pangeran Sumanegara mempunyai putri bernama Nyi
Raden Angrek dan mempunyai suami bernama Kertadilaga putra Pangeran
Kartanegara, Kamboja. Dari Kartadiliga mempunyai putra bernama
Natakusumah di Cikifai Talaga, sampai sekarang keturunanya masih ada,
menjaga (memelihara) barang-barang kuno keturunan Raja Talaga.
Barang-Barang kuno tersebut adalah Baju Kera, Arca, Gamelan, Tuah
Meriam, Bedil Sundut, dan perkakas lainya yang sekarang masih ada.
Pemerintahan Kerajaan Talaga
Pemerintahan Batara Gunung Picung
Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut
masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, dia adalah putera V, juga
ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan
Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing,
Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.
Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agama yang dipeluk rakyat
kerajaan ini adalah agama Hindu. Pada masa pemerintahaannya pembangunan
prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km
tepatnya Talaga - Salawangi di daerah Cakrabuana. Bidang Pembangunan
lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran
pengairan semuanya di daerah Cikijing. Tampuk pemerintahan Batara Gunung
Picung berlangsung dua windu. Raja berputera enam orang yaitu : Sunan
Cungkilak, Sunan Benda, Sunan Gombang, Ratu Panggongsong Ramahiyang,
Prabu Darma Suci, Ratu Mayang Karuna. Akhir pemerintahannya kemudian
dilanjutkan oleh Prabu Darma Suci.
Pemerintahan Prabu Darma Suci
Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini
Agama Hindu berkembang dengan pesat abad ke-XIII. Nama dia dikenal di
Kerajaan Pajajaran, Mataram, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam
seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari
kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu merupakan
hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui. Peninggalan yang masih
ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju
Besi. Pada abad XIIX Masehi dia wafat dengan meninggalkan dua orang
putera yakni Bagawan Garasiang dan Sunan Talaga Manggung
Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Tahta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang namun dia sangat
mementingkan kehidupan spiritual sehingga akhirnya tak lama kemudian
tahta diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang
diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan dia dari
Talaga ke daerah Cihaur Maja.
Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang
karena sikap dia yang adil dan bijaksana serta perhatian dia terhadap
agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat.
Hubungan baik terjalin dengan kerajaan tetangga maupun kerajaan yang
jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran,
Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya. Dia berputera dua, yaitu
Raden Pangrurah dan Ratu Simbarkencana. Raja wafat akibat penikaman yang
dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centang Barang.
Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan
beristrikan Ratu Simbar Kencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu
Simbar Kencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang
Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur. Dengan meninggalnya
Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah dengan turunan
Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi delapan
orang putera diantaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan
Parung.
Pemerintahan Ratu Simbarkencana
Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam
menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari
Cirebon.juga diketahui bahwa tahta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke
suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung
Buniasih.Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya
Sunan Parung.
Pemerintahan Sunan Parung
Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja. Hal
yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan
Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah
Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja. Sunan Parung mempunyai puteri
tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung. PutriSunan Parung,
yang bernama Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Santriyang menjadi
penerus Kerajaan Sumedang Larang
Pemerintahan Ratu Sunyalarang
Sebagai puteri tunggal dia naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan
Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden
Rangga Mantri atau lebih dikenal dengan Prabu Pucuk Umum. Pada masa
pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak
rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga akhirnya baik Ratu
Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam
berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja,
Rajagaluh dan Majalengka. Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga kedua yang
memeluk Agama Islam. Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun
Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum
adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah dia yang
bernama Raden Munding Sari Ageung merupakan putera dari Prabu
Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang
merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.Hal terpenting pada
masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat
perdagangan di sebelah Selatan. Ratu Sunyalarang saudara dengan Ratu
Pucuk Umun suami Pangeran Santri.
Pemerintahan Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang
putri Sunan Parung, saudara sebapak Ratu Pucuk Umun suami Pangeran
Santri) melahirkan enam orang putera yaitu Prabu Haurkuning, Sunan
Wanaperih, Dalem Lumaju Agung, Dalem Panuntun, Dalem Panaekan. Akhir
abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam. Dia sebelum
wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah
kekuasaannya, seperti halnya : Sunan Wanaperih memegang tampuk
pemerintahan di Walagsuji; Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja; Dalem
Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di
Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan dia banyak yang
menjabat sebagai Bupati.Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari
Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, Sukamenak,
Nunuk Cibodas dan Kulur. Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ
Sangiang Kecamatan Talaga.
Pemerintahan Sunan Wanaperih
Terkenal Sunan Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk
Agama Islam pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk
Agama Islam. Dia berputera enam orang, yaitu Dalem Cageur, Dalem
Kulanata, Apun Surawijaya atau Sunan Kidul, Ratu Radeya, Ratu Putri,
Dalem Wangsa Goparana. Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya
Sarngsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syekh Abdul Muhyi
dari Pamijahan bernama Sayid Faqih Ibrahim lebih dikenal Sunan
Cipager. Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang, kelak keturunan
dia ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di
Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi dia
digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan
kembali ke Talaga.
Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan
Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah
dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari
Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6
orang anak yaitu Dipati Suwarga, Mangunjaya, Jaya Wirya, Dipati
Kusumayuda, Mangun Nagara, Ratu Tilarnagara. Ratu Tilarnagara menikah
dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran
Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran
Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan
berputera dua orang, yaitu Pangeran Dipati Wiranata, Pangeran Secadilaga
atau pangeran Raji. Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh
Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya
Pangeran Secanata, Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon
mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1762;
pengaruh V.O.C. sudah terasa sekali. Hingga pada tahun-tahun tersebut
pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh V.O.C. ke Majalengka.
Karena hal inilah terjadi penolakan sehingga terjadi perlawanan dari
rakyat Talaga.Peninggalan masa tersebut masih terdapat di museum Talaga
berupa pistol dan meriam.
Situs Dan Budaya Nunuk Baru sejarah Berdirinya Kerajaan Talaga
Desa Nunuk Baru berada di wilayahKecamatan Maja di sebelah Selatan
KotaKabupaten Majalengka, sekaligus bisa menjadi jalur Alternatif dari
Kota Majalengka Menuju Kecamatan Talaga dan Kecamatan Bantarujeg.Di Desa
Nunuk Baru sendiri banyak makom keramat yang erat hubunganya dengan
sejarah Kerajaan Talaga Manggung (sekarang Talaga) dan untuk kekinian
adalah berdirinya Kota Majalengka, adapun Makam Keramat Tersebut
diantaranya :
Makam Pajaten atau Pajatian ( Makam Ibu Arya Saringsingan )
Makam pajaten terletak disebelah barat Blok Nunuk dipinggir kali
cisuluheun dilokasi sawah pajaten, Ibu Arya adalah asli putri lahiran
Nunuk yang menjadi Istri Kedua (Selir) Raja Talaga yaitu Prabu Pucuk
Umun. Adapun Hasil Pernikahan Prabu Pucuk Umun dengan Ibu Arya telah
melahirkan Seorang Putra yang Bernama Raden Arya Saringsingan yang
makamnya sekarang berlokasi di Desa Banjaran Girang. Raden Arya
Saringsingan diangkat Oleh raja Talaga sebagai Senopati/Panglima
tertinggi Kerajaan Talaga, yang mempunyai kesaktian Luar biasa dengan
memegang senjata Tombak Naga Kaki Lima Centang Barang.
Makam Cileuweung ( Makam Hariyang Banga )
Makam cileuweung terletak di sebelah Barat Daya Blok Nunuk Desa Nunuk
Baru. Hariyang Banga adalah Putra dari ibu Dewi Pangrenyep istri Raja
Pajajaran, dicileuweung sendiri ada tiga makam keramat diantaranya makam
Mbah Hariyang Banga, Makam Ibu Langensari, Makam Mbah Haji Kasakten.
Dicileuweung sendiri dulunya ada sebuah sendang/kolam mata air yang
sampai sekarang air tersebut sering dikeramatkan oleh sebagian
masyarakat untuk maksud-maksud tertentu, diantaranya yang mempunyai Niat
berkecimpung di dunia Pemerintahan.
Makam Kosambi (Makam Mbah Prabustika)
Makam kosambi terletak dilokasi sawah kosambi sebelah timur Blok Nunuk,
Nama asli Mbah Prabustika adalah Mbah Jupri. Mbah Jupri adalah seorang
kepala pemerintahan kerajaan yang ada dilokasi Nunuk, dia adalah seorang
ulama yang dihormati dan mempunyai kesaktian sangat Tinggi. Singkat
cerita Mbah Jupri ditangkap oleh musuh kemudian dikampa/jepit oleh
jepitan minyak sampai dianggap telah meninggal tapi ternyata waktu
dibuka dia malah tertawa terbahak-bahak. Kemudian Mbah Jupri dihanyutkan
kesungai yang sedang Banjir tapi bukanya hanyut kehilir malah hanyut
kearah Hulu, dan akhirnya semua musuh pada ketakutan, maka Mbah Jupri
Mendapat gelar Prabustika yang dianggap dalam tubuhnya terdapat Mustika
kesaktian.
Makam Panguyangan Gede (Makam Mbah Dipati Ukur)
Makam ini terletak disebelah selatan Blok Nunuk yang posisinya agak
diatas/bukit dari Blok Nunuk. Nama asli yang dimakamkan di Panguyangan
Gede adalah Mbah Sugenda dengan gelar kehormatan Mbah Dipati Ukur yang
berpangkat Adipati, dan tugas dari Mbah Sugenda adalah sebagai
Pengukuran tanah seluruh Jawa lintas Negara, yang mempunyai keajaiban
luar biasa, diantaranya pada saat melakukan pengukuran tanah dia tidak
pernah turun dari kuda dan melakukan pengukuran dengan berjalan Mundur.
Di antarakelebihan dia adalah mempunyai kekayaan berlimpah dengan
banyaknya gudang-gudang padi, yang sering dipakai untuk menolong orang
banyak yang dalam kesusahan, pakir miskin, yatim piatu, dan orang-orang
jompo lainya. Maka makam tersebut diberi nama Panguyangan Gede. Sampai
sekarang masyarakat Nunuk selalu melakukan Ritual dimakam ini apabila
musim bercocok tanam dimulai dengan istilah Guar Bumi.
Makam Gunung Taneuh (Mbah Prabu Jaya)
Makam ini terletak di sebelah timur Blok Nunuk dan sebelah selatan Blok
Babakan Desa Nunuk Baru lokasinya berada diatas Bukit yang dikelilingi
sawah. Nama asli yang dimakamkan adalah Mbah Sang Prabu Jaya dengan
gelar Kehormatan Mbah Luhung, dia adalah seorang Kiyai/Ulama yang
disegani oleh semua orang, dimana dia ini salah satu penyebar agama
islam di wilayah Nunuk dan sekitarnya. Mbah Sang Prabu Jaya banyak
mempunyai kesaktian dengan ilmu yang sangat tinggi, sehingga dia
mendapat gelar kehormatan Mbah Luhung. Sampai sekarang makam ini selalu
ramai dikunjungi peziarah dari mana-mana terutama orang-orang yang
mempunyai anak yang akan menempuh pendidikan dari tingkat dasar sampai
tingkat selanjutnya.
Museum sebagai bukti sejarah
"Historia Vitae Magistra". Sejarah adalah guru kehidupan pepatah latin
itu menggambarkan tentang pentingnya sejarah untuk dipelajari guna
melihat masa lalu untuk kemudian dijadikan sebagai bahan pembelajaran
dalam memahami masa kini, serta untuk membuat prediksi dimasa yang akan
datang, juga dikutif dari pesan moral tokoh Proklamator RI Bung
Karno"JASMERAH" Jangan sesekali melupakan Sejarah, sebagai usaha untuk
meneguhkan jati diri dan menggali potensi potensi yang sudah kita
milikki sejak dulu.
Perihal itu, museum merupakan tempat yang paling ideal dan tepat jika
Anda bemaksud ingin menapaktilasi sesuatu. Karena berbagai benda dan
peninggalan suatu masa atau zaman bisa tersimpan secara rapi dan
terpelihara dalam sebuah museum.
Museum juga menjadi dokumentasi paling komprehensif ihwal eksistensi
atau kejayaan sejarah masa silam. Demikian rupanya yang terjadi pada
Museum Talaga Manggung yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan
benda-benda peninggalan Kerajaan Talaga Manggung.
Museum Talaga Manggung sendiri berada di Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga, sekitar 26 km dari Kota Majalengka, Jawa Barat.
Akses menuju lokasi tersebut sudah baik, dimana tidak hanya bisa di
tempuh oleh kendaraan pribadi melainkan dapat di tempuh oleh angkutan
umum seperti Majalengka–Cikijing, Cikijing – Bandung baik jenis mikrolet
maupun bus, dan sebagainya.
Banyaknya peninggalan sejarah dari Kerajaan Talaga Manggung seperti
kereta kencana, peralatan perang, dan alat kesenian, yang menjadi daya
tarik tersendiri, dan adanya adat memandikan perkakas yang rutin
dilaksananakan setahun sekali (panjang jimat setiap bulan Mulud-red).
Pengunjung yang datang kelokasi wisata budaya ini pada umumnya pelajar
dan mahasiswa yang melakukan penelitian.
Untuk tiket masuk pada lokasi wisata budaya ini tidak ada ketentuan
biaya yang harus di keluarkan hanya sebatas sumbangan sukarela. Salah
satu keturunan dari Kerajaan Talagamanggung yakni Prabu Darma Suci II,
Rdn Yuyun M. Yunus yang merupakan generasi 19 kerajaan mengatakan,
museum tersebut sudah berdiri sejak tahun 1991 yang sebelumnya disebut
sebagai Bumi Alit dan pada tahun 1993 baru mengalami pemugaran.
Ia menambahkan, awal mula didirikanya museum yang dikelola oleh yayasan
dimaksudkan dalam upaya melestarikan dan menitik beratkan pada keamanan
barang peninggalan sejarah dari kerajaan Talagamanggung yang tinggal
sedikit agar bisa dikelola dengan baik.
Yuyun menjelaskan kini barang peninggalan yang ada di museum hanya
tersisa 11 jenis barang diantaranya, seperangkat alat kesenian (goong
renteng), senjata pusaka kerajaan berupa keris,tombak dan lainya yang
kini hanya tersisa beberapa buah lagi,berbagai macam gerabah, berbagai
jenis senjata penunggak, wuwung bekas bangunan keraton, baju kere dan
uang Balado yang digunakan sebagai alat tukar pada masa kerajaanya, teko
dan genta, batu Bandring, batu pangsolatan, batu menhir sedangkan untuk
arca Raden Pangluran dan Ratu Dewi Simbar Kancana disimpan di rumah
kasepuhan keturunan kerajaan Talagamanggung.
Tidak disimpanya arca Raden Panglurah dan Ratu Dewi Simbar Kancana yang
terbuat dari bahan dasar kuningan ini di museum menurutnya dimaksudkan
untuk menghindari dari pencurian.
Menurutnya banyaknya peninggalan dari kerajaan Talagamanggung yang
hilang disebabkan rusak karena termakan usia, diambil pemerintahan
Hindia Belanda dikala menjajah Indonesia dan kurangnya kepengelolaan
semasa dulu disebabkan belum adanya wadah seperti saat ini.
“Sebelumnya peninggalan dari kerajaan Talagamanggung yang tersisa masih
banyak namun dikarenakan yang sebagian besar terbuat dari bahan dasar
kayu rusak karena termakan usia, sedangkan peninggalan lainya hilang
entah kemana disebabkan sering berpindah tangannya kepengurusan karena
belum ada wadah seperti saat ini, dengan didirikanya museum dan
berdasarkan dari cerita sesepuhnya secara turun-temurun arca
Talagamanggung dan sebagianya lagi hilang diambil saat pemerintahan
Belanda dulu “
Yuyun memaparkan saat ini pengunjung yang datang ke museum
Talagamanggung dalam sebulannya bisa mencapai 200 orang namun hingga
kini pihaknya belum mengenakan tarif kepada para penunjung hal itu
diakuinya disebabkan melihat keadaan museum yang belum memenuhi
kelayakan standar museum semestinya.
Dengan banyaknya kekurangan yang dimiliki museum Talagamanggung hingga
saat ini berdampak kepada kurangnya daya tarik sehingga untuk mensiasati
pengenalan sejarah Talagamanggung kepada masyarakat khususnya
Majalengka pihaknya menggratiskan biaya masuk kepada setiap pengunjung
yang datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar