Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah
berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M.
Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu
Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Berdirinya kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat hampir bersamaan dengan
Kerajaan Kutai. Kata Taruma berhubungan dengan katak tarum berarti nilai
atau biru. Sampai sekarang nama taruma masih digunakan sebagai nama
ganti sungai, yaitu sungai Citarum (ci=sungai).
Kerajaan Tarumanegara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah
berkuasa di wilayah pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad
ke-7 m, yang merupakan salah satu kerajaan tertua di nusantara yang
diketahui. Dalam catatan, kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan hindu
beraliran wisnu. Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358 yang kemudian digantikan oleh putranya,
Dharmayawarman (352-395).
Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali gomati, sedangkan putranya di
tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan
Tarumanegara yang ketiga (395-434 m). Ia membangun ibukota kerajaan baru
pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Kota itu diberi
nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112
tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan
selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti
batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak
Banten.
Prasasti Pasir Muara menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan
kepada raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang
menjadi penguasa Kerajaan Tarumanegara adalah Suryawarman (535 - 561 M)
raja Kerajaan Tarumanegara ke-7. Dalam masa pemerintahan Candrawarman
(515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima
kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas
kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara. Ditinjau dari segi ini,
maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik
ayahnya.
Prasasti ditemukan di Pasir Muara, Bogor, di tepi sawah, tidak jauh dari
prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak
berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8)
panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja
Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan
"angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti
tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Kehadiran prasasti Purnawarman di pasir muara, yang memberitakan raja
Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa ibukota Sundapura telah
berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat
pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser ke tempat lain. Contoh
serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (Kota
Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M.
Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja
Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Ketika pusat pemerintahan beralih
dari Rajatapura ke Tarumanegara, maka Salakanagara berubah status
menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara
adalah menantu raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari
salankayana di India yang mengungsi ke nusantara karena daerahnya
diserang dan ditaklukkan maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang
memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus
pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah
bagian timur. Dalam tahun 526 M Manikmaya, menantu Suryawarman,
mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan
Limbangan, Garut. Putera tokoh manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di
ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi panglima angkatan perang
Kerajaan Tarumanegara.
Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam Tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja.
Pada tahun 669 M, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan
menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri,
yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang
kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa
pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan
Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu
Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada
Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke
kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan
Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang
tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi
wilayah Tarumanagara.
RAJA-RAJA DI KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja.
Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan
menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri,
yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang
kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa
pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan
Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu
Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada
Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke
kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan
Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang
tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi
wilayah Tarumanagara.
Raja-raja Tarumanegara
1. Jayasingawarman 358-382
2. Dharmayawarman 382-395
3. Purnawarman 395-434
4. Wisnuwarman 434-455
5. Indrawarman 455-515
6. Candrawarman 515-535
7. Suryawarman 535-561
8. Kertawarman 561-628
9. Sudhawarman 628-639
10. Hariwangsawarman 639-640
11. Nagajayawarman 640-666
12. Linggawarman 666-669
SUMBER-SUMBER SEJARAH
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa
tujuh buah prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta
dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa
kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M
dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru
Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan
Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara lain:
Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi
menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang
beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan
sebagian masih animisme. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun
528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah
selatan. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669
telah datang utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo
secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka
dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada
waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut
prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari
Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
PRASASTI-PRASASTI KERAJAAN TARUMANEGARA
1. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai
Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4
baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh.
Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini
kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman
penguasa Tarumanagara.
Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak
kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun
mempunyai 2 arti yaitu:
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang
(biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti
menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka
dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah
itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi
Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara
pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja
daerah) Pasir Muhara.
2. Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit
Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor,
prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa serta
terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja
Mulawarman.
Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam -
padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam -
bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya
tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua
jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng
musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang
setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
3. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan
Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya
lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah
Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang
disusun ke dalam bentuk seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang
pahatan gambar telapak kaki gajah.
Isinya :
~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~
Airwavatabhasya vibhatidam ~ padadvayam
Terjemahan :
“Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki…yang seperti Airawata,
gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan”
4. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta
Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar
dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang
lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti
tersebut.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk
seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari lima
baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua
prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga
tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan kepada analisis
gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis
tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5
Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki
kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha >
citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti
Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja
Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan
Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian
(selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat
yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut
dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas
pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
Teks:
pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana //
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka //
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina //
Terjemahan:
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang
mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman,
untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai
di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang
Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan
kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka
sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang
permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai)
tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia
Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada
hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21
hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur.
Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi
yang dihadiahkan”
Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah:
Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab
yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah
sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya
menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari
tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap
dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra
yang diduga sama dengan bulan Februari dan April.
Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh
Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar