Nama Nagaratengah sudah ada sejak jaman Kerajaan Galuh Hindu, ketika
kerajaan berbentuk federasi. Mahaprabu Galuh membagi kerajaan yang salah
satu diantaranya adalah Kerajaan Galuh Nagaratengah yang diperintah
oleh Prabu Agung Danumaya dengan jumlah rakyat mencapai ± 1000 orang.
Kemudian dilanjutkan oleh Prabu Wangsa Dedaha, lalu oleh Prabu Agung
Ranggakusumah.
Ketika Cipta Sanghyang Permana naik tahta sebagai Mahaprabu Galuh,
ibukota kerajaan (dayeuh) pindah ke Nagaratengah. Letak ibukota antara
sungai Cihapitan dan Cibodas (Sayung Desa Karanglayung) Kemudian
penggantinya adalah Mahaprabu Cipta Permana (sebelumnya berdiam di
Cimaragas) yang sudah memeluk agama Islam dan membagi kerajaan menjadi 6
Kerajaan kecil (Kadaleman). Selanjutnya, Kadaleman Nagaratengah
dibangun pada 1583 oleh Pangeran Aria Panji Subrata.
RADEN ARIA PANDJI SUBRATA.
Kadaleman Nagara Tengah didirikan sekitar tahun 1583 M, yang menjadi
Dalem I adalah RADEN ARIA PANDJI SUBRATA. Pusat kadaleman berada sebelah
timur Sungai Cihapitan di Kampung Nyengkod Desa Nagara Tengah Kecamatan
Cineam Kabupaten Tasikmalaya sekarang.
Batas Wilayahnya sebagai berikut :
- Sebelah Barat : Daerah Cisangkir Cibeureum.
- Sebelah Selatan : Daerah Sukakerta
- Sebelah Timur : Galuh ( Batu Gajah )
- Sebelah Utara : Sungai Citanduy.
Yang sekarang menjadi Kecamatan Cineam, Kecamatan Cimaragas, Kecamatan
Langkap Lancar, Manonjaya dan sebagian wilayah yang ada di Kecamatan
Cibeureum. Banyaknya Rumah atau Tugu se-kadaleman Nagara Tengah waktu
itu sekitar 200 rumah.
Raden Aria Pandji Subrata ( Dalem I ) dalam mengatur dan mengurus
kadaleman Nagara Tengah di bantu oleh RADEN ANGGANAYA KUSUMAH yang di
kenal dengan sebutan DALEM NAYA KUSUMAH, yang mempunyai putra :
1- RADEN ANGGAMALANG.
Raden Anggamalang adalah seorang Kyai yang pertama menyebarkan Agama
Islam di wilayah Nagara Tengah. Terpilih menjadi Penghulu dan sebagai
Hakim Leuwi Panereban. Sesudah meninggal dimakamkan di Pasir Abas
sekarang Dusun Cikanyere dan Astananya di Dusun Darmasari ( Cidarma )
Desa Madiasari Kecamatan Cineam.
2- RADEN ANGGAPRAJA.
Raden Anggapraja adalah seorang Jaksa di Galuh, pindah menjadi Jaksa di
Kadaleman GaraTengah, setelah Kadaleman Galuh dan Nagara Tengah
disatukan.
Makamnya di Nangerang dusun Nyengkod Desa Nagara Tengah Kecamatan Cineam.
3- RADEN SUTADIWANGSA.
Raden Sutadiwangsa adalah seorang Bendahara Kadaleman khusus bagian
ternak. Apabila ada rakyat yang Seba kepada Dalem berbentuk hewan
seperti Kambing, Kerbau atau Sapi oleh Dalem terus diserahkan kepada
Bendahara bagian ternak. Tempat Pemakamannya di Sumbang Situ Desa Nagara
Tengah Kecamatan Cineam.
4- RADEN TJANDRA KUSUMAH.
Raden Tjandra Kusumah adalah seorang Sekretaris ( Juru Serat ) di
Kadaleman Nagara Tengah, mempunyai binatang peliharaan Kera Hitam yang
biasa disebut LUTUNG.
Binatang peliharaan tersebut mendiami sebuah pohon besar ( Kiara ) yang
berada di atas tempat keluarnya mata air, yang sekarang disebutCilutung.
Bukit tempat pemakamannya disebut Cilutung yang sekarang ada diwilayah
Dusun Sukabakti Desa Ciampanan Kecamatan Cineam.
5- RADEN SUTAPRIA.
Raden Sutapria berkelana ke luar daerah Kadaleman Nagara Tengah yaitu ke
daerah Kawasen. Menikah dengan Putri Dalem Kawasen, membuat menara
Mesjid Agung yang kemudian dipindahkan menjadi Munara Mesjid Agung
Manonjaya sekarang.
Pendopo Kadaleman, Mesjid Agung dan bangunan lainnya pada waktu itu
tidak ada yang terbuat dari tembok tapi hanya dari kayu yang atapnya
terdiri dari daun alang-alang, daun tepus yang dilapisi ijuk.
Budaya Kadaleman Nagara Tengah belum bisa untuk membuat tembok dan
genting. Mesjid-mesjid banyak yang dibangun diseluruh wilayah Kadaleman.
Pada waktu itu untuk menentukan hari yang dipakai sebagai Hari Raya
Agama Islam, Penghulu Kyai Anggamalang menggunakan Hisab – Ruýat. Untuk
menentukan hal-hal lain seperti menanam padi di huma ( Tegalan ) karena
waktu itu belum ada sawah, untuk membuat rumah, pindah rumah, menikahkan
dan lainnya, untuk menghitung tanggal dipergunakan Tahun Syaka.
Tahun Syaka dengan tahun Hijriah umumnya berbeda 1 hari. Umpamanya tahun Hijriah tanggal 15 maka tahun Syaka baru tanggal 14.
Pada waktu itu untuk menyebarkan Agama Islam sulit sekali, karena
wilayah Galuh termasuk Nagara Tengah baru pindah Agama dari luar ke
Agama Islam. Untuk me’ma’murkan rakyat, Dalem Nagara Tengah
memerintahkan untuk menanam padi, wijen, jagung, kapas dan yang lainnya.
Di Nagara Tengah sudah ada yang disebut Jaksa, akan tetapi Ilmu
kejaksaannya belum ulung ( Mahir ) kalau ada orang atau rakyat yang
diperkarakan oleh jaksa diserahkan kepada Dalem kemudian oleh Dalem
diserahkan kepada Hakim Kyai Anggamalang. Supaya diyakinkan berdosa atau
tidaknya seseorang.
Tempat menghukum dilaksanakan diLeuwi Panareban Sungai Cikembang.
Sekarang sekitar Jembatan Cikembang antara Cineam dan Manonjaya.
Daerah leuwi Panareban oleh orang Nagara Tengah dianggap keramat tidak boleh diganggu seperti mencari ikan.
Cara menghukum orang yang dianggap bersalah, disuruh menyelam di leuwi
Panareban sekuat-kuatnya, kalau tidak kuat pasti muncul ke permukaan
air. Yang menyaksikan dapat melihat orang yang dihukum tersebut, apabila
berdosa pada kulit muka dan bagian kulit pundak menjadi hitam setelah
kembali ke permukaan air.
Kemudian oleh Hakim ditanya akan mengaku mempunyai dosa atau tidak.
Biasanya orang tersebut langsung mengaku, kalau sudah mengaku oleh Hakim
disuruh menyelam kembali, apabila muncul kepermukaan air kulit muka dan
pundaknya bersih kembali seperti semula.
Kalau orang yang dihukum tidak berdosa, biasanya disuruh menyelam sampai
3 kali ( Nista, Maja, Utama ). Apabila muncul ke permukaan air tetap
saja kulit muka dan pundaknya bersih.
Hakim Kyai Anggamalang sebelum melaksanakan hukuman biasa berdoá dahulu
kepada Yang Maha Kuasa ( Maha Agung ), seumpama oraang tersebut
mempunyai dosa minta ada ciri-ciri seperti yang disebut diatas. Serta
Kyai Mujasmedi (Berdoá ) dengan duduk diatas batu dipinggir Leuwi
Panareban, maksud menentukan dosa seseorang bukan atas kemauannya
sendiri tapi atas perintah Kanjeng Dalem Nagara Tengah.
Batu tempat duduk tadi disebut Batu Darma yang sekarang masih ada di pinggir Sungai Cikembang dibawah Jembatan Sungai Cikembang.
Peninggalan : Batu Darma
Sasakala Cineam
Kyai / Penghulu / Hakim Leuwi Panareban ( Raden Anggamalang ) mempunyai putra 7 yaitu :
1. Kyai Kapi Ibrahim
2. Kyai Abdul Rokhaniah
3. Raden Bakhorah
4. Raden Malaganata
5. Raden Ria Winata
6. Dalem Sumur
7. Nyi Raden Sisi Leri
Kemakmuran di wilayah Kadaleman Nagara Tengah tiap tahun terus meningkat.
Dalem I Raden Aria Pandji Subrata meninggal, dimakamkan di sebelah utara
Sungai Cihapitan dekat dengan pohon Gembor yang oleh masyarakat sekitar
disebut Dalem Gembor. Sedangkan Isterinya dimakamkan di bukit pinggir
Jalan antara Sindangrasa meuju Sungai Cihapitan yang dikenal dengan Nyi
Raden Dalem Cempaka karena di dekat makamnya banyak terdapat pohon
Cempaka. Kedua makam tersebut sekarang ada di Dusun Sindangrasa Desa
Ciampanan Kecamatan Cineam.
DALEM II RADEN ARIA PANTJI KUSUMAH
Sesudah meninggal Dalem Ke I maka di Kadaleman Nagara Tengah diangkat
Putra Dalem Raden Aria Pantji Kusumah sebagai Dalem Ke II. Dalem yang Ke
2 dalam usaha memakmurkan rakyat sekitarnya memerintahkan kepada
bawahannya supaya mempunyai pandai besi untuk membuat perkakas pertanian
sekaligus untuk membuat perkakas perang.
Dalem mendatangkan peralatan untuk pandai besi dari Galuh ( Banjar ).
Pandai besi itu di tempatkan si daerah Sayung / Cibodas yang disebut
Pasir Cidomas. Sesudah ada pandai besi masyarakat petani Nagara Tengah
mudah sekali mempunyai perkakas pertanian karena s itu petani bisa
tambah luas lahan pertaniannya, rakyat Nagara Tengah menjadi Nanjung (
Makmur).
Para petani yang berterimakasih kepada pandai besi yang akhirnya dikenal
dengan sebutan Dalem Pananjung yang artinya seorang Dalem yang membuat
nanjung ( Makmur ) kepada rakyat dan Negara. Setelah meninggal Dalem
Pananjung dimakamkan di Cibodas, sekarang berada di Dusun Pananjung Desa
Karanglayung Kecamatan Karangjaya.
GUNUNG PUTRI
Jaman Kadaleman seorang Dalem biasanya mempunyai isteri lebih dari 1,
isteri ke 2, ke 3, dan lainnya disebut Selir atau Parekan. Dalem Nagara
Tengah menempatkan isteri Parekan di suatu Bukit yang berada di sebelah
Selatan Kadaleman. Putri atau Isteri Parekan kalau disiang Hari
kegiatannya membuat Kanteh dari kapas, sesudah jadi Kanteh di celup oleh
kulit akar mengkudu atau sejenis tanaman yang disebut Kitarum terus di
kukus lalu di jemur, sesudah kering Kanteh tersebut terus ditinun.
Bukit bekas kediaman Puteri atau isteri Parekan tersebut yang sekarang
dinamakan Gunung Putri yang berada di Kampung Nyengkod Desa Nagara
Tengah Kecamatan Cineam.
OLAH RAGA UJUNGAN
Olah Raga Ujungan merupakan olah raga seni beladiri yaitu Saling Hantam
dengan perkakas sebuah rotan yang panjangnya 1 sikut yang sasarannya
pada kepala, tetapi pada waktu latihan olah raga seni bela diri ujungan
kepalanya memakai Tudung atau semacam topi yang terbuat dari kulit
kerbau di dalamnya dilapisi sabut kelapa atau daun pisang yang sudah
tua, maksudnya agar tidak terlalu sakit apabila mengenai kepala. Tutup
kepala tersebut dinamakan Balakutak.
Tempat Olah raga Ujungan tersebut di sebuah Bukit yang disebut Gunung
Hujung,sekarang berada di Kampung Nyengkod Desa Nagara Tengah Kecamatan
Cineam. Rakyat harus bisa olah raga tersebut maksudnya untuk jaga diri
kalau sewaktu-waktu ada peperangan.
Hubungan dengan Kadaleman lain erat sekali baik denagn para Dalem yang
ada di wilayah Galuh, maupun yang ada diluar seperti : Sukakerta, Sunia
Wenang wilayah Sumedang.
Agama Islam selain oleh Kyai Anggamalang juga di bantu oleh Kyai Kapi
Ibrahim, Kyai Abdul Rokhaniah di bantu juga oleh Kyai Kapiyudin dalm
mengembangkannya. Banyak rakyat dari Kadaleman lain yang pindah kedaerah
Kadaleman Nagara Tengah.
Peninggalan : Makam Kyai Abdul Rokhaniah ( Putra Raden Anggamalang )
Di Komplek Kadaleman Nagara Tengah
Pinggir Jalan Cihapitan Kampung Nyengkod Desa Nagara Tengah Kecamatan Cineam.
Ada seorang Kyai yang lolos dari daerah Sumedang, tidak sepengetahuan
Dalem Sumedang menuju ke Daerah Nagara Tengah, oleh Dalem Nagara Tengah
di tempatkan di pinggir Sungai Cikembang pada Tegalan yang banyak pohon
Haur ( Pohon Bambu yang berwarna kuning ). Tempat itu yang dinamakan
Haur Seah.
Kyai tersebut mendirikan sebuah Pesantren. Banyak yang datang ke
Pesantren tersebut untuk menjadi Santri. Nama Kyai itu dikenal Kyai Raga
Sumingkir, tidak disebut nama aslinya karena lolos dari daerah
Sumedang. Raga nya Menyingkir supaya selamat dari marabahaya.
Sesudah meninggal dimakamkan di sebuah Bukit yang dikenal Makam Kyai
Raga Sumingkir. Tempat tersebut termasuk daerah Dusun Sindangkarsa Desa
Rajadatu Kecamatan Cineam.
Supaya Jalanya Pemerintahan lebih lancar Dalem Raden Aria Pandji Kusumah
mengangkat seorangKepala Cutak setingkat Wedana yang ditempatkan di
Janggala. Raden Pandji Wulung ( Dalem Pandji Wulung ) yang dikenal oleh
masyarakat sekitarnya. Daerahnya sekarang berada disekitar Kecamatan
Cidolog dan Cimaragas. Kegemaranya yaitu adu ayam ( Sabung Ayam ).
Mempunyai 2 Ayam Jago, 1 ekor bulunya kebiru-biruan ( Kulawu Sentul )
pada telapak kakinya ada sisik yang dinamakan Sisik Batu Lapak. Satunya
lagi berbulu Jalak Harupat, pada jari kaki sebelah bawah ada sisik yang
disebut Sisik Batu Rante. Tempat Sabung Ayam pada sebuah Bukit yang
disebut Panyambungan dan sekarang menjadi suatu Daerah yang disebut
Lembur Panyawungan.
Kepala Cutak apabila di Kadaleman Sukakerta disebutnya Umbul.
Dalem yang ada di wilayah Galuh semuanya menerima surat dari Senopati
Ing Alogo Sayidin Panotogomo Angabehi Sutawijaya Sultan Mataram
maksudnya :
1. Semua Dalem dengan rakyatnya yang ada di wilayah Galuh harus secepatnya masuk Agama Islam.
2. Semua Dalem yang berada di wilayah Galuh harus tunduk kepada
Mataram, kalau tidak mau tunduk akan di hancurkan dengan Penyerbuan.
Sultan Mataram kala itu membuat surat bukan hanya kepada Dalem yang ada
di wilayah Galuh saja tapi semua Kadaleman yang ada di Tatar Sunda.
Sang Adipati Panaekan yang menjadi Dalem Galuh segera mengirim surat ke
semua Dalem yang ada di wilayah Galuh dan tetangga Kadaleman seperti :
Sukakerta dan lainya untuk bermusyawarah yang bertempat di Galuh.
Waktu itu menulis surat hanya pada daun lontar memakai pisau Janggut
kemudian dimasukan kedalam 1 ruas bambu terus ditutup supaya tidak kena
air apabila hujan. Ruas bambu pakai Tali Slendang seperti orang kalau
mau menyadap aren. Tapi sudah ada juga yang ditulis pada kulit yang
tipis dengan tinta gentur untuk alat tulisnya memakai lidi Aren yang
biasa menyatu dengan ijuk, untuk menyimpanya masih ruas bambu. Pada
waktu yang sudah ditentukan semua Dalem yang diundang sudah datang ke
Galuh, terus bermusyawarah membahas hal surat dari Sultan Mataram dengan
kesimpulan sebagai berikut :
- Isi surat nomor 1 tidak jadi khawatir karena semua sudah masuk Agama Islam.
- Isi surat nomor 2, semua Dalem menolak tidak setuju harus
tunduk dan harus Ulum Kumawuh ( ngirim seba ) tiap tahun atau Caos Upeti
kepada Sultan Mataram.
Oleh karena kemauan Sultan Mataram ditolak, tentu akan marah supaya
tidak terjadi Peperangan di dalam Kadaleman masing-masing harus membuat
Penjagaan. Kebetulan ada 1 Sungai yang akan dijadikan sebagai tempat
penjagaan serangan Mataram yaitu Sungai Cijolang, dan kalu perlu Jalan
selatan pada sebrangan Sungai Citanduy dan Ciseel harus dijaga
kemungkinan serangan Mataram ada yang memakai Jalan selatan yang
datangnya ke Kawasen. Untuk Kadaleman Kawasen disarankan jangan ikut
menjaga pada sebrangan Sungai Cijolang tapi jaga saja pada Sebrangan
Sungai Citanduy dan Ciseel.
Yang terpilih menjadi Pemimipin penjagaan di sebrangan Sungai Cijolang
adalah Sang Adipati Panaekan Dalem Galuh. Sesudah musyawarah selesai
semua Dalem kembali ke Kadalemannya masing-masing.
Sekembalinya dari musyawarah di Galuh, Dalem Nagara Tengah waktu itu
Raden Aria Pandji Kusumah bermusyawarah di Kadaleman yang isinya “supaya
menyiapkan rakyat sebagai Prajurit Perang yang banyaknya 40 orang
lengkap dengan senjatanya / peralatannya seperti : Gobang, Tombak,
Tombak Cagak, Rantai besi dan lainya”. Untuk menyiapkan orang sebanyak
itu sangat sulit karena orang yang dianggap mampu masih terbatas.
Peralatan / perkakas perang dibuat oleh Pandai besi yang ada di Pasir
Cidomas Sayung / Pananjung. Kadaleman Nagara Tengah waktu itu belum
mempunyai prajurit tapi dipilih rakyat yang sekiranya mampu untuk menuju
tempat peperangan.
Sampai pada waktu yang sudah ditentukan rakyat Nagara Tengah yang
sebanyak 40 orang berangkat, dipimpin oleh Kapetengan Jagabaya menuju ke
sebrangan Sungai Cijolang. Yang akan menjaga dari semua Kadaleman sudah
berkumpul Sang Adipati Panaekan sebagai pimpinan sudah tiba. Yang akan
menjaga oleh sang Adipati tempatnya dibagi-bagi serta dinasehati,
dikomando maju dan mundurnya kalau sudah terjadi peperangan. Waktu itu
Prajurit Mataram yang memakai Jalan Selatan sudah bertemu dengan Pasukan
kawasen yang sedana menjaga, terjadilah peperangan antara Mataram dan
Kawasen. Tetapi peperangan tidak seimbang Prajurit Mataram terlalu
banyak untuk dilawan oleh pasukan Kawasen. Pasukan Kaasen terus mundur
tapi oleh prajurit Mataram terus dikejar sehingga tidak ada kesempatan
untuk melaporkan kejadian pada Dalem Galuh.
Prajurit Mataram cepat menyebrang Sungai Ciseel menuju Kadaleman.
Kadalem Kawasen dikurung Prajurit Mataram, Punggawa cepat lapor ke Dalem
bahwa seluruh Kadaleman telah terkepung sehingga Dalem Kawasen tidak
bisa lolos. Meskipun Pasukan Kawasen sedikit Dalemnya nekad untuk tidak
menyerah, mau melawan membela rakyat dan Negara. Dikarenakan waktu itu
Prajurit Mataram terlalu banyak serta sudah tabah dalam peperangan
akhirnya Dalem Kawasen kalah dan gugur. Sesudah menyerbu Kadaleman
Kawasen terus prajurit Mataram menuju Kadaleman Galuh dengan maksud yang
sama. Setelah sampai di Kadaleman Galuh terjadi juga peperangan.
Menurut perkiraan Sang Adipati Panaekan yang menjadi pemimpin perang
pasukan Galuh tidak akan kuat untuk melawan prajurit Mataram yang lebih
lengkap peralatan perangnya. Oleh sang Adipati Panaekan semua pasukan
Galuh yang terdiri dari : Pasukan dari Kadaleman Galuh, Pasukan dari
Kadaleman Nagara Tengahdan Pasukan Sukaketa dikomando untuk mundur
meskipun diteruskan tidak ada harapan untuk menang. Pasukan Galuh mundur
menuju ke seberlah barat. Pasukan Mataram mengejar tapi tidak sampai
karena terhalang oleh pegunungan yang disebut Daerah Randegan Banjar.
Sejarah bekas berhenti ( Narandeg ) pasukan Mataram.
Pasukan Galuh dengan yang lainya lari menuju barat menyebrangi Sungai
Cimuntur sedangkan Pasukan Nagara Tengah – Sukakerta menyebrangi Sungai
Citanduy terus maju ke arah barat daya melewati daerah Batu Gajahyang
sudah termasuk wilayah Nagara Tengah. Terus menuju barat sampai disebuah
tempat dan beristirahat karena kecapean. Daerah tersebut sekarang
dinamakan Lembur Goler sebelah barat Cimaragas dan Beber. Sejarah bekas
istirahat ( Ngagoler ) yang pulang dari peperangan. Sesudah istirahat
dan bermalam esok harinya semua pasukan Nagara Tengah meneruskan
perjalanan maju ke sebelah barat sampai di simpangan, belok ke sebelah
selatan menebrangi Sungai Cikembang melewati Ranca Batu menuju Kadaleman
Nagar Tengah. Sedangkan Pasukan Sukakerta terus maju ke arah barat
sampai ke satu tempat, waktu itu banyak yang terluka parah oleh pasukan
Mataram dan banyak juga yang meninggal waktu beristirahat di daerah
tersebut. Mayatnya dikubur di daerah tersebut yang sekarang namanya
Pasir Batang Karena tempat tersebut dahulunya dipakai mengubur Pasukan
Sukakerta yang meninggal sepulangnya dari peperangan melawan Pasukan
Mataram ( jadi Babatang ). Yang masih kuat semuanya kembali menuju ke
Kadaleman.
Pasukan Nagara Tengah yang dipimpin oleh Kapetengan Jagabaya sudah
sampai di Kadaleman terus lapor kepada Dalem bahwa semua yang kembali
itu oleh Dalem Galuh yang menjadi Pimpinan perang disuruh untuk mundur
sebab meskipun terus-terusan melawan tidak mungkin kuat karena pasukan
Prajurit Mataram lebih banyak dan perkakas perang lebih lengkap.
Diberitakan bahwa prajurit Mataram akan menjalankan serbuan-serbuan ke
setiap Kadaleman malahan Kanjeng Dalem Galuh juga mau mengungsi ( Mubus
).
Raden Aria Pandji Kusumah Dalem Nagara Tengah setelah mendengar laporan
dari Kapetengan Jagabaya waktu itu juga terus memerintahkan supaya
mengadakan persiapan untuk mengungsi. Besok semua harus meninggalkan
Kadaleman karena kemungkinan prajurit Mataram segera menyerbu Kadaleman
Nagara Tengah. Kira-kira sekitar menjelang pajar ada utusan dari Kepala
Cutak Janggala melaporkan bahwa prajurit Mataram sudah memasuki wilayah
Nagara Tengah, rakyat Janggala semuanya sudah mengungsi ke sebelah
selatan Sungai Ciseel yang dipimpin oleh Mbah Jagadalu, bekas mengungsi
rakyat Janggala dinamakan Panyingkiran masuk wilayah Desa Jelegong
Kecamatan Cidolog sekarang.
Dalem Nagara Tengah terus memerintahkan supaya meninggalkan Kadaleman,
waktu itu juga semua rakyat berangkat. Diperjalanan turun hujan yang
sangat lebat sekali, tapi rakyat Nagara Tengah terus meneruskan
perjalanan karena takut terkejar oleh prajurit Mataram. Sesampainya di
Sungai Cikembang keadaaan air sungai meluap sekali tidak mungkin segera
bisa disebrangi.
Penghulu bersama Kyai yang lainya beserta rakyat yang ikut mengungsi
melaksanakan Shalat Hajat meskipun dalam keadaan hujan. Tidak lama
kemudian hujan reda. Dari sebelah barat ada sebatang balok kayu besar
kelihatanya terbawa arus air tersangkut pada pohon Loa yang sebelahnya
lagi tersangkut rumpun bambu yang berada di pinggir Sungai Cikembang.
Balok kayu tersebut ( Catang ) dipergunakan untuk menyebrang. Yang
pertama menggunakan batang kayu untuk menyebrang adalah Penghulu / Kyai
yang terus diikuti smua rakyat dan semuanya selamat. Perjalanan untuk
mengungsi dilanjutkan kembali.
Prajurit Mataram tidak lama kemudian sampai di Kadaleman Nagara Tengah
tapi ternyata sudah tidak ada siapa-siapa. Prajurit Mataram terus
menyusul rakyat Nagara Tengah sampai di pinggir Sungai Cikembang, lalu
menyebrang menggunakan balok kayu bekas menyebrang rakyat Nagara Tengah
secara berebut maksudnya supaya bisa nyebrang. Tapi caranya tidak
seperti rakyat Nagara Tengah satu persatu melainkan secara bergerombol
yang akhirnya balok kayu tersebut tidak kuat menahan dan tenggelam
terbawa arus air. Prajurit Mataram sebagian besar terbawa arus dan hanya
sebagian kecil yang selamat. . Rakyat Nagara Tengah sesudah menyebrangi
Sungai Cikembang meneruskan perjalanan ke arah barat sampai pada suatu
tempat yang disebut Lembur Tembong Gunung, disana beristirahat karena
waktu sudah sore.
Rakyat Nagara Tengah waktu istirahat banyak yang memegang telapak kaki
dan jari-jarinya ternyata licin dan berbau amis lalu semua rakyat yang
menyebrang menggunakan balok kayu tadi memegang kakinya ternyata sama,
ternyata yang dipakai menyebrang di Sungai Cikembang oleh rakyat Nagara
Tengah bukan balok kayu tapi seekor belut besar ( Lubang ).
Dalem Nagara Tengah waktu itu terus ikrar : “bahwa kita semua yang sudah
menyebrang dengan belut besar bersumpah 7 turunan tidak akan memakan
daging lubang sebab sudah menolong kepada kita semua sehingga bisa
selamat tidak terkejar oleh musuh”. Yang bersumpah untuk tidak memakan
daging lubang 7 turunan waktu itu adalah sekitar Tahun 1596 M.
Prajurit Mataram oleh orang Nagara Tengah disebut Bajo yaitu yang
ngejarnya terus menerus. Rakyat Nagara Tengah ke esokan harinya maju ke
arah selatan ke Daerah Harjawinangun dari situ terus ke arah barat
disana ada hutan yang disebut leuweung Dungus. Semuanya istirahat di
hutan tersebut sambil berdoa yang dipimpin oleh Kyai, tak lama kemudian
datang segerombolan Menjangan ( Mencek ), hutan tersebut selain
dipakai untuk istirahat sekaligus tempat persembunyian rakyat Nagara
Tengah semuanya dikelilingi oleh menjangan tersebut sambil makan rumput.
Tidak ketahuan dari kejauhan ada prajurit Mataram lewat hutan tersebut.
Tidak disangka bahwa hutan yang dilewatinya dipakai bersembunyi rakyat
Nagar Tengah sebab dikelilingi oleh menjangan. Prajurit Mataram tidak
mendekati daerah hutan itu sehingga rakyat Nagara Tengah selamat. Lalu
Dalem ikrar lagi : “Dari waktu sekarang kita semua yang ada di hutan
Dungus bersumpah untuk tidak memakan daging menjangan sebab sudah
menyelamatkan dari bahaya”.
Dalem Nagara Tengah mengungsi sampai ke perbatasan Galunggung (
Singaparna ) disana ada bangunan kecil yang diatas atapnya tumbuh
sejenis tanaman yang merambat yang dinamakan Oyong. Bangunan tersebut
tertutup sekali oleh daun tanaman tersebut. Dari kejauhan seolah-olah
tidak kelihatan ada bangunan, disana rakyat Nagara Tengah berteduh
didalamnya sebab hari itu cuacanya panas sekali. Disana tidak lupa Kyai
berdoa kepada yang Maha Kuasa minta supaya diselamatkan dari kejaran
musuh. Tidak jauh dari bangunan tersebut ada prajurit Mataram lewat dan
tidak menyangka pada rimbunan pohon oyong tersebut dipakai bersembunyi
rakyat Nagara Tengah disangkanya hanya rimbunan oyong saja. Prajurit
Mataram tidak mau mendekati tempat itu sehingga rakyat Nagara Tengah
selamat. Sejak waktu itu orang Nagara Tengah mengucapkan sumpah tidak
akan makan oyong sebab telah menyelamatkannya.
Dalem Nagara Tengah meneruskan perjalanan mengungsinya belok sebelah
utara masuk ke wilayah Tawang, suatu waktu Dalem merasa kecapean terus
beristirahat disuatu bangunan ( Saung Huma ), bangunan tersebut berada
di tempat yang terbuka malahan berada di pinggir jalan. Dalem istirahat
dan memerintahkan kepada Kyai untuk berdoa, setelah selesai berdoa
datang segerombolan burung Perkutut ( Tikukur ) hinggap pada atap
bangunan dan pagar halaman sambil sambil berkicau. Prajurit Mataram yang
sedang mengejar ngejar Dalem Nagara Tengah maksudnya mau menyusul ke
tempat bangunan tersebut tapi dari kejauhan kelihatan pada atap bangunan
dan pagarnya banyak burung perkutut, sehingga menyusul akhirnya tidak
jadi sebab disangkanya bangunan tersebut tidak ada penghuninya. Sejak
itu pula orang Nagara Tengah mengucap sumpah tidak akan makan daging
perkutut.
Berdasarkan kejadian kejadian tersebut orang Nagara Tengah timbul 4 macam sumpah :
- Satu : Sumpah tidak akan memakan daging belut besar ( Lubang ) sampai 7 turunan
- Dua : Sumpah tidak akan memakan daging menjangan ( Mencek )
- Tiga : Sumpah tidak akan memakan oyong
- Empat : Sumpah tidak akan memakan daging burung perkutut ( Tikukur )
Sumpah tersebut hanya berlaku sampai 7 ( tujuh ) turunan.
Prajurit Mataram kembali tapi yang menggantikanya belum datang, semua
Dalem yang dikejar kejar ada kesempatan untuk bermusyawarah dan
berkumpul di Ci Haur sekarang ada di daerah Panumbangan Ciamis. Sesudah
bermusyawarah kesimpulannya semua Dalem bersepakat untuk takluk kepada
Mataram maksudnya supaya rakyat tidak jadi korban peperangan dan menurut
catatan Catur Rangga bahwa kita semua harus mengalami menjadi jajahan
Mataram. Selanjutnya semua Dalem membuat surat terus mengutus seorang
utusan untuk mengirimkan surat ke Sultan Mataram yang isinya menyatakan
Takluk.
Sesudah sampai di Mataram terus yang menjadi utusan menemui Kanjeng
Sultan sambil menyerahkan surat lalu diterima oleh Sultan dan dibaca
oleh Sekretaris ( Juru serat ) Kesultanan didepan Sultan Mataram. Utusan
tadi oleh Sultan disuruh kembali serta seluruh Dalem harus kembali ke
Negaranya masing-masing. Sedangkan surat piagam dan perjanjian harus
mengirim Caos Upeti nanti dikirimkan kemudian.
Nagara Tengah mengalami perang dengan Mataram pada akhir tahun 1595 M dan dikejar kejar Mataram awal Tahun1596 M.
Dalem Nagara Tengah dikejar kejar oleh Mataram selama setengah Tahun
lebih. Ketika semuanya kembali ke Kadaleman keadaan di Kadaleman sudah
berbeda sekali dengan keadaan sebelum ditinggalkan. Bangunan yang
ditinggalkan banyak yang rusak seperti : Atap bocor, dimakan rayap.
Selanjutnya datang surat dari Sultan Mataram ke semua Kadaleman
menetapkan diantaranya Nagara Tengah jadi bawahan Mataram tiap tahun
pada bulan Suro ( Muharam ) harus mengirim Caos Upeti kepada Mataram.
Caos upeti dari Nagara Tengah yang sangat penting sekali adalah tanduk
Kijang.
Dalem Galuh Sang Adipati Panaekan oleh Sultan Mataram diangkat menjadi
Bupati – Wedana, sedangkan Dalem yang lainya disebut Bupati – Lurah.
Hampir setiap bulan Dalem Nagara Tengah suka berburu Kijang yang
tanduknya dikumpulkan untuk Caos Upeti ke Sultan Mataram. Waktu Dalem
Nagara Tengah berburu Kijang ke sebelah barat Gunung Kakapa dekat
Cipinaha ( Batas Kadaleman Nagara Tengah dan Sukakerta ). Waktu itu
apabila ada kijang yang diburu oleh orang Nagara Tengah lari masuk ke
Daerah Sukakerta tidak boleh terus dikejar oleh orang Nagara Tengah.
Begitu juga sebaliknya. Disebuah bukit Dalem Nagara Tengah membuat
tempat peristirahatan disebelah timur hulu sungai Cipinaha, tempat itu
sekarang masuk ke wilayah Desa Cisarua Kecamatan Cineam.
Nyi Raden Gedeng Nagara Putri Dalem Nagara Tengah Raden Aria Pandji
Kusumah mau mandi di tempat pemandian di pinggir Sungai Cipinaha
sendirian. Mandinya memakai rupa-rupa alat pembersih ( Pamesek ) yang
terbuat dari daun-daunan yang berbau wangi.
Kebetulan pada waktu itu Dalem Sukakerta juga sedang berburu ke sebelah
barat Cipinaha sampai ke Sungai Cipinaha melihat bubuk pamesek terbawa
air. Dalem Sukakerta terus menelusuri Sungai tersebut menuju ke tempat
pemandian yang ada di pinggir Sungai Cipinaha. Dari kejauhan terlihat
ada seorang istri sedang mandi, oleh Dalem disiulan lalu istri itu
menjerit ketakutan.
Dalem Nagara Tengah terkejut mendengar putrinya menjerit, lalu didekati
kelihatan di sebelah bawah tempat pemandian ada seorang pria berdiri
yang tiada lain adalah Dalem Sukakerta lalu oleh Dalem Nagara Tengah
disapa dan dibawa ke tempat peristirahatan. Dalem Sukakerta kepada Dalem
Nagara Tengah bersujud meminta maaf bahwa putrinya sampai mendadak
menjerit merasa takut oleh dirinya, lalu oleh Dalem Nagara Tengah di
maafkan.
Nyi Raden Gedeng Nagara tertarik oleh Dalem Sukakerta mempunyai nama
asli Entol Wiraha, mereka akhirnya menikah. Dalem Sukakerta Tahun 1598 M
mempunyai putra yang bernama Wira Wangsa yang menjadi Dalem terakhir di
Sukakerta sebelum pindah ke Sukapura.
Dalem Nagara Tengah terus memajukan perekonomian rakyat, pandai besi di
Cidomas terus ditingkatkan. Dalem Nagara Tengah kalau berburu kijang
biasanya ke sebelah barat Kadaleman. Ada sebuah hutan yang terkelilingi
oleh Sungai Cihapitan dan Sungai Ciriri. Di dalam hutan tersebut ada
seekor kijang jantan yang dinamakan si Wulung. Kijang tersebut menjadi
pengasuh kijang-kijang yang lainya. kalau diburu atau di tombak tidak
mempan dan bisa menghilang, kadang-kadang suka bersembunyi ke dalam Goa
Batu Kapur yang ada di atas Sungai Cihapitan. Goa tersebut namanya Goa
Wulung ( Guha Wulung ) sebab suka dipakai bersembunyinya kijang yang
disebut si wulung. Disebelah barat hutan itu terdapat dataran hulu
sungai (Wahangan ) yang dihapit oleh bukit yang bermuara ke Sungai
Ciriri. Di sebelah timur daerah tersebut terbendung oleh batu besar yang
datar sehinggaairnya menjadi dalam ( Leuwi ).
Dari tempat itu keluar mata air yang besar meskipun musim kemarau
panjang airnya tidak surut dan kalau musim hujan airnya tidak keruh /
kotor. Mata air itu biasa dipakai tempat minum kijang dari mana-mana.
Kijang datang mencari air ( Neang Cai ) maksudnya untuk minum di mata
air itu, malahan si Wulung juga suka datang minum di tempat itu. Pada
batu besar ada 2 telapak kaki si Wulung yang depan sebab si Wulung
apabila minum tempatnya tidak berpindah pindah. Kalau ada kijang yang
sakit atau luka sedang diburu atau tersangkut kena batu kalau sudah
minum dan berendam di tempat itu sembuh kembali. Sebelah utara dari
tempat keluarnya mata air tadi ada bukit luas dan datar, tanahnya subur,
rumputnya hijau dan banyak terdapat kijang oleh Dalem Nagara Tengah
Raden Aria Pandji Kusumah mata air dan bukit itu di beri nama Cineang
sebab banyak kijang datang mencari air.
Daerah itu yang sekarang dinamakan Cineam tepatnya di Kampung Cineam Rt 15 Rw 05 Desa Cineam Kecamatan Cineam.
Peninggalan. Pusaka Cineam
Leuwi Cineang ( Leuwi Tempat Kijang Mencari Air Minum )
( Sekarang Tepatnya Kolam Bapak Juada )
Tanduk Kijang hasil buruan dari Cineang biasa di pakai oleh Dalem Nagara
Tengah untuk membayar Caos Upeti pada Sultan Mataram. Hutan tempat
berburu kijang Dalem dibuat Kebun Kijang diberi nama Hutan Wanalapa.
Daerah itu disebelah utara Sungai Ciriri, di sebelah timur dan sebelah
selatan Sungai Cihapitan, di sebelah barat dataran Sungai Cipinang,
sekarang hutan tersebut jadi daerah Wanalapa, Cikanyere, Negla barat,
dan Negla timur.
Untuk menjaga keamanan kebun kijang supaya tidak keluar dari hutan
tersebut di pagar, Dalem Nagara Tengah mengangkat Jagabaya yang disebut
Dalem Citatah. Tempat kediamanya sebelah barat kebun kijang tersebut
tidak jauh dari Sungai Ciriri. Dalem Citatah mempunyai sumur di pinggir
Sungai Ciriri pada batu hasil menata dan airnya keluar dari sela-sela
batu. Setelah meninggal dimakamkan di Daerah yang sekarang bernama Dusun
Mekarmulya Desa Cineam Kecamatan Cineam.
Sultan Mataram Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo Angabehi Sutawijaya
Tahun 1601 M diganti oleh Mas Djolang dengan gelar Panembahan
Hanyokrowati. Nagara Tengah masih tetap bawahan Mataram. Tahun 1602 M
Kyai Anggamalang diganti oleh Kyai Kapi Ibrahim. Anggamalang masih tetap
jadi Hakim Leuwi Panareban, kediamanya sebelah selatan leuwi Panareban
yang di sebut Cidarma. Oleh karena di Nagara Tengah belum ada Jaksa yang
Mahir perkara hukuman, masih tetap memakai Hakim Adat ditenggelamkan di
leuwi Panareban.
Penghulu Raden Kyai Kapi Ibrahim mempunyai putra 6 :
1. Kyai Kapi Ibrahim II
2. Raden Nursajim
3. Kyai Kapiyudin
4. Raden Nursamid
5. Raden Anggawinata
6. Mas Kalimudin
Penghulu dengan Kyai terus menyebarkan Agama Islam di daerah Kadaleman
Nagara Tengah. Pada waktu itu kalau memerlukan Al’Quran sangat susah
untuk mendapatkanya, harus mencari ke Cirebon, Banten, Demak, ada yang
sampai ke Surabaya. Tahun 1611 M Raden Aria Pandji Kusumah meninggal
dimakamkan di Nagara Tengah dekat pusat Kadaleman ( Kampung Nyengkod
Desa Nagara Tengah Kecamatan Cineam ).
Dalem III Raden Aria Kusumah
Sebagai penggantinya adalah Raden Aria Kusumah ( Dalem Nagara Tengah ke
III ) sepeninggalnya Raden Aria Pandji Kusumah ( Dalem ke II ) oleh
Raden Aria Kusumah ( Dalem ke III ) cara-cara mengurus Negara diteruskan
terutama masalah pertanian untuk kemakmuran rakyat, jadi Kadaleman
Nagara Tengah tetap subur makmur sehingga tidak merasa susah apabila
harus membayar Caos Upeti kepada Sultan Mataram karena brang yang
diperlukan semuanya ada.
Penyebaran Agama Islam oleh Penghulu dan Kyai dilaksanakan dengan
menggunakan Seni Terbang, Angklung, dan Dog-dog. Sebagai alat penghibur
anak-anak kalau digusaran dan sunatan, diramaikan supaya merasa gembira
sehingga anak-anak yang belum digusaran atau di sunat menjadi tertarik.
Jaman dahulu anak perempuan biasa di gusaran, kalau anak laki-laki di
gusaran dan disunat
Kegiatan olah raga ujungan masih terus dilaksanakan tempatnya di Gunung
Hujung. Tiap tahun biasa memilih orang yang terkuat dari rakyat
Kadaleman. Pandai besi di Sayung terus berjalan supaya petani mudah
mendapatkan perkakas pertanian, pertukangan kayu supaya mudah
mendapatkan perabotnya seperti : baliung, tatah, pasak besi dan lainya.
waktu itu belum ada yang disebut sugu, gergaji, atau rimbas.
Untuk mejaga keamanan Negara Kadaleman Dalem mengangkat Jagabaya Dalem
Paganjuran yang ditempatkan di sebelah selatan kedeiaman Kyai Raga
Sumingkir. Dalem Paganjuran setelah meninggal dimakamkan di daerah yang
sekarang bernama Kampung Sindang Karsa Desa Rajadatu Kecamatan Cineam.
Peninggalan: Makam Dalem Paganjuran
Untuk memajukan daerah Dalem Aria Kusumah mengangkat Kepala Cutak /
Wedana yang disebut Dalem Sumur. Dinamai Dalem Sumur karena mempunyai
Sumur yang airnya bersih sekali, meskipun kemarau panjang sumur tersebut
tidak pernih kering. Rakyat banyak yang menggunakan Sumur tersebut.
Dalem Sumur mempunyai putra 7 yaitu :
1. Raden Kertamanggala
2. Raden Dipamerta
3. Raden Padamanggala
4. Raden Kyai Alinudin
5. Raden Wirakusumah
6. Raden Raksakusumah
7. Raden Puspa Santana ( Raden Derpa Santana )
Raden Puspa Santana ( Raden Derpa Santana ), menjadi Petinggi Cinangsi Rajadatu.
Dalem Sumur setelah meninggal dimakamkan didaerah yang sekarang disebut
Dusun Pusaka Mukti ( Pecahan dari Dusun Garunggang ). Desa Rajadatu
Kecamatan Cineam.
Peninggalan: Makam Dalem Sumur
Tahun 1613 M Sultan Mataram diganti oleh Sultan Agung, Nagara Tengah
masih tetap jadi bawahan Kesultanan Mataram. Tiap tahun masih harus
membayar Caos Upeti.
Pada waktu itu yang jadi bawahan Kesultanan Mataram ada sebagian yang
keadaan Kadalemannya sengsara sekalipun hanya untuk membayar Caos Upeti.
Tidak seperti Kadaleman Nagara Tengah yang subur makmur. Raden Aria
Kusumah ( Dalem Nagara Tengah ke III ) meninggal dan dimakamkan di
Cilutung, (sekarang disebut Kampung Sukabakti yang sekarang sebagai
pecahan dari Kampung Sindangrasa Desa Ciampanan Kecamatan Cineam.
Peninggalan: Makam Raden Aria Kusumah ( Dalem ke III )
Merupakan Dalem Terakhir di Kadaleman Nagara Tengah
GARATENGAH
Menurut perintahnya dari Sang Adipati Panaekan yang menjadi Penasehat
Dalem ( Sesepuh ) di wilayah Galuh sesudah meninggal Dalem Raden Aria
Kusumah ( Dalem III ) di Nagara Tengah tidak boleh mengangkat lagi
Dalem, karena Kadaleman Galuh akan disatukan dengan Kadaleman Nagara
Tengah.
Untuk pusat Kadaleman akan di tempatkan di Nagara Tengah, maksudnya
supaya ringan dalam membayar Caos Upeti kepada Kesultanan Mataram karena
Galuh waktu itu perekonomiannya sedang ada kemunduran. Untuk
membereskan segala hal kepada Sultan Mataram Sang Adipati Panaekan yang
bertanggungjawab. Mendengar rencana Sang Adipati Panaekan orang Nagara
Tengah merasa tidak enak sebab yang akan menjadi Dalem bukan orang
Nagara Tengah tapi dari Galuh, sedangkan pusat Kadaleman akan di
tempatkan di Nagara Tengah. Keadaan Kadaleman Nagara Tengah meskipun
Dalem sudah meninggal keadaanya subur makmur repeh rapih serta aman (
Hirup Gusti Waras Abdi ). Timbul kehebohan-kehoban antara rakyat Nagara
Tengah dengan rakyat Galuh.
Sang Adipati Panaekan berusaha supaya jangan terjadi berontak dengan
saudara sampai ada kejadian yang menjadi korban jiwa.usahanya Sang
Adipati Panaekan Rakyat bisa reda terus aman.
Tahun 1618 M Sang Adipati Panaekan pindah dari Galuh ke Nagara Tengah,
mulai waktu itu Nagara Tengah disebut Garaterngah. Di Galuh tidak ada
lagi Dalem, wilayah Kadaleman Garatengah jadi luas sebab Galuh disatukan
dengan Nagara Tengah. Sang Adipati Panaekan masih tetap jadi Bupati
Wedana sebagai Penasihat Dalem di Wilayah Galuh. Sang Adipati Panaekan
mempunyai dua pengiring yaitu :
1. Raden Pandji Boma
2. Ki Bagus Kalintu
Tempatnya disebuah bukit sebelah utara Sungai Cikembang. Sang Adipati
mempunyai Pasanggrahan untuk tempat berhenti kalau mengadakan perjalanan
dari Galuh ke Garatengah atau dari Garatengah ke Galuh. Kalau kita
melihat dari pesanggrahan tersebut ke sebelah utara terlihat dari sebuah
tempat yang sekarang disebut Panenjoan.
Sebelah bawah Pesanggrahan ada semacam kolam kecil yang airnya jernih sekali meskipun kemarau panjang airnya tidak kering.
Sebelah selatan Sungai Cikembang, diatasnya ada sebuah rawa ( Ranca )
kecil ditengahnya ada sebuah batu, ranca itu disebut Ranca Batu. Sebelah
atas ranca tersebut ada sebuah Kampung yang disebut Ranca Batu. Kampung
tersebut kemudian disebut Ranca Datu. ( Pada bulan Oktober 1923
dipakai sebagai nama Desa yang disebut Desa Rajadatu.
Sang Adipati Panaekan biasa suka berburu kijang sampai ke muara Sungai
Cigerentel ( Pamarican ), ke Sungai Ciseel, sebelah selatan Ciparay.
Temapat berburu kijang Sang Adipati Panaekan disebut hutan (Leuweung
Panaekan ). Waktu itu yang menjadi Jaksa di Galuh ialah Raden Anggapraja
orang NagaraTengah. Tahun 1618 pindah ke Garatengah jadi Jaksa. Leuwi
Panareban tempat menghukum du bubarkan tidak dipakai lagi untuk mencari
orang yang berdosa, ikannya bisa diambil. Kyai Anggamalang sejak itu
berhenti tidak jadi Hakim Leuwi Panareban lagi.
Kyai Anggamalang sesudah berhenti jadi Hakim Leuwi Panareban kediamanya
tidak memilih pindah ke Garatengah tapi tetap di Cidarma. Sesudah
meninggal dimakamkan pada sebuah bukit yang tanahnya merah yang disebut
Pasir Abang. Di Kampung Cikanyere waktu itu ada seorang penyadap Aren
namanya Abas, orang tersebut kalau mencari kayu bakar tidak berani
sampai ke bukit yang tanahnya merah tersebut malahan oleh Abas orang
lain pun tidak diperbolehkan untuk mengambil kayu bakar pada bukit itu.
Yang akhirnya Pasir Abang tersebut diberi nama Pasir Abas.
(-Tahun 1915 ke Kecamatan Cineam ada seorang Kalasir ( Yang biasa
menetapkan nomor – persil dan nama Blok tanah ), oleh orang Cikanyere
Pasir Abang diusulkan supaya diberi nama Blok Pasir Abas.
-Sejak itu Bukit ( Pasir ) yang dipakai Makam Raden Kyai Anggamalang disebut Pasir Abas.)
Sang Adipati Panaekan mempunyai isteri 3 dan mempunyai putra 11,
diantara isteri yang ada di daerah Kertabumi yaitu Kakanya Dalem
Kertabumi. Oleh Sang Adipati Panaekan isteri yang di Kertabumi tidak
kebagian waktu ( Kilir ). Oleh sebab itu dia marah dan minta tolong
kepada Dalem Kertabumi supaya Suaminya ( Sang Adipati Panaekan ) di
bunuh karena sudah tidak pernah datang ( kilir ). Semula Dalem Kertabumi
idak mau menerima dan tidak bersedia disuruh untuk membunuh Sang
Adipati Panaekan, karena oleh kakanya terus-terusan diminta akhirnya
Dalem Kertabumi menyanggupi untuk membunuhnya.
Pada suatu waktu Sang Adipati Panaekan kembali dari daerah Galuh menuju
ke Garatengah sesampainya di Sungai Citanduy pada penyebrangan ada Dalem
Kertabumi yang sengaja mencegat Sang Adipati Panaekan.
Dalem Kertabumi tidak berpikir lagi setelah melihat bahwa yang mau
menyebrang itu Sang Adipati Panaekan langsung saja ditusuk memakai
keris. Sang adipati Panaekan rubuh dan meninggal, mayatnya dan keris
dihanyutkan ke Sungai Citanduy dan nyangkut di Muara Sungai Cimuntur.
Kemudian dimakamkan diBojong Galuh Karang Kamulyan Ciamis.
Kedua pengiring Sang Adipati Panaekan terus berangkat ke Garatengah
melaporkan bahwa di Sungai Citanduy SangAdipati Panaekan ada yang
membunuh menggunakan keris. Raden Pandji Boma dan Ki Bagus Kalintu
bersama Rakyat Garatengah berangkat menuju ke tempat yang dipakai
membunuh Sang Adipati Panaekan, sampai ke tempat yang dituju mayatnya
sudah tidak ada hanyut di Sungai Citanduy. Bekas Pesanggrahan Sang
Adipati Panaekan bersama pengiringnya sekarang oleh masyarakt di anggap
sebagai keramat. Pasir itu akhirnya jadi Kampung yang diberi nama Lembur
Panaekan sampai sekarang. Tepatnya di Kampung Panaekan Desa Ancol
Kecamatan Cineam. Terdapat yang disebut sebagai Paesan atau Astana Sang
Adipati Panaekan.
Tahun 1625 Dalem Garatengah diganti oleh Raden Dipati Imbanagara. Dalem
itu oleh Sultan Mataram ditunjuk dijadikan Bupati Wedana, jadi penasihat
Dalem diwilayah Galuh menggantikan Sang Adipati Panaekan.
Dipati Imbanagara mempunyai isteri bernama Nyi Gedeng Adi Larang ( Putra
Sunan Bandu Jaya )Sumedang larang, Sumedang. Mempunyai putra 2 bernama :
1. Mas Bongsar atau Raden Jayanagara ( Raden Yogaswara )
2. Raden Angganata
Dipati Imbanagara mendapat perintah dari Sultan Mataram untuk mengusir
Kompeni / Belanda yang akan menjajah Pulau Jawa, yang markasnya di
Yogyakarta. Dari Garatengah tidak dipinta prajurit, yang diperintah
harus mengirimkan prajurit hanya dari Dalem Dipati Ukur. Tetapi dari
Garatengah juga ada yang mau ikut berangkat ke medan perang yaitu
Tumenggung Wirasuta ( Tahun 1628 – 1629 ).
Sesudah sampai pada waktu yang ditentukan yaitu Tahun 1628 Dalem Dipati
Imbanagara disuruh untuk menyiapkan perbeklan dan dikirimkan ke daerah
Tawang yang sekarang menjadi Kota Tasikmalaya. Kemudian pada Tahun 1629
mengirim kembali perbekalan tapi diperjalanan dirampok ( Dikaraman )
oleh Kompeni banyak yang dibakar maksud Belanda supaya prajurit Sultan
Mataram tidak mempunyai perbekalan ( Makanan ).
Sesudah Sultan Mataram ( Sultan Agung ) perang melawan kompeni di
yogyakarta Dalem Dipati Ukur mempunyai maksud ingin melepaskan diri dari
kekuasaan Sultan Mataram, kepada Belanda tidak mau takluk terus
mengajak Dalem Garatengah sampai ke Dalem yang ada di Sumedang untuk
ikut denganya.
Dalem Garatengah setuju lepas dari bawahan Sultan Mataram, kemauan
Dipati Ukur supaya cepat-cepat mengadakan pemberontakan, tapi maksudnya
sudah tercium dan ketahuan oleh Sultan Mataram bahwa Dipati Ukur dan
Dipati Imbanagara malah mengajak Dalem Sumedang akan mengadakan
pemberontakan pada Sultan Mataram. Sultan Mataram sangat marah kepada
Dipati Ukur dan kepada Dipati Imbanagara, terus memerintahkan prajurit
dan para ponggawanya supaya Dipati Imbanagara dihukum mati dipenggal
lehernya dan kepalanya dibawa ke Mataram, sebab Dipati Imbanagara mau
berontak ke Mataram.
Utusan yang diperintah oleh Sultan Mataram sudah berangkat menuju
Garatengah. Sampai di daerah Garatengah, waktu itu Dipati Imbanagara
sedang berkeliling ke wilayah kampung-kampung yang ada disebelah utara
Sungai Citanduy, dia tidak menyangka bahwa akan dihukum mati oleh utusan
dari Mataram.
Utusan Mataram menanyakan kepada Patih dimana Dipati Imbanagara oleh
Patih dijawab bahwa Dalem Dipati Imbanagara sedang berkeliling ke Daerah
Galuh. Tidak lama kemudian utusan Mataram terus menyusul dan bertemu
dengan Dipati Imbanagara. Utusan Mataram tidak berpikir panjang lagi
bahwa yang bertemu itu adalah Dipati Imbanagara langsung dibunuh pada
waktu itu juga lehernya dipenggal, kepalanya ditempatkan pada Endul yang
akan di setorkan ke Sultan Mataram. Sedangkan badanya tergeletak di
tempat itu bersimbah darah. Utusan Mataram langsung pulang membawa
kepala Dalem Imbanagara.
Patih Garatengah bermusyawarah dengan Jagabaya Paganjuran maksudnya mau
menyusul takut Dalem Dipati Imbanagara ketahuan oleh utusan Mataram,
padahal kenyataanya Dalem Dipati Imbanagara waktu itu sudah terbunuh.
Patih dan Dalem Paganjuran berangkat menyusul utusan dari Mataram
dikarenakan dari Garatengah menyusulnya terlambat sehingga utusan
Mataram sudah pergi, jalanya ke sebelah utara Sungai Citanduy. Dari
kejauhan terlihat oleh orang Garatengah bahwa yang didepanya itu adalah
utusan Mataram terus dikejar maksudnya mau merebut Endul yang dipakai
untuk menyimpan kepala Dipati Imbanagara. Utusan Mataram hanya sedikit
sedangkan orang Garatengah yang mengejar jumlahnya banyak lantaran
dibantu oleh rakyat dari Kampung yang dilewatinya.
Orang Garatengah yang dipimpin oleh Jagabaya Dalem Paganjuran terus
mengejar, sudah diketahui bahwa utusan Mataram akan terkejar langsung
saja kepala Dalem Dipati Imbanagara dilemparkan ke Sungai Citanduy
sedangkan Endulnya dibawa mau disetorkan ke Mataram.
Utusan Mataram kabur tidak berani melawan orang Garatengah yang begitu
banyak. Utusan Mataram setelah sampai terus melapor ke Sultan bahwa
pekerjaanya telah dilaksanakan. Dipati Imbanagara ketemunya di daerah
Galuh. Ditempat itu dibunuhnya, kepalanya dimasukan pada Endul, karena
dari Galuh ke Mataram sangat jauh sudah barang tentu kepala Dipati
Imbanagara akan bau, berdasarkan musyawarah utusan langsung saja
dilemparkan ke Sungai Citanduy supaya jangan ketemu oleh rakyat Galuh
dan orang Garatengah. Sebagai saksi ini saja Endul bekas membawa kepala
Dipati Imbanagara yang masih ada rambut sedikit yang menempel pada darah
sampai kering. Laporan utusan Mataram diterima oleh Sultan.
Kemudian setelah utusan Mataram pergi kepala Dipati Imbanagara yang di
lemparkan ke Sungai Citanduy oleh orang yang biasa menyelam ( Palika )
dicari sampai ke dasar Sungai Citanduy tapi tidak ketemu. Lama kelamaan
air di Sungai Citanduy tercium bau busuk (Biuk ), sehingga nama Sungai
tempat mencari kepala Dipati Imbanagara diberi nama Leuwi Biuk.
Sedangkan badan Dipati Imbanagara disimpan ditempat yang luas dan
terbuka ( Lenglang ) tempat itu sekarang dinamakan Bolenglang.
Peristiwa itu terjadi pada Tahun 1636. jenajah Dipati Imbanagara yang
tanpa kepala dimakamkan disuatau tempat yang kemudian diberi nama
Gegembung yang artinya Badan Tanpa Kepala.
Daerah tersebut ada disebelah timur Kota Ciamis sekarang. Setelah
Diapati Imbanagara meninggal sementara Pemerintahan di Kadaleman
Garatengah dijalankan oleh Patih Raden Wiranagara. Pada waktu itu yang
berhak untuk menggantikan Dalem Dipati Imbanagara adalah Mas Bongsar
tapi usianya baru 13 tahun, sehingga diwakilkan kepada Patih.
Patih Raden Wiranagara mempunyai maksud untuk menjadi Dalem, timbul
kebencian pada Mas Bongsar yang mempunyai hak jadi Dalem menggantikan
ayahnya.
Nyi Geseng Adi Larang ibunya Mas Bongsar sudah mengetahui bahwa putranya
dibenci oleh Patih. Lalu menyuruh salah seorang pegawai Kadaleman
supaya Mas Bongsar harus segera diungsikan dari Garatengah tapi tanpa
sepengetahuan orang lain. Pada suatu waktu kebetulan cuaca cerah dan
terang bulan Mas Bongsar oleh pegawai itu malam hari dibawa lolos ke
suatu tempat yang disebut Lembur Pawindan dan dititipkan kepada seorang
petani yang tinggi ilmunya ( Jembar Pangabisa ) yang di butuhkan oleh
semua rakyat.
Mas Bongsar harus diakui anak, namanya juga sementara harus diganti,
serta dipinta untuk dididik Agama Islam dan menulis Tulisan Jawa. Semua
keadaan di Kadaleman garatengah oleh pegawai tadi kepada petani tadi
diterangkan supaya dimengerti dan petani itu harus bisa memegang segala
rahasia. Mas Bongsar di Pawindan dididik berbagai macam ilmu jikalau
dikemudian hari ada kemungkinan harus memimpin Kadaleman. Petani yang
didiami Mas Bongsar, dia adalah orang Galuh yang masih keturunan Raden
Galuh, keturunanya masih dekat dengan Dipati Imbanagara. Kurang lebih 3
tahun lamanya Mas Bongsar diungsikan ke Pawindan.
Ke Garatengah datang utusan Mataram menanyakan Mas Bongsar masih hidup
atau sudah meninggal, kalau masih hidup dimana sekarang, kalau sudah
meninggal dimana kuburanya. Sultan Mataram ingin mengetahui apabila
masih hidup Mas Bongsar mau diangkat jadi Dalem garatengah menggantikan
Bapaknya.
Sebab dari bukti – bukti yang dikumpulkan kemudian, akhirnya Mataram
menyadari kekeliruanya dan timbul penyesalan karena Dipati Imbanagara
ternyata sama sekali tidak bersalah, dan menyadari bahwa Dipati
Imbanagara menjadi korban pitnah yang tidak pernah dilakukanya.
Patih mendengar dari utusan Mataram bahwa Mas Bongsar akan di angkat
jadi Dalem Garatengah merasa menyesal sekali sebab cita-cita ingin
menjadi Dalem tidak akan terlaksana. Waktu itu oleh Patih dijawab, bahwa
Mas Bongsar sudah 3 Tahun lamanya lolos dari Garatengah tidak tahu
kemana perginya, dicari kemana mana tidak ketemu. Padahal Patih itu
tidak pernah memerintahkan rakyat harus mencari Mas Bongsar.
Patih dan utusan dari Mataram terus menemui Ibu Mas Bongsar, menanyakan
kemana lolosnya, sekarang ada dimana, ini ada utusan dari Mataram
maksudnya ingin membuktikan Mas Bongsar masih ada di Garatengah, kalau
tidak ada kemana perginya harus dicari sampai ketemu kalau masih hidup
oleh Sultan mau dijadikan Dalem di Garatengah sebagai pengganti Ayahnya.
Ibunya Mas Bongsar mendengar perkataan utusan Mataram kaget dengan rasa
gembira bercampur dengan rasa takut. Gembira karena putranya mau
diangkat jadi Dalem, sedangkan was-was nya takut putranya ditelaspati (
Dibunuh ) seperti Ayahnya. Akhirnya Ibunya Mas Bongsar berkata kepada
Patih dan utusan Mataram, tunggu paling lama 1 minggu akan mengutus
pegawai Kadaleman barangkali ketemu mau dicari apabila masih ada. Terus
Ibunya mengutus pegawai untuk menjemput Mas Bongsar serta menjelaskan
maksud dan tujuan utusan dari Mataram, malah harus bersama-sama Petani
yang didiaminya untuk mengantarkan ke Garatengah. Selanjutnya pegawai
Kadaleman berangkat ke Pawindan mau menjemput Mas Bongsar, sampai di
Pawindan kebetulan Mas Bongsar sedang ada. Pegawai memberi tahu maksud
dijemput itu karena ada utusan dari Kanjeng Sultan Mataram oleh pegawai
itu dijelaskan ke Mas Bongsar dan kepada Petani yang didiaminya maksud
dan tujuan sehingga harus pulang dahulu ke Garatengah.
Mas Bongsar mendengar perkataan pegawai sebagai utusan Ibunya sama
perasaan seperti Ibunya tadi, gembira bercampur rasa takut. Gembira
karena akan diangkat jadi Dalem sedangkan rasa takut ( was-was )
kemungkinan akan dibunuh seperti ayahnya. Pegawai kembali dari Pawindan
bersama Mas Bongsar dan petani yang didiaminya, sampai di Garatengah
oleh Ibunya dirangkul ditangisi karena rasa rindu. Sesudah rasa
kerinduan terkabul dengan disaksikan oleh utusan dari Mataram, oleh
Patih, dan oleh Jagabaya Dalem Paganjuran bahwa betul-betul Mas Bongsar
yang datang, Putra Dipati Imbanagara Dalem Garatengah.
Mas Bongsar oleh utusan Mataram diberi tahu bahwa dia bakal diangkat
oleh Sultan Mataram jadi dalem garatengah. Kemudian utusan Mataram
memberi tugas kepada Patih, kepada Jagabaya Dalem Paganjuran serta
kepada rakyat menitipkan Mas Bongsar untuk dijaga, karena takut ada yang
menganiaya, siapa saja yang berani menganiaya kepada Mas Bongsar kata
utusan Mataram bahwa Sultan Mataram akan menjatuhkan hukuman serta
keluarga yang menganiaya bakal disuruh untuk pergi dari wilayah
Garatengah (Ditundung ). Sesudah beres memerintah, utusan Mataram
kembali sesampainya di Mataram langsung melapor ke Sultan bahwa Mas
Bongsar masih ada dalam keadaan hidup di Garatengah. Semua laporan
utusan diterima oleh Sultan serta kemudian utusan Mataram disuruh
berangkat kembali ke Garatengah maksudnya membri tahu kepada Mas
Bongsar, Patih, dan Jagabaya dalem Paganjuran dan Ibunya bahwa Mas
Bongsar harus ikut ke Mataram swekarang juga mau diangkat jadi Dalem.
Ibunya menyiapkan persiapan perbekalan yang sekiranya cukup untuk
dijalan sampai kembali ke Garatengah. Sampai waktu yang telah ditentuka
Mas Bongsar, utusan Mataram, Patih, petani Pawindan, Jagabaya Dalem
Paganjuran, berangkat menuju Mataram dengan membawa segala perbekalan
yang disimpan pada tempat yang disebut Sumbul. Sampai di Mataram utusan
melapor kepada Sultan bahwa Mas Bongsar sudah terbawa dan sampai.
Kanjeng Sultan Mataram sudah mengetahui Mas Bongsar sampai di Mataram
terus menasehati dan berbicara bahwa dia akan di lantik dan diangkat
jadi Dalem Garatengah. Waktu itu juga Mas Bongsar diangkat oleh Sultan
Mataram menjadi Dalem Garatengah, sekitar Tahun 1639 waktu itu Mas
Bongsar baru berumur 13 Tahun. Sesudah selesai pelantikan Mas Bongsar
jadi Dalem Garatengah oleh Sultan Mataram semuanya kembali ke
Garatengah, dan diperjalanan selamat tidak ada halangan apa-apa. Selama
menjadi Dalem Mas Bongsar sama sekali belum dapat melaksanakan tugas
sebagai mana mestinya. Ia terus menerus dikhianati oleh anak buahnya
sendiri, terutama oleh Patih. Sehingga ia pernah mengalami penderitaan
pahit. Akan tetapi cobaan yang bertubi-tubi itu selalu dapat diatasinya.
Kemudian hari akhirnya pihak Mataram berhasil membongkar kedok si
penghianat kepada Mas Bongsar. Orang yang selama ini berkhianat tidak
lain adalah Patih Wiranagara sendiri yang pernah menjadi perwalian atas
nama Mas Bongsar ( Patih yang pernah bercita-cita ingin menjadi Dalem di
Garatengah ). Patih Wiranagara ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Namun sebelum keputusan hukuman itu dijalankan Mas Bongsar yang berbudi
Luhur itu menyatakan pemberian maafnya kepada Patih Wiranagara. Sikap
Luhur Mas Bongsar itu telah menimbulkan kekaguman Sultan Mataram. Patih
Wiranagara hukumanya hanya disuruh pergi dari wilayah Garatengah oleh
Mas Bongsar. Oleh karena itu Sultan Mataram ( Sultan Agung ) berkenan
memberikan gelar kehormatan kepadanya yaitu Raden Adipati Pandji Aria
Jayanagara atau yang disebut Raden Yogaswara. Nama Imbanagara sendiri
dipakai menjadi nama Kadaleman atau Kabupaten yang diperintah oleh Mas
Bongsar.
Raden Adipati Pandji Aria Jayanagara ( Mas Bongsar ) setelah menjadi
Dalem perwalianya sementara diserahkan kepada Jagabaya Dalem Paganjuran,
setelah dewasa menikah dengan putra Rangga Gempol dari Sumedang yang
bernama Nyi Ayu Ibariah. Setelah 5 Tahun jadi Dalem Garatengah mempunyai
maksud untuk memindahkan Pusat Kadaleman Garatengah, dikarenakan kalau
mengadakan hubungan ke tetangga Kadaleman menjadi susah jalanya ( Belot
jalan ) ditambah sudah ada 2 kali kejadian 2 Dalem yang mati dibunuh
yaitu Sang Adpati Panaekan dan Dipati Imbanagara.
Kemudian mengadakan musyawarah di Kadaleman Garatengah kesimpulanya
mupakat, terus Mas Bongsar melaporkan maksud dan tujuanya ke Sultan
Mataram meminta ijin akan memindahkan Pusat Kadaleman Garatengah. Oleh
Sultan Mataram diberi ijin malah di beri petunjuk serta diberi saran
kalau mau pindah bagaimana kalau ke Kertajaga Binangaun. Mas Bongsar
terus kembali dari Mataram sambil melihat-lihat daerah yang akan
dijadikan sebagai Pusat Kadaleman yaitu daerah Kertajaga Binangun. Mau
membuktikan keadaan tempat di kertajaga cocok atau tidaknya untuk
dijadikan pusat Kadaleman. Tetapi setelah dibuktikan kurang cocok sebab
masih rumit jalan. ( Belot ). Terus berangkat dengan pengiringnya menuju
daerah Pataruman ( Banjar ). Terlihatnya cocok sekalai kalau Pataruman
dijadikan Pusat Kadaleman Garatengah, untuk hubungan dengan Kadaleman
tetangga mudah tidak rumit jalan. Namun sayang keadaan tanahnya masih
terlalu lembah, masih sering kebanjiran dari sungai Citanduy dan luas
daerah rawa-rawanya.
Kalau waktu itu banjar dijadikan pusat Kadaleman, yang mendiami
rawa-rawa yang terkenal dengan nama Nyi Dewi Mayang Cinde akan
mengakibatkan semua orang terjangkit penyakit Demam yang mendiami tempat
itu. Oleh orang tua yang disebut Nyi Dewi Mayang Cinde itu jaman
sekarang disebut Nyamuk Malaria yang bisa menimbulkan dan menularkan
penyakit Demam Malaria.
Mas Bongsar kemudian mencari tempat kesebelah utara Sungai Citanduy
mencari tempat bekas pada waktu mengungsi. Diaerah tersebut beristirahat
dan bermalam, tidak lama kemudian mendapat petunjuk dari yang Gaib
bahwa harus menuju ke salah satu tempat yang disebut Barumaysebelah
selatan Gunung Ardilaya sebelah utara Sungai Citanduy.
Petunjuk itu oleh Mas Bongsar dilaksanakan, sampai di Barumay terus
tempat itu ditelusuri kenyataan tempat tersebut cocok sekali kalau
dipakai sebagai Pusat Kadaleman Garatengah.
Sekembalinya ke Garatengah terus bermusyawarah dengan rakyat
merencanakan pemindahan Pusar Kadaleman Garatengah ke Barumay, segala
keperluan dibarumay sudah dipersiapkan. Kemudian pada hari Selasa Kliwon
tanggal 14 Mulud Tahun 1564 Syaka, Tanggal 12 Bulan Juni Tahun 1642 M
Kadaleman Garatengah dipindahkan ke Barumay (Imbanagara ).
Sementara waktu ada di Barumay masih disebut dengan nama Kadleman
Garatengah. Kemudian Sultan Mataram merubah nama Kadaleman harus diganti
jangan Garatengah, hasil mupakat semua Kadaleman Garatengah namanya
diganti menjadi Kadaleman Imbanagara. Sejak itu Cineang ada dibawah
Kadaleman Imbanagara. Membawa nama Dalem Dipati Imbanagara sebagai
penghormatan.
GERET TENGAH
a. -Kadalemanya disebut : Nagaratengah
Jaman Dalemnya : 1. Raden Aria Pandji Subrata ( Dalem I )
Tahun 1583 – 1591 M.
2. Raden Aria Pandji Kusumah ( Dalem II )
Tahun 1591 – 1611 M.
3. Raden Aria Kusumah ( Dalem III )
Tahun 1611 – 1618 M.
b. -Kadalemanya disebut :Garatengah
Setelah Galuh disatukan dengan Nagaratengah dan Pusat Kadalemanya berada di Nagaratengah. Yang memimpin Kadaleman yaitu :
1. Sang Adipati Panaekan ( 1618 – 1625 M )
2. Diapti Imbanagara ( 1625 – 1636 M )
3. Mas Bongsar ( Raden Adipati Pandji Aria Jayanagara – Raden Yogaswara )
Tahun 1636 M.
c. -Kadalemanya disebut : Geret tengah
Setelah Kadaleman Garatengah pindah ke Imbanagara Tahun 1642 M, Oleh
Raden Adipati Pandji Aria Jayanagara ( Raden Yogaswara ). Bekas
Kadaleman Nagaratengah – Garatengah yang sampai sekarang disebut Geret
tengah.
Di Geret tengah setelah kepindahan Pusat Kedaleman ke Imbanagara
suasananya menjadi sepi karena penghuninya banyak yang pindah dari
tempat itu. Seperti diantaranya Raden Malangganata ( Embah Malang ), dan
Kyai Kapi Ibrahim II pindahnya ke daerah Tembong Gunung Harjawinangun )
daerah Manonjaya sekarang.
Kyai Kapi Ibrahim dan Kyai Kapiyudin serta Raden Anggawinata pindahnya ke daerah yang disebut Wanalapa sekarang.
Kyai Kapiyudin membuat Pesantren disebelah utara Sungai Cihapitan.
Setelah meninggal Kyai Kapiyudin dimakamkan di daerah Kembang Gadung
Kampung Negla Desa Cijulang Kecamatan Cineam berdekatan dengan Makam
Kyai Kapi Ibrahim.
Peninggalan : Makam Kyai Kapi Ibrahim dan Kyai Kapiyudin
Putra penghulu Kyai Abdul Rokhaniah yang bernama Raden Subakerta dan
Isterinya Nyi Raden Tiru setelah Ayahnya meninggal dari Geret Tengah
pindah ke daerah yang disebut Babakan sekarang.
Setelah meninggal Raden Subakerta dan Nyi Raden Tiru dimakamkan di Lebak
Lipung masuk Dusun Kertaharja Desa Ciampanan Kecamatan Cineam sekarang.
Peninggalan : Makam Raden Subakerta ( Putu Kyai Anggamalang )
Peninggalan : Makam Nyi Raden Tiru ( Mantu Kyai Abdul Rokhaniah )
Sedangkan saudara Raden Subakerta yang bernama Raden Subamanggala tidak
ikut pindah ke babakan tapi pindah ke daerah Cisangkir wilayah
Cibeureum.
Di Geret Tengah tidak ada ciri-ciri bekas Negara seperti Arca atau
Tembok bekas Pendopo sebab bukan bekas Kerajaan. Tapi hanya bekas
Kadaleman bangunanya tidak ada yang terbuat dari tembok tapi waktu itu
membuat Kadaleman dari Kayu.
===========================================
Setelah itu di Imbanagara yang memimpinya bukan Dalem lagi tetapi
menjadi Bupati Galuh. Tanpa didampingi oleh Wali, peristiwa yang
bersejarah itu dalam perkembangan Kabupaten Ciamis dengan wilayah
kekuasaanya sekarang. Sehubungan dengan itu pula berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan lain Hari Jadi Kabupaten Ciamis jatuh pada
Tanggal 12 Juni Tahun 1642.
Tahun 1815 adalah masa pemerintahan Bupati Wiradi Kusumah yang waktu itu
pernah terjadi pemindahan ibukota Kabupaten Galuh dari daerah
Imbanagara ke Cibatu Ciamis
Sedangkan perubahan Nama Galuh menjadi Ciamis dilakukan pada Tahun 1916
oleh R.T.G. Sastrawinata yang pada waktu itu berkedudukan sebagai Bupati
Galuh yang ke 16 dan memerintah sekitar Tahun 1914 – 1935M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar